Much. Khoiri

Penggerak literasi, trainer, editor, dan penulis buku 33 judul dalam 6 tahun. Alumnus International Writing Program di University of Iowa (USA, 1993)...

Selengkapnya
Navigasi Web
NGUNDHUH WOHING PAKARTI

NGUNDHUH WOHING PAKARTI

Oleh MUCH. KHOIRI

Hidup ini hakikatnya menanam amal perbuatan, dan dunia ini sebuah ladang atau kebun persemaian yang amat subur. Hasil panen akan bergantung pada apa yang ditanam, dan bagaimana cara merawatnya, sehingga tanaman itu layak panen.

Berbuat amal ibarat menanam padi. Manusia menanam benih terbaik, menyiangi, memupuk, dan merawatnya akan menuai padi berkualitas. Jika salah langkah sedikit saja, si penanam mungkin hanya menuai padi kopong atau bahkan rumput ilalang.

Ada manusia yang sukses lahir-batin, setelah menempuh sekian tempaan hidup, namun tetap menaburkan benih–benih kebajikan. Ia menjadi bahagia, damai dan dinamis berkat pemikiran jernih, ucapan lembut, menyejukkan, sikap santun-beradab, dan tindakan berakhlak mulia.

Pun kita lihat betapa manusia yang semula tampak sukses ternyata akhirnya terpuruk dan tersuruk-suruk karena ia tak mau “merawat” benih-benih kebajikannya, atau “salah tanam” benih kezaliman yang mungkin cuma satu-dua butir. Karena nila setitik, rusak susu sebelanga.

Dulu Diego Maradona disanjung hampir setiap orang, namun akibat terlibat bisnis narkoba, ia seakan lenyap ditelan bumi. Mike Tyson akhirnya juga terpuruk oleh serangkaian kasus karena ulahnya yang ugal-ugalan dan dumeh jagoan.

Michael Gorbachev amat populer pada 1990-an dengan Glasnost dan Perestroika-nya. Gebrakan konsep politiknya diharapkan membuahkan supremasi demokrasi dan kebebasan. Namun, ternyata namanya terkubur bersama puing – puing eks-Uni Soviet.

Contoh lain adalah Edward Maher, seorang karyawan perusahaan sekuriti di Inggris pada 1980-an. Dia menilep 1,8 juta poundsterling, lalu kabur ke AS, dan berkeluarga di negeri Paman Sam. Belakangan ini, salah satu anaknya memacari gadis AS yang ternyata mata-duitan dan tahu “lembar hitam” Maher. Si gadis ini kini sedang bernafsu “merampok” harta calon mertuanya.

Maradona, Tyson, Gorby, dan Maher mungkin hanya telah “salah langkah” dan karenanya ngundhuh sebagian wohing pakarti mereka. Sukses yang telah susah payah dirintis, dipupuk, dan dikembangkan sejak dari nol ternyata bisa rontok akibat satu-dua tindakan tanpa kendali. Mereka telah di-KO telak oleh pakarti-nya sendiri.

Begitulah, ngundhuh wohing pakarti akan meminta ruang dan waktu lebih banyak lagi. Ia juga menyusup ke dalam setiap jiwa yang, langsung atau tidak, terlibat dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Bias-biasnya akan menebar.

Menjelang pilgub atau pilkada tahun ini ada pasangan yang dijadikan sasaran kritikan, hujatan, cacimakian, kekerasan, kampanye hitam, dan amuk massa. Konon itu merupakan pakarti arogansi dan kesewenangan para pihak yang tak bertanggung-jawab. Mengapa sih kampanye hitam?

Bila kita adaptasi sajak penyair AS, Henry W. Longfellow, “The Arrow and the Song”, amal perbuatan kita ibarat anak panah dan lagu. Kita lepaskan anak panah (kezaliman menyakitkan); kita juga nyanyikan lagu (kebajikan menyejukkan).

Begitu terlepas, keduanya mustahil kita tarik kembali. Kendati sama–sama jatuh ke bumi, dampaknya berbeda. Anak panah tertancap utuh di pohon oak, sedang lagu itu (juga masih utuh) mengendon di hati seorang kawan.

Mungkin kita (mulai elite politik hingga kaum akar rumput) tidak sadar pernah melepas anak–anak panah intimidasi, hujatan, tudingan, pelecehan, dan perbuatan tak simpatik kepada orang lain. Kita mungkin pernah mengeksploitasi teman, lawan politik, masyarakat demi kepentingan sendiri.

Betapa nyeri dan sakitnya hati mereka yang tertancapi anak–anak panah intimidasi, hujatan, tudingan, atau pelecehan itu. Bayangkan apa yang terjadi bila mereka mengekalkan buncah luka di dada, dan suatu saat melepas balik anak–anak panah tersebut. Probabilitas itu niscaya.

Atau sebaliknya, mungkin kita tim sukses seorang calon pasangan gubernur-wakil gubernur senantiasa telah bersikap beradab dan terhormat dalam “menjual impian”, dengan visi, misi, dan program yang rasional, realistis, konkret, dan prospektif. Toh kalau tidak jadi, akan kembali sebagai manusia biasa.

Betapa merdunya lagu–lagu perdamaian, demokrasi, dan kebebasan itu bila dilantunkan kembali oleh mereka yang pernah tersentuh, tercerahkan, dan terterangi dengan pakarti tokoh, jurkam, dan massa. Apapun pakarti kita itu, baik positif maupn negatif, pasti akan kita undhuh atau petik di kemudian hari.

Hasil pilgub atau pilkada 2018 nanti mungkin juga bisa dijadikan cermin dan parameter bagi buah pakarti elite politik dan massa parpol. Mungkin para tokoh politik telah meluncurkan anak panah atau menyanyikan lagu. Suara rakyat pemilih itu laksana anak panah dan lagu yang muncul kembali.

Momentum pascapilgub atau pascapilkada juga bukannya steril dari bias–bias ngundhuh wohing pakarti. Buncah–buncah luka mungkin masih akan mewarnai sidang–sidang penting di DPRD kelak, dan bahkan dalam komunikasi dan praktik politik setelahnya. Politik saling sandera tumbuh karena stimulus sentimen ini.

Yang jelas siapapun gubernur/bupati dan wakil-nya, janji–janji kampanye, dengan embel – embel jargon rakyat, akan dituntut pemenuhannya. Semua akan jadi cermin pakarti. Ajining raga ana ing busana, ajining diri ana ing lathi. Harga badan karena busana, harga diri karena ucapan.

Harus diingat, pakarti penuh arogansi dan kesewenangan hanya ngundhuh benang ruwet masalah yang berjalin-kelindan, ibarat mengatasi masalah dengan masalah baru.**

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Waspada ya Pak, perlu pikiran dan hati yang jernih

21 Feb
Balas

Benar, Bu. Terima kasih

21 Feb



search

New Post