“Ojo meguru yen durung pinter (Jangan berguru kalau belum pintar).” . Pinter di situ bermakna siap jiwa-raganya, siap akal-pikirnya, sudah terbuka wawasannya. Jika jiwa-raga dan akal-pikirnya belum siap, wawasannya belum terbuka, guru sehebat apa pun tidak akan berguna. Guru ibarat curahan hujan. Jika wadah yang hendak menampungnya masih tertutup, air tidak akan masuk ke dalamnya, sebesar apa pun air yang tercurah. Guru yang mumpuni akan tahu apakah seseorang siap menjadi murid atau tidak. Maka, sejatinya, bukan muridlah yang mencari guru, melainkan sebaliknya. . Kamu mungkin pernah membaca sebuah buku bertahun-tahun yang lalu tetapi belum mengerti maknanya. Lalu, seiring waktu, ketika kamu mengalami beberapa kejadian dalam hidup yang membuatmu matang, kamu baru mampu memahami buku itu. Butuh waktu bagimu untuk mendapatkan pengetahuan-pengetahuan tertentu, dan itu tidak bisa dipaksakan. Waktulah yang akan mematangkanmu, menempamu, mempersiapkanmu. Ketika wadahmu, jiwa-ragamu, sudah siap, guru akan datang dengan sendirinya. Kehidupan, Tuhan, hanya akan memberimu apa-apa sesuai kadarmu. Itu sebuah kepastian. Jika demikian, maka sesungguhnya guru sejati adalah dirimu sendiri. Guru di luar dirimu hanyalah pemantik apa-apa yang sudah ada di dalam dirimu. Karena itu, guru yang benar-benar guru tak akan memproklamasikan dirinya sebagai guru, sering kali tak mau disebut guru...