Muhammad Mutatohirin

Penulis dan Guru SDIT Muhammadiyah Bandarlampung...

Selengkapnya
Navigasi Web
Memaksakan Diri Berbuat Kebaikan

Memaksakan Diri Berbuat Kebaikan

Teman-teman yang berbahagia!

Manusia Allah ciptakan dengan sebaik baik-baik bentuk, rupa dan bekal akal dan pikiran untuk menjalani kehidupan di dunia ini. Dalam menjalani kehidupan ini terkadang kita di hadapkan dengan pilihan-pilihan yang harus kita jalani. Begitupun dalam beramal terkadang kita malas untuk melakukan kebaikan, tetapi bujuk rayu syaitan dan dorongan nafsu yang ingin melakukan kemaksiatan. Allah subhnahu wata’ala menjelaskan:

وَمَآ أُبَرِّئُ نَفْسِىٓ ۚ إِنَّ ٱلنَّفْسَ لَأَمَّارَةٌۢ بِٱلسُّوٓءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّىٓ ۚ إِنَّ رَبِّى غَفُورٌ رَّحِيمٌ

Arti: Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang[1].

Penjelasan:

1. Memahami konteks ayat dan teliti dalam mentadabburinya sangat membantu dalam memahami maknanya, khususnya ketika ada perbedaan pendapat di antara ulama dalam menentukan makna yang sesuai, sebagai contoh : Syaikhul islam Ibnu Taimiyah menetapkan bahwasanya istri al-aziz lah yang mengatakan : { وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي ۚ إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي ۚ إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَحِيمٌ }; karena konteksnya bersambung dengan ucapannya yang sebelumnya, kemudian Syaikh menyambung perkataannya : al-quran menunjukkan kebenaran perkara itu dengan sangat jelas, dan orang yang mentadabburi al-qur'an tidak lagi ragu dengan kebenaran itu. Referensi: https://tafsirweb.com/3791-quran-surat-yusuf-ayat-53.html

2. ‘’Diantara perkara yang paling besar mudhorotnya bagi seorang hamba adalah kekosongan waktunya, karena nafsu itu tidak mampu diam dengan kekosongannya bahkan ketika ia tidak disibukkan dengan hal yang positif maka akan disibukkan dengan hal-hal yang membahayakannya, { إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ } "karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan"[2].

Dalam Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili menjelaskan:

Tatkala pernyataan semacam ini mencerminkan sejenis tazkiyah (penyucian) pada dirinya, maka ia segera melanjutkan dengan penuturan, “Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan)”, dari tindakan menggoda, pemusatan pikiran, semangat kuat dan mengupayakan tipu daya untuk merealisasikannya, “karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan”, maksudnya sering sekali memerintahkan pemiliknya untuk berbuat kejelekan yakni perbuatan keji daan segala dosa. Sesungguhnya jiwa merupakan kendaraan tunggangan setan. Dari situlah setan menyusup kepada manusia “kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Raabbku”, sehingga Dia menyelamatkannya dari jiwanya yang selalu memerintahkan kepada kejelekan maka jiwanya menjadi jiwa yang merasa tenang kepada Rabbnya, patuh terhadap penyeru hidayah, enggan terhadap penyeru kenistaan. Kebaikan ini bukan berasal dari jiwa itu sendiri, tetapi merupakan curahan keutamaan dan rahmat Allah kepada hambaNya. “Sesungguhnya Rabbku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”, maksudnya, Dia Maha Pengampun bagi orang yang telah nekat berani melakukan dosa-dosa dan maksiat-maksiat jika ia sudi bertaubat dan kembali kepada Allah. Dia Maha Kasih dengan menerima taubatnya dan memberikan taufikNya (kemudahan) untuk melakukan amalan-amalan shalih. Jadi, inilah yang benar, bahwa pernyataan tersebut merupakan ucapan istri al-Aziz, bukan ucapan Yusuf. Karena susunan redaksinya masuk ke dalam substansi arah pembicaraan si wanita, sementara itu, Yusuf belum muncul, dia masih berada di bui[3]. sehingga kita harus memaksa diri kita untuk melakukan kebaikan, meskipun awalnya berat karena dorongan nafsu yang menolak. Ketika azan subuh berkumandang, dorongan nafsu inginnya terus dalam hangatnya selimut, tetapi pancaran iman mengajak hati untuk bangun menyambut seruan azan sholat subuh berjama’ah di masjid.

Puasa mendorong pelakunya untuk memerangi hawa nafsunya, dengan niat ikhlas dan mengharap pahala dari Allah ajja wa jalla, meskipun panas dan merasa haus dan lapar, tetapi hati tetap sabar dan ikhlas menjalaninya. Sabar dalam menjalankan kebaikan. Terkadang ketika membaca qur’an baru beberapa menit saja ingin berhenti, paksa terus agar lama-lama hati terbiasa dan betah berlama-lama membaca kalam suci Al-Qur’an.

Lebih baik kita awalnya terpaksa melakukan kebaikan, kemudian lama –lama menjadi nikmat dan bahagia melakukan kebaikan. Bukan sebaliknya semangat melakukan keburukan yang syaitan hiasi seolah-olah indah dan menbahagiakan, padahal menyengsarakan.

[1] QS. Yusuf: 53

[2] Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah

[3] Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

keren pak pecerahannya

17 May
Balas

Alhamdulillah trmksih

17 May

Alhamdulillah... mantap Pak... salam

17 May
Balas

Alhamdulillah trmksih Bu Sasra, pengingat diri pribadi

17 May

Alhamdulillah trmksih Bu Sasra, pengingat diri pribadi

17 May

Alhamdulillah trmksih Bu Sasra, pengingat diri pribadi

17 May

Alhamdulillah trmksih Bu Sasra, pengingat diri pribadi

17 May

Maaf, pengaruh sinyal

17 May
Balas



search

New Post