muhammad solihin

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
TENTANG NIKMAT TUHAN

TENTANG NIKMAT TUHAN

Sebuah perahu kecil membawa diriku berkeliling jauh mengarungi lautan luas, diiringi indahnya awan putih yang seakan-akan bergelantungan, bagaikan kapas raksasa terbang bebas di angkasa. Langit biru membentang selaras dengan birunya laut pada hari itu.

“Tuhan…! betapa indahnya bumi yang aku miliki. Bumi Indonesia. Maka nikmat Tuhan yang manakah yang bisa aku dustakan?”

Aku beranjak dari posisi duduk di buritan perahu menuju ke arah depan. Saat sedang mengatur posisi duduk, kubiarkan kakiku menggelantung di perahu, seakan aku ingin menikmati cumbuan air laut pada kedua kakiku. Deru suara mesin perahu menambah kenikmatan merdu di telingaku. Kulepaskan pandangan menuju titik terjauh. Aku biarkan pikiran melayang juga jauh, entah liar ke mana. Namun, justru rasa damai yang merasuk ke seluruh tubuhku.

“Oh, Tuhan…! Apakah seperti ini suasa nirwana di hari kemudian?”

Bendera Merah-Putih, yang terpasang pada perahu, berkibar dengan gagahnya bagaikan perwira. Jiwa patriotku mendadak bergejelok. Kuraih bendera itu dan kuangkat tanganku untuk memberikan penghormatan padanya. Penghormatan yang aku tujukan bagi seluruh pahlawan yang telah berjuang untuk negeriku Indonesia.

Namun aku heran, “Mengapa saat ini marak bermuculan sekumpulan kelompok radikal yang ingin mengusik kedamaian negeri ini? Apa yang ada dalam pikiran mereka? Nikmat Tuhan yang mana lagi yang belum diberikan di negeri ini pada mereka? Mengapa mendustakan nikmat Tuhan yang telah diberikan.”

Dialog dalam diriku terus bercengkrama. Sesaat aku mulai tersadar, ketika tetesan air membelai pipi. Rupanya cuaca mulai berubah. Awan, yang tadinya berwarna putih cerah, mendadak menghilang dibawa angin entah ke mana. Awan berubah berwarna gelap, jadi mendung. Sementara, perahu yang aku tumpangi terus menerobos menghalau air menghadang. Rintikan gerimis mulai membasahi perahu. Kini awan makin hitam pekat, seakan menampakan wajah amarahnya. Angin bertiup kencang, pertanda badai akan datang. Suasana menjadi mencekam. Entah mengapa sekelebat lamunan mengusik kembali dalam benaku. Aku merasa tidak peduli dengan badai yang akan menghadang.

Dalam lamunanku aku ingin berkata, “Sahabat…. tahukah engkau bahwa sebelum hujan turun ke bumi, Tuhan telah merancang sekenario yang tak akan mampu dilakukan manusia?”

Itulah yang disebut sunatullah. Proses turunnya hujan ternyata membuat matahari, angin, dan awan bekerja bersama-sama dan merasakan penderitaan dalam sebuah proses, namun tetap melaksanakan tugas masing-masing dengan ikhlas tanpa beban serta tidak pernah mengeluh.

Matahari, atas perintah Tuhan, tanpa lelah terus memancarkan panasnya, menguapkan air di permukaan bumi, kemudian menitipkan uap air kepada awan. Maka, terjadilah mendung. Awan yang tadinya putih dan bersih mendadak menjadi hitam pekat. Awan bersedia mengorbankan wajah eloknya demi menampung uap air pada dirinya. Angin pun tidak tinggal diam. Seakan memikul beban berat, dia hembuskan awan hitam ke suatu daerah sebagaimana diperintahkan oleh Tuhan. Pada saat yang tepat, berhentilah angin membawa awan pekat. Di sana, awan menurunkan butiran-butiran air ke permukaan bumi. Maka terjadilah proses hujan.

Begitu pula proses tercapainya kemerdekaan bangsa ini. Kemerdekaan diraih bukan karena hadiah pemberian. Namun direbut dengan penuh perjuangan dan pengorbanan dari orang-orang terdahulu. Telah banyak jiwa dan raga dikorbankan oleh pendahulu kita, demi mewujudkan negara yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur.

Saat ini hatiku miris dan pilu menyaksikan carut marut kegaduhan di negeri ini. Kasus korupsi yang semakin merajalela, menipisnya sifat toleransi antar suku, agama dan golongan, berkembangnya kelompok radikal yang bertujuan membumi hanguskan tanah air ini.

Terdengar suara petir menggelegar, mendadak lamunanku buyar. Aku tersadar, saat ini aku di atas perahu yang sedang dihantam badai. Angin kencang dan gelombang air tinggi menghantam perahu dari sisi kiri. Perahu oleng, kehilangan keseimbangan. Entah mengapa nafas ini tiba-tiba mulai terasa sesak, penglihatanku mulai gelap, dan separuh tubuhku mulai terasa kaku. Aku merasakan ada rasa dingin menjalar di sekujur tubuhku. (*)

Penulis adalah pendiri dan pengelola Lembaga Pendidikan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) “Lentera Dunia” di Long Ikis, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

"Namun aku heran, “Mengapa saat ini marak bermuculan sekumpulan kelompok radikal yang ingin mengusik kedamaian negeri ini?" Kelompok radikal yang mana yang pak solihin maksud? Jangan-jangan salah alamat. Bahaya tuh pak.

14 Aug
Balas

hehehe,,...

14 Aug

Ibarat Badai pasti berlalu.. Ujian senantiasa tetap ada. Perlu kegigihan berjuang dan berdoa. Dimanapun berada.

14 Aug
Balas

sepakat sekali pak

14 Aug



search

New Post