MUKIDI

ilmu laksana guguran air hujan.. kembali ke tanah... menjadi mata air mencari anak sungai.. berjalan sampai muara dan dipanggil langit sebagai awan dan menjadi ...

Selengkapnya
Navigasi Web

Elegi Marni dan Sapi

Elegi Marni dan Sapi

Marni pacar Safei jengkel bukan kepalang. Itu gara-gara adanya anak sapi milik Haji Maman yang kini disuruh dipelihara oleh Safei. Setelah adanya anak sapi itu perhatian Safei kepadanya sangat jauh berkurang.

Safei adalah anak yatim piatu. Dari umur enam tahun Safei telah diasuh oleh keluarga Haji Maman. Sejak berada di kampung itulah Safei dan Marni berteman dari kecil hingga sekarang.

Jarak umur Safei dan Marni sekitar 3 tahun. Kalau diteruskan sekolah, sekarang Safei mungkin telas lulus SMA. Sedangkan Marni duduk dikelas 1 SMA.

Tapi karena kendala biaya Marni hanya meneruskan sekolah di kelompok belajar Paket C setara SMA yang ada di pesantren.

“Marni kesini sebentar?”

Kata Safei suatu siang. Ia sengaja mencegat teman kecilnya untuk karena ada sesuatu hal yang sedang mengganggu pikirannya.

Marni yang sudah bersiap-siap berangkat sekolah paket C menghentikan langkahnya. Ada apa gerangan sang pujaan hatinya memanggilnya. Apakah sekarang pemuda di depannya itu akan menyatakan cinta. Pikir Marni mengharap.

“Ada apa kang……..sudah siang nih keburu telat. Nanti dimarahin lagi sama pak guru!” kata Marni sok jual mahal. Ia berharap jawaban Safei untuk mau mengantarnya. Seperti dulu lagi.

“Aduh Mar…akang lagi bingung nih!”

Kata Safei dengan masih memilin-milin rambut kritingnya.

“Ada masalah apa kang !” Tanya Marni. Dengan memasang wajah serius Marni siap-siap menerima curhat pemuda itu.

“Begini Mar..akang kan sudah hampir 3 bulan melihara sapi!” Kata Safei berhenti.

“Akang sudah tidak sanggup melihara anak sapi itu lagi!”

Tanya Marni penuh pengharapan jawaban ya dari Safei.

Safei tidak menjawab. Tapi menggelengkan kepala. Marni tersenyum kecut. Ternyata apa yang ia pikirkan salah.

“Kalau begitu apa yang membuat akang bingung?”

Safei tidak segera menjawab. Dahinya berkerut.

“Akang teh bingung…sampai sekarang anak sapi itu belum mempunyai nama. Jadi akang berniat mau memberi nama kepada anak sapi itu!” kata Safei.

Marni terkejut bukan kepalang.

Cing atuh Mar….nama apa yang paling bagus untuk anak sapi itu?”

Marni tidak segera menjawab. Tapi nafasnya turun naik menahan kesal. Bagai ada batu besar menghimpit dadanya.

Ternyata Safei menyuruhnya berhenti hanya untuk membicarakan masalah sapi.

Marni langsung membalikkan badan. Segera ia angkatkan kakinya menuju jalan ke pesantren. Diliriknya jam yang melingkar di lengannya

Marni mencoba mempercepat langkahnya. Setidak-tidaknya kalau secepat mungkin ia berjalan, tidak akan terlalu lama terlambat sampai sekolah.

Hueyyyyy…apa atuh Mar…namanya?”

Safei ternyata sudah berada disampingnya sambil mengayuh sepeda kumbang miliknya.

Tapi otaknya berpikir, seandainya ia tidak diantar oleh Safie, ia akan sanga terlambat. Dan pasti hukuman dari pak ustad akan diterimanya semakin berat. Tapi masih bingung. Apakah nanti kalau sudah diberitahu, Safei akan mengantarkannya.

“Apa atuh namanya Mar….nanti akang antar ke sekolah!”

Perasaan Marni langsung gembira. Kalau nanti ia diantar oleh Safei, ia tidak akan terlambat lama. Tapi nama apa yang harus ia berikan.

“Safii…..!”

Jawab Marni sekenanya..

“Safii…sip Mar…ayo naik. Nanti kamu terlambat…!”

Kata Safei sambil menghentikan sepeda kumbang yang dikendarainya di depan Marni.

“Ayo cepat……..!” kata Safei.

Dengan segera Marni naik ke boncengan sepeda Safei. Tapi mukanya masih masam. Karena masih kesal dengan kelakuan Safei.

Hanya beberapa detik lagi waktu yang dibutuhkan sepeda yang dikendarai Safei dan Marni untuk mencapai tikungan terakhir beberapa meter dari gerbang pesantren.

Tapi didirasakan Marni sepeda yang ia naiki tidak semakin pelan. Tetapi malah semakin cepat. Kedua tangan memegang erat sedel sepeda.

“Awas kang...!”

Jerit Marni membahana.

Dari arah berlawanan terlihat seorang yang mengendarai sepeda motor.

Safei terkejut. Dengan reflek ia tarik kedua tuas rem yang terletak di setang. Tapi kelihatannya sepeda masih melaju kencang.

Ujung setang sebelah kanan sepeda Safei hampir berbenturan dengan ujung setang sebelah kanan sepeda motor pengendara itu.

Sepeda yang dikendarai Safei dan Marni selamat dari tabrakan. Tapi laju sepeda masih belum berkurang. Safei turunkan kedua kakinya untuk mengurangi laju sepeda.

“Awas kang…!”

Lagi-lagi suara Marni membahana.

“Braakkkkk!”

Sepeda segera berhenti setelah menabrak tumpukan pasir yang berada di sisi gerbang pondok pesantren. Badan Marni bisa melompat ke tumpukan pasir sebelum sepeda itu jatuh.

Tapi tidak dengan Safei. Badan Safei terpelanting ke depan. Dan langsung terhenti saat badannya menyangkut dipagar bambu pesantren.

“Akang teh waras enggak sih….. Naik sepeda seperti kesurupan saja. Untung saya jatuhnya ke pasir. Kalau jatuhnya seperti akang pasti aku rebus di kuali besar!” Kata Marni tersungut-sungut sambil membersihkan pakaiannya dari butiran pasir.

Tanpa menunggu jawaban Safei, Marni langsung bergegas memasuki gerbang pesantren. Meninggalkan sendiri Safei yang masih belum bangun dari tempatnya jatuh.

Safei merasakan sesuatu yang hangat di bawah pantatnya. Serta bau yang khas yang mengikutinya. Aroma yang sering ia rasakan bila anak sapi peliharaannya buang hajat.

Ia kembang kempiskan hitungnya untuk memcari sumber bau itu.

“Dasar asem! Dapat upah kok kayak gini..!”

Sore harinya saat mengajak Safii sapinya jalan-jalan. Jantungnya berdegup kencang melihat marni membonceng motor dengan sorang pria.

Tapi dia belum pernah melihat lelaki itu.

Darahnya mendidih. Pikirannya langsung kacau. Ternyata Safei dilanda cemburu.

Malam semakin larut. Tapi bayang bayang Marni dibonceng seorang pria menjajah pikirannya. Dan besuk mau tidak mau harus bertemu Marni di tempat biasa dulu mereka menghabiskan waktu sore.

Dengan mengunakan pakaian yang paling bagus bergambar spiderman dan berdandan paling ganteng Safei berniat menjemput Marni. Semuanya demi Marni, batinnya

Marni terheran-heran saat di ajak duduk dulu di pinggiran iragasi. Ada sesuatu yang aneh dalam diri Safei batinnya.

“Marni..akang teh ada yang mau diomongkan ke Marni.”

Marni masih dilanda kebingungan. Bingung dengan tujuan pembicaraan Safei. Tapi perkiraannya pasti masalah sapi lagi.

“Maksud akang apa…!” kata Marni. Safei segera mencabut beberapa bunga bakung yang tumbuh liar di pinggir irigasi. Kemudian dengan kedua tangannya diserahkan kepada Marni. Pokoknya romantis..tis..tis.

“Sebenarnya akang teh bogoh ka Marni……apa Marni juga cinta ka akang!”

Marni terkesima dengan apa yang didengarkannya. Sungguh tidak ada sepatah katapun yang keluar dari bibirnya. Dadanya dibuat cenat-cenut. Hanya anggukan yang ia lakukan dan membuat Safei terlena hingga tubuhnya melayang jatuh ke air.

Teriak Safei sejadi-jadinya. Pakaian yang basah kuyup tidak ia hiraukan. Yang penting wanita yang ia cintai tidak lagi direbut orang. Apalagi direbut sapi.

“Kang kenalkan ini saudara kembarku bernama Harni. Baru 1 hari dikampung ini!” Kata Marni

Safei masih dilanda kebingungan. Bingung dengan apa yang ia lihat sekarang. Tapi untung gara-garanya hanya ada dua Marni. Bukan masalah sapi. Yang membuatnya hampir kehilangan Marni.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Kereeen cerpennya, Pak. Salam literasi

20 Sep
Balas



search

New Post