Mumtihanah

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Rona Kisah Klasik (2)

Part 2

Rumah Nina

“Nina, bangun!” Aku menepuk pelan pipi sahabatku yang masih tertidur pulas.

Tak ada respon, sepertinya masih berada di alam mimpi. Aku segera kekamar mandi dan mengambil sedikit air di telapak tanganku, kemudian kupercikkan di wajahnya. Nina menggeliat sambil memasang wajah jengkel. ”Kenapa sih, kamu! Nina menggaruk kepalanya, matanya masih setengah tertutup.Sejurus kemudian, Nina menutup rapat kembali matanya.

“Nina!!!”Aku setengah berteriak di telinganya. Nina terlihat kaget, selimut disibakkan sembari mengubah posisinya menjadi duduk.

“Kamu itu benar-benar mengganggu!” Mata Nina melotot. Bantal guling dilemparkan ke wajahku. Aku membalas melempar kembali bantal ke arahnya.

“Windy!!” Kali ini Nina yang berteriak kencang. “Kenapa sahabatku yang cantik?” Aku menggodanya. Nina memonyongkan bibirnya.

“Aku sudah mau pulang, mama barusan meneleponku,” ujarku.

“Kamu boleh pulang kalau sudah sarapan!” Nina turun dari tempat tidur dan berjalan ke arah kamar mandi.

“Jangan lupa mandi dulu, nanti bau!” Aku kembali menggodanya.

“Kamu itu yang bau!” Nina balik meledekku sambil menutup pintu kamar mandi.

Kamar Nina termasuk luas dengan interior yang cukup mewah. Tampak tempat tidur, lemari dan meja rias merupakan produk satu set dari merek yang cukup ternama. Cat berwarna putih dengan hiasan dinding senada menambah kesan elegan kamar ini.

“Ayo sarapan dulu!” Suara Nina mengalihkan kekagumanku pada kamarnya.

“Kok, cepat sekali mandinya?” Aku memperhatikan Nina yang barusan keluar dari kamar mandi.

“Malas!” Nina terlihat dongkol.

“Aku tidak mau makan bersama orang yang masih bau!” Aku mengalihkan pandanganku ke arah jendela sambil tersenyum .

Nina berjalan ke arahku dan menggelitik perutku. “Apa kamu bilang?” Nina semakin melancarkan serangan gelitiknya.

Aku tertawa terbahak-bahak, lucu bercampur geli. Melihatku tertawa, Nina juga ikut tertawa . Persahabatanku dengan Nina sudah terjalin sejak lima tahun lalu. Kami memang sering bercanda, bahkan tidak jarang bertengkar.Tapi itulah gaya komunikasi yang membuat persahabatan kami masih terjalin hingga saat ini. Nina menarik tanganku keluar dari kamar menuju ruang makan. Menu nasi goreng lengkap dengan lauk ayam dan telur tertata rapi di meja.

“Mama dan papaku sudah berangkat kalau sudah jam seperti ini, jadi langsung makan saja!” Nina seolah paham apa yang kupikirkan. Aku tak sempat melihat kedua orang tuanya, kata Nina mereka sudah tidur saat semalam aku datang.

Aku baru saja mau mengambil makanan, Kak Edi datang menyapaku. “Hai, Windy! Kamu baru bangun ya?” Senyum Kak Edi terlihat manis.

“Iya, Kak!” Aku tersenyum malu. Aku tidak bisa menikmati makananku dengan baik. Kak Edi terlihat memandangku dengan tatapan yang membuat jantungku berdebar. Tuhan, tolong aku! Aku malu tapi suka, batinku. Aku telah selesai sarapan, begitu pula Windy dan Kak Edi. Aku segera pamit dan keluar menuju garasi mengambil motor. Mereka tersenyum dan melambaikan tangan ke arahku. Kak Edi terlihat kembali menatapku dengan tatapan mempesona. Aku kembali terbawa perasaan.

“Hati-hati!” Nina berteriak kencang. Benar kata Nina, aku memang harus berhati-hati dengan perasaanku.

(Bersambung)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post