Mumtihanah

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Rona Kisah Klasik (9)

#Part 9

Kasmaran

Malam menghadirkan rembulan, menebar pesona dikegelapan. Seperti pesona Kak Edi yang hadir saat aku mengantar Nina pulang ke rumahnya.

“Hati-hati!” Nina melambaikan tangan.

Kak Edi sepertinya juga baru sampai di rumah. Berdiri di samping motornya dengan jaket yang masih melekat. Senyum mautnya menggetarkan hatiku.

“Nina! Tunggu dulu!” Kak Edi menghampiriku. Aku tak bisa menatap matanya. Benar-benar pengecut, aku mengutuk diriku.

“Boleh aku meminta nomor kontakmu dari Nina?”

Saat kalimat itu terdengar, jantungku berdegup kencang.“Boleh, Kak, “ucapku. Untung helm ini bisa menyembunyikan rona wajahku yang tersipu malu.

“Terima kasih! Kamu hati-hati di jalan, Ya!” Suara Kak Edi pelan nyaris berbisik.

Aku seolah ingin terbang ke atas menemani bintang dan menyinari malam lelaki ini, hingga akupun berharap menjadi perhiasan di mimpinya. Sepanjang jalan, entah mengapa bibirku selalu saja tersenyum. Bayangan Kak Edi seperti hadir menemaniku, wajahnya menjadi hiburan di pelupuk mataku.

Pukul sembilan malam, aku tiba di rumah. Mama memberiku air putih sembari menanyakan kemajuan rencanaku. “Bagaimana objek penelitianmu, Windy?”

“Baik, Ma,” jawabku singkat.

“Kok, jawabnya seperti itu. Maksud Mama, tempat penelitianmu bagus atau tidak?”

“Sedikit aneh, tapi menantang buatku.” Waduh, keceplosan. Mama pasti khawatir mengetahui hal ini.

“Aneh?Maksudnya?”Mama mengernyitkan dahi.Nah, tepat dugaanku.

“Maksudnya aneh karena aku baru pertama kali ke sana, jadi harus beradaptasi dulu.”

“Pokoknya, Mama tidak mau kalau sampai terjadi sesuatu sama kamu!”

“Aku bisa jaga diri, Ma. Jangan khawatir ,Ya!”

Aku mencium pipi Mama dan segera ke kamar.

Baru saja aku berbaring di tempat tidur, ponselku berdering. Aku mengangkat telepon dan mendengarkan suara lelaki yang sepertinya kukenal.

“Halo, Windy! Ini Kak Edy.”

“Oh Iya, Kak,” ucapku pelan.

“Kamu sudah sampai?Capek, Ya?”

“Iya, Kak.” Entah mengapa, hanya kata itu yang bisa keluar dari mulutku.

“Boleh, aku bertemu denganmu besok?”

Jantungku kembali berdegup kencang.Cukup lama terdiam.Aku bingung harus berkata apa.

“Windy?Kalau kamu tidak bersedia juga tak apa.”

“Eh…, aku ke kampus besok, Kak. Ketemu di sana saja, Ya!”

“Baiklah, sampai jumpa besok.” Kak Edy menutup pembicaraan.

Kalau mau jujur, masih ingin mendengar suaramu, Kak Edi. Tapi, tiba-tiba aku jadi manusia garing. Tapi jangan khawatir, mulutku memang tak mampu bicara, tapi hatikulah yang merangkai kata untukmu.

Mataku seolah enggan terpejam, menantikan esok pertemuan denganmu, pengisi hatiku.

(Bersambung)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post