Munawaroh, S. Pd.

Guru SLB Roudhotul Zannah Kab. Bandung Prov. Jawa Barat yang senang curat coret...

Selengkapnya
Navigasi Web
Penantian di Batas Waktu

Penantian di Batas Waktu

Penantian di Batas Waktu

Oleh: Munawaroh, S. Pd.*

Dua bulan aku mengikutinya. Berita tentang virus Corona yang aku lihat di Televisi, aku baca dari media sosial serta aku dengar dari mahasiswa calon Doktor di Nanjing, Cina yang tak lain adalah suamiku. Kepulangannya pada waktu yang tepat karena kurang dari seminggu mendapat kabar bahwa virus Corona sudah mewabah di Cina. Alhamdulillah, kami baik-baik saja.

Bermula dari kasus kematian di Wuhan pada bulan Desember 2019, maka diberi nama Covid_19 (Corona Virus Disease_19) yang dalam terjemahan bebasnya adalah penyakit virus Corona di tahun 2019.

Awalnya biasa saja karena dirasa virus itu jauh di Cina. Pemerintahpun seperti tenang memperhatikan apa yang terjadi di negeri Panda itu. Bahkan sempat menyatakan bahwa virus itu tidak akan mampu menyerang Indonesia karena iklim tropis yang disinyalir dapat membunuh virus Corona yang tidak kuat dengan suhu panas.

Keadaan berubah saat Presiden mengumumkan kasus pertama di Indonesia tanggal 2 Maret 2020. Siapa sangka, itulah awal dari perjalanan panjang perjuangan Indonesia melawan Corona. Semua terkena dampaknya, termasuk dunia pendidikan.

Kami cemas, sejak hari Jumat tidak ada kepastian. Orangtua bertanya-tanya di grup WhatsApp. Aku bilang pada mereka bahwa kita sedang menunggu arahan. Bersiap dengan segala kemungkinan.

Akhirnya, batas penantian itupun tiba. Senja itu kami mendapat kabar dari Dinas Pendidikan Jawa barat bahwa situasi menjadi tidak aman. Ancaman virus yang tidak terlihat dapat membahayakan. Maka sekolah ditutup untuk sementara waktu. Pembelajaran dilakukan melalui Daring (Dalam Jaringan) atau PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh). Sore itu, pada hari Minggu tanggal 15 Maret 2020 adalah hari yang tidak akan terlupakan. Hari dimana kami para guru harus berpikir keras mencari solusi agar siswa tetap belajar meski di masa pandemi. Akhirnya kami hanya bisa berharap dan berdo’a agar virus ini cepat hilang dan sekolah bisa kembali berjalan seperti semula.

*) Penulis adalah guru di SLB Roudhotul Zannah Kab. Bandung

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Saya memiliki ABK. Saat pandemi sekolah beralih ke rumah. Tugas dikirimkan oleh guru via wa. Sebagai bukti, kami harus mengirimkan video dan foto belajar anak dan saya sebagai orang tua. Guru memang tak tergantikan. Walaupun saya guru, tapi tak punya keahlian bahkan keilmuan seperti guru anak saya. Saya salut dengan profesi guru. Teknologipun tak bisa menggantikan perannya. Terima kasih, CikGu

02 Jul
Balas

Luar biasa Bu Devi. Betul sekali. Awal pandemi membuat para guru kebingungan. Maka diambil yang memungkinkan bisa dilakukan. Meski tak sempurna tapi berusaha memberikan layanan. Walaupun resikonya harus banyak melibatkan orangtua. Kami yakin, orangtua bisa. Maka belajar dari pengalaman 3 bulan kemarin, 6 bulan ke depan kurikulum akan dibuat relaksasi. Semoga dengan begitu para orangtua dan siswa tetap bahagia belajar di rumah. Terima kasih Bu...

02 Jul
Balas

Aamiin. Terima kasih Bu Dewi. Kita harus tetap semangat meski di masa pandemi. Baarokalloohu fiik

03 Jul
Balas

Barakallah bunda Devia, bunda Munawatoh, semua cerita memberi semangat saya

03 Jul
Balas



search

New Post