Munifah

“Najwa Zebian” Educate me, not by making me memorize facts but by teaching me how to read between the lines, how to critically think, how to deeply...

Selengkapnya
Navigasi Web
2 Teach is + 2 Touch live = 4 Ever
Belajar dimana saja, kapan saja. Museum penerbangan Adi Sutcipto.

2 Teach is + 2 Touch live = 4 Ever

Prolog

Ketika saya mengikuti pelatihan “science and math teacher training” ada sebuah kutipan yang sangat sesuai untuk kita sebagai guru, tutor maupun orang tua. Beliau adalah miss Hazel warga Filipina yang telah menjadi guru di Indonesia selama 20 tahun. Dalam presentasinya beliau menyampaikan

2 teach

2 touch lives +

4 Ever

Mengajar adalah belajar. Saat kita mengajarkan materi pelajaran kepada anak didik kita, kita pun mendapatkan pelajaran tentang kehidupan dan pengalaman yang dialami oleh anak didik kita.

Betul, apa yang dialami oleh anak-anak dimasanya kini jauh berbeda dengan apa yang telah kita alami di masa lalu.

Dan bisa jadi kita tidak melewati masa tersebut dan tidak tahu bagaimana melewatinya. Maka menjalin pertemanan kepada peserta didik adalah salah satu hal yang patut dilakukan agar pembelajaran tidak hanya sekedar menuangkan air kepada gelas kosong hingga “luber-luber” tak berbekas. Melainkan bersama-sama menimba air untuk menyirami benih hingga tumbuh, berbunga dan berbuah dan menghasilkan generasi baru.

Mengajar mungkin adalah hal yang mudah. Tetapi membuat anak-anak menyukai apa yang kita ajarkan tidak mudah. Apalagi salah satu mata pelajaran yang diajarkan adalah biologi, pelajaran hafalan yang membosankan yang tidak penting dan yang-yang alasan lain.

Satu hal yang saya lakukan dalam benak saya sebelum mengajar adalah membuat anak-anak nyaman dan menyukai saya terlebih dahulu. Sesuatu hal yang diremehkan, yang banyak di cibir dan tidak disetujui beberapa teman karena merasa "loh, kita ini tutor, pendidik yang wajib di hormati!"

Hemmm, sepertinya pernyataan tersebut sudah tidak lagi tepat diterapkan untuk pendidikan jaman sekarang, yang semakin maju perkembangan teknologi dan pengetahuan anak-anak.

Membuat anak-anak menyukai kita? Apakah itu mudah? Tentu saja, tidak mudah.

Banyak ekspresi anak-anak didik yang kemudian curiga.

“ Kenapa, kok tiba-tiba perhatian?” ,

“ ih, kepo banget deh?”,

“sok tahu nih!”.

Pelan tapi pasti, mendengarkan anak-anak tentang pendapatnya mengenai kita adalah hal yang penting. Membersamai anak-anak yang tumbuh di masa transisinya sebagai teman, sebagai kawan membuat anak didik jauh lebih percaya sharing pengalaman dan masalah dengan kita dibanding dengan orang tuanya.

Dalam nuansa ceria dan bahagia ini saya ingin berbagi pengalaman sederhana yang saya alami selama mengajar di pendidikan non formal, PKBM Homeschooling Primagama.

POTRET “Homeschooling = tren atau pilihan ”

Apa itu homeschooling? Anak homeschooling, terus tidak punya teman, belajar dirumah, kuper dan kurang bersosialiasi. Homeschooling=sekolah biasa atau gimana ya? Homeschooling itu mahal dan sekolahnya artis dan anak-anak yang gaya.

Terlintas pertanyaan atau nyinyiran2 mengenai homeschooling? Termasuk kamu? Ayo ngaku...tidak apa-apa. Saya juga masih suka ikut-ikutan nyinyir, seperti akun lambe t**** yang hits di medsos instagram.

Sedikit saya ulas, Homeschooling adalah salah satu bentuk pendidikan non formal di Indonesia, yang berarti siswa homeschooling akan mengikuti ujian nasional kesetaraan yang ijazahnya setara dengan sekolah formal dan dapat digunakan untuk mendaftar ke sekolah formal ataupun universitas negri. Gak percaya? Ikuti terus cerita ini dan akan anda temui jawabannya.

Homeschooling adalah metode pembelajaran baik individu atau tunggal yang dilakukan perorang ini. Namun ada pelebaran makna disini.

Berbagai kasus masalah anak-anak di Indonesia memunculkan homeschooling komunitas dan homeschooling majemuk yang masing-masing memiliki tujuan tersendiri.

Permasalah anak-anak dan remaja di masa kini mengalami banyak sekali perkembangan. Berbeda dengan anak jaman dahulu yang kebal dengan bentakan, pukulan dan cacian. Anak jaman sekarang rawan hal-hal demikian. Anak-anak yang sakit secara fisik, leukimia, chron disease, sakit secara psikis seperti psikosomatis karena trauma bullying, atau permasalah keluarga, orang tua yang melakukan kekerasan, divorce dsb. Ditambah lagi dengan perkembangan teknologi, penggunaan media sosial yang sangat tinggi dan koment-koment netijen yang suka lupa kendali banyak mempengaruhi perilaku remaja jaman now. Yang bukan lagi remaja generasi milenial tetapi generasi micin, katanya.

Gimana , bapak-ibu guru? Orang tua? Setuju kah? Atau tidak setuju?

Bagaimana dengan fenomena permasalahan remaja kekinian ini?

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

tulisan menginspirasi

30 Oct
Balas

terima kasih bapak ...:) bapak juga menginspirasi hehehe

30 Oct
Balas



search

New Post