Munira Dharma Ningsih

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
PENGANTIN

PENGANTIN

Pagi itu Rani menatap bayangan dirinya di cermin. Dia mengenakan kebaya putih, jilbabnya berhias mahkota dan melati yang menjuntai ke dada kanannya. Bibir mungilnya merah bergincu, pipinya diblush on sehingga merah merona dan kelopak matanya lentik. Dia masih tidak percaya, akan menikah dengn laki-laki yang dia cintai secepat ini. Inilah mimpi Rani yang akan menjadi kenyataan. Mengahiri sebuah hubungan dengan pernikahan.

Rani berada di kamarnya sendirian. Kamar yang dihias sedemikian rupa. Aroma bunga sangat terasa. Itulah kamar pengantin Rani. Dia duduk di sisi ranjang menunggu waktu pernikahan tiba. Keluarganya sibuk menyiapkan segala sesuatunya untuk prosesi pernikahan. Sementara Atila dan keluarganya saat ini masih dalam perjalanan.

Tiba-tiba pintu kamar tebuka, membuyarkan lamunan Rani. Amel ponakannya yang centil memberitahukan bahwa Atila dan keluarganya sudah datang. Rani mulai deg-deggan. Bibirnya tak hentinya menyebut nama Allah dan berdoa agar semuanya berjalan dengan lancar.

“Deg-deggan, tante? Tenang Tante, Atila akan segera menjadi om aku. Dia akan segera bertemu dengan pengantinnya dan akan terpesona melihat tante, lebih dari sebelumnya,” Amel mulai menggoda Rani.

“Semoga dia lancar mengucapkan ijab kabulnya, ya Mel," ucap Rani.

“Ya, Tante. Tante tenang aja. Aku akan menemani Tante di sini. Kita tunggu Atila menjemput Tante,” Amel berusaha menenangkan Rani.

Sementara di luar Atila merasakan hal yang sama dengan Rani. Dia merasakan tubuhnya panas dingin. Atila sangat tegang mengadapinya. Seperti ada beban berat yang dipikul di pundaknya. Jangan sampai dia lupa nama calon pengantin dan akadnya. Semalam dia sudah berlatih beberapa kali melakukan ijab kabul bersama Om Rahman. Tapi tetap saja perasaan khawatir melakukan kesalahan itu ada. Atila berusaha menarik napas dalam-dalam dan memejamkan mata untuk menenangkan dirinya. Dia hanya menunduk dan berdoa, seperti yang disarankan ayahnya.

Proses akad nikah pun dimulai. Akad nikah sederhana tapi hidmat dan haru. Atila mampu mengucapkan ijab kobul dengan satu tarikan nafas. Mereka sah secara agama dan hukum dengan mahar seperangkat alat shalat dibayar tunai. Pernikahan dihadiri oleh kedua keluarga dan tetangga sekitar rumah Rani. Mereka bahagia karena proses akad nikah tidak ada halangan. Semua dimudahkan sehingga pernikahan berlangsung lancar.

Setelah akad nikah dilaksanakan, dengan diantar ibu Rani dan Luki, Atila dibawa untuk menemui Rani yang menunggu di kamar pengantinnya. Setelah pintu kamar dibuka ia melihat pengantinnya telah menunggunya. Rani sangat cantik dengan baju pengantinya. Mata Atila berkaca-kaca melihat perempuan yang dicintainya. Perempuan yang baru dua bulan dia kenal. Perempuan yang membuat Atila ingin mengahiri kisah petualangan cintanya dan dia yakin bahagia bersamanya.

“Hai, Om Atila! Selamat ya, buat kalian berdua. Cepat temui pengantinmu, dia sudah menunggumu dari tadi,” Amel menyapa Atila dan menggodanya.

Atila tersenyum pada Amel. Matanya berkaca-kaca melihat pengantinnya. Sudah satu minggu dia tidak bertemu dengan Rani. Perlahan dia menghampiri Rani. Rani mencium tangannya. Sebagai tanda rasa hormat dan cinta terhadap suaminya. Atila segera menyerahkan mahar kepada Rani. Kemudian mereka meninggalkan Rani dan Atila di kamar itu. Acara pernikahan belum selesai. Kedua keluarga masih beserta undangan berkumpul dan beramah tamah.

Rani menunduk malu dihadapan laki-laki jangkung yang kini sudah menjadi suaminya. Dia tidak berani menatap Atila. Jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Mereka tidak pernah sedekat ini dan hanya berdua saja di dalam kamar.

“Kau… kau cantik sekali,” suara serak Atila memecahkan suasana canggung di kamar itu.

Atila menghampiri Rani yang sedang duduk di ranjang pengantinnya. Dia membantu Rani berdiri. Sekarang mereka berhadapan. Jarak mereka sangat dekat. Atila mengangkat dagu Rani agar melihatnya. Rani hanya setinggi dagunya. Itu yang membuat Rani harus mendongak ketika menatap Atila.

Tatapan Atila membuat Rani semakin salah tingkah dan tersipu malu. Tanpa Rani sadari tangan Atila telah berada di pipinya. Dadanya mulai sesak. Mereka bertatapan.

“Terima kasih, kamu telah mau menjadi isteriku. Kamu mau menerima aku dan keluargaku,” bisik Atila

Sebenarnya Rani ingin juga berbicara, tapi bibirnya tak sanggup tuk mengeluarkan kata-kata. Dia hanya tersenyum sambal menatap Atila. Rani terperanjat ketika dia merasakan sesuatu melingkar di pingggangnya. Tangan Atila telah melingkar di pinggangnya, menariknya lebih merapat ke tubuh Atila.

Dadanya semakin berdegup kencang ketika Atila mengecup keningnya. Rani memejamkan matanya merasakan apa yang terjadi. Tubuhnya gemetar, bibirnya mulai bergetar. Air mata mata bahagia jatuh di pipinya. Aroma bunga di kamar membuat suasana semakin romantis.

Selama beberapa waktu mereka seperti itu. Kemudian Atila memeluknya. Selama ini dia sangat menjaga Rani. Dia hanya berani menatap mata Rani yang indah dan menggenggam tangannya. Dia tidak berani untuk bertindak terlalu jauh dengan Rani. Kali ini Rani telah menjadi isterinya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Semoga bahagia selalu.

06 Nov
Balas

Semoga selalu bahagia.

29 Oct
Balas

Cerpen yang menarik, Bunda. Ditunggu lanjutannya ya.

24 Oct
Balas

Keren cerpennya dik

05 Nov
Balas

Semoga menjadi keluarga yg bahagia. Salm sehat dan sukses

25 Oct
Balas

Keren bu

24 Oct
Balas



search

New Post