Mursalim Nawawi, S. Pd. M.Pd

Mursalim Nawawi. S.Pd., M.Pd di lahirkan di Sidenreng Rappang 05 Oktober 1976, Bekerja di Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan pada UPT SMA PPM RAHMA...

Selengkapnya
Navigasi Web
CERPEN ANAK 'IMPIAN DI TENGAH HUJAN'  (T.1504)

CERPEN ANAK 'IMPIAN DI TENGAH HUJAN' (T.1504)

Ditulis oleh MNGBC

Hujan deras mengguyur tanah berlumpur di desa kecil itu. Tak ada yang lebih menyenangkan bagi anak-anak desa selain hujan yang datang begitu mendalam, mengundang tawa dan kegembiraan. Dengan hanya memakai pakaian tipis, enam bocah laki-laki itu berlarian di bawah hujan, tanpa rasa takut akan basah.

Mereka menggenggam daun pisang yang besar, mencoba menjadikan daun tersebut sebagai pelindung dari hujan. Sambil tertawa, mereka berlomba-lomba berlari ke arah hujan yang semakin lebat. Setiap anak memiliki cara mereka sendiri untuk menikmati momen sederhana ini. Namun, di tengah kebahagiaan itu, bola dunia yang terbuat dari plastik di tangan kecil mereka selalu menjadi sumber obrolan hangat.

“Ayo kita main bola dunia!” kata Jaka, anak tertua yang memimpin permainan. “Aku ingin tahu apakah benua yang jauh itu seperti yang diceritakan nenek.”

Lalu dengan cepat bola dunia itu meluncur di antara mereka. Tanpa sadar, permainan mereka membawa angan-angan tentang dunia yang jauh di luar sana.

“Bila kita bisa ke luar negeri, kita bakal belajar banyak hal!” ujar Arif, sembari menunjuk ke bola dunia itu. “Bisa ke kota besar, belajar lebih banyak!”

“Tidak hanya itu,” Lila menyahut dengan senyum lebar. “Aku ingin bisa ke tempat-tempat yang penuh dengan orang-orang berbeda. Belajar bagaimana mereka hidup dan bercita-cita!”

Bola itu berputar, dan mereka beramai-ramai berlari mengejarnya. Ada impian sederhana yang mengisi hati mereka. Meskipun tak pernah mereka bisa menjejakkan kaki ke luar desa, mereka tetap memiliki impian besar. Dari sebuah bola plastik yang terbuat dari impian dunia, mereka melihat kesempatan untuk berkembang dan maju.

“Tapi bagaimana kalau kita tidak bisa ke tempat itu?” tanya Bimo, sedikit ragu. “Kita hanya anak-anak desa.”

“Bimo, impian tidak kenal batas,” kata Jaka, memandang bola dunia di tangannya. “Kita memang tinggal di desa kecil, tapi kita bisa membuat dunia itu lebih dekat. Kalau kita berusaha keras, kita bisa jadi apapun yang kita mau.”

Mereka pun berhenti bermain, duduk di tanah basah sambil tetap memegang daun pisang mereka. Angin yang menghembus membuat daun-daun pisang itu melengkung, seolah-olah menjadi pelindung alam semesta kecil mereka.

“Kita harus mulai dengan hal kecil,” kata Lila penuh harapan. “Berbagi ilmu, berbagi kebaikan. Siapa tahu, suatu saat nanti kita akan menjadi orang-orang hebat.”

Hujan akhirnya reda. Namun, tawa dan semangat mereka tetap menggema di antara pepohonan desa yang hijau. Tak ada yang tahu bagaimana masa depan mereka, tetapi satu hal yang pasti dengan segala kesederhanaan, mereka sudah memiliki impian besar di hati mereka. Seperti hujan yang datang dan pergi, impian itu akan terus hidup, tumbuh, dan berkembang, memberi mereka kekuatan untuk mewujudkan cita-cita yang tak terbatas oleh tempat dan waktu.

Demikian yang bisa di tuliskan, semoga bermanfaat.

Salam perubahan, #MN_GBC

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post