CERPEN HOROR 'KAMAR NOMOR 13' (1501)
Karya Mursalim Nawawi
Setiap kota memiliki rahasia kelam, dan hotel tua di ujung jalan utama kota kecil itu menyimpan salah satunya. Hotel itu bernama "Magnolia," bangunan berlantai empat yang pernah menjadi primadona di era 1920-an. Kini, hanya bayangan usang dari kejayaannya yang tersisa, dengan cat dinding mengelupas dan lampu-lampu gantung yang bergoyang pelan setiap malam.
Namun, ada satu cerita yang selalu membuat bulu kuduk siapa pun berdiri. Kamar Nomor 13.
Malam di Magnolia
Alina, seorang jurnalis muda, tiba di hotel Magnolia untuk menyelidiki kisah kamar itu. Ia sedang menulis artikel tentang tempat-tempat berhantu di kotanya. Ia mendengar desas-desus bahwa setiap tamu yang menginap di Kamar Nomor 13 tidak pernah keluar dengan selamat.
Resepsionis, seorang pria tua bernama Pak Herman, memandang Alina dengan ekspresi ngeri saat ia meminta kamar itu.
“Kau tidak tahu apa yang kau minta,” bisiknya. “Kamar itu… terkutuk. Sudah banyak nyawa yang diambilnya.”
Namun, Alina hanya tersenyum kecil. Ia menganggap semua ini sebagai bumbu cerita. Ia bersikeras, dan akhirnya Pak Herman memberikan kunci kamar dengan tangan gemetar.
“Kalau terjadi sesuatu… jangan panggil aku. Aku tidak akan datang,” katanya sebelum bergegas pergi.
Kamar Nomor 13 terletak di ujung lorong lantai kedua. Langit-langit lorong rendah, lampunya berkedip-kedip, dan ada bau aneh seperti sesuatu yang membusuk. Alina membuka pintu kamar dengan hati-hati.
Kamar yang Mencekam
Kamar itu terlihat biasa saja pada pandangan pertama. Ada tempat tidur tunggal, meja tulis tua, dan lemari kayu besar di sudut. Namun, udara di dalamnya terasa berat, seperti ada sesuatu yang mengintai di setiap sudut.
Alina menyalakan laptopnya dan mulai menulis catatan. Tapi rasa penasaran terus mengganggunya. Ia mendekati lemari besar yang tampak seperti telah ada di sana selama puluhan tahun. Ketika ia membukanya, ia menemukan pakaian usang yang berbau apek. Namun, ada sesuatu yang lebih menarik perhatiannya sebuah cermin oval besar di bagian dalam pintu lemari.
Cermin itu tampak aneh. Goresan-goresan samar di permukaannya membentuk pola yang tidak bisa dimengerti. Saat Alina menatap bayangannya sendiri, ia merasa ada sesuatu yang bergerak di belakangnya. Ia berbalik dengan cepat, tetapi kamar itu kosong.
Ia kembali menatap cermin. Kali ini, bayangannya tersenyum… meskipun ia tidak.
Alina terkejut mundur, tetapi ketika ia melihat lagi, cermin itu kembali normal. Ia menggelengkan kepala, mencoba meyakinkan dirinya bahwa itu hanya halusinasi akibat kelelahan.
Malam yang Menegangkan
Menjelang tengah malam, suasana kamar semakin mencekam. Alina mendengar suara langkah kaki di lorong, tetapi ketika ia mengintip melalui lubang pintu, lorong itu kosong.
Ia mencoba tidur, tetapi suara-suara aneh terus mengganggunya. Ketukan pelan di dinding, suara bisikan samar, dan bau busuk yang semakin menyengat. Ketika ia memejamkan mata, ia merasa tempat tidur bergetar pelan.
Tiba-tiba, cermin di dalam lemari mulai berderak. Suaranya seperti kuku-kuku yang mencakar permukaannya. Alina menyalakan lampu dan mendekati lemari dengan ragu. Ketika ia membuka pintunya, cermin itu kini memantulkan pemandangan yang berbeda.
Bukan lagi kamar hotel yang suram, melainkan lorong panjang dengan dinding yang dipenuhi coretan merah seperti darah. Di ujung lorong itu, berdiri seorang wanita dengan gaun putih, rambutnya menutupi wajah, dan tangan yang memegang pisau besar.
Wanita itu mengangkat wajahnya. Wajahnya penuh luka, matanya gelap seperti lubang tanpa dasar. Ia menatap langsung ke arah Alina.
Dunia di Balik Cermin
Tiba-tiba, cermin itu seperti menarik Alina. Ia merasakan tubuhnya tersedot ke dalam, jatuh ke lorong gelap yang baru saja dilihatnya. Suhu di dalam lorong itu dingin, napasnya terlihat seperti uap putih.
Wanita itu berjalan mendekat, langkahnya berat tetapi pasti. Alina mencoba berlari, tetapi kakinya terasa seperti tertahan sesuatu. Suara bisikan memenuhi lorong, kata-kata yang tidak ia mengerti, tetapi menimbulkan rasa takut yang mencekik.
Wanita itu semakin dekat, dan Alina menyadari bahwa coretan merah di dinding adalah nama-nama. Nama-nama orang yang pernah menginap di Kamar Nomor 13 dan tidak pernah kembali.
Wanita itu akhirnya berhenti hanya beberapa inci darinya. Ia mengangkat pisau, tetapi sebelum Alina bisa berteriak, ia mendengar suara lain, suara lelaki tua yang memanggil namanya.
“Alina! Bangun!”
Kembali ke Dunia Nyata
Alina terbangun dengan tubuh gemetar di lantai kamar hotel. Pak Herman berdiri di atasnya, wajahnya penuh ketakutan.
“Kau hampir tidak selamat,” katanya. “Aku mendengar suara-suara dari kamar ini. Aku tahu aku harus membantumu meskipun aku takut.”
Ketika Alina melihat ke arah lemari, ia melihat cermin itu retak. Namun, bayangan wanita itu masih terlihat samar di balik retakan, seolah-olah masih mengintai, menunggu korban berikutnya.
Alina meninggalkan hotel itu malam itu juga, bersumpah untuk tidak pernah kembali. Namun, cerita tentang Kamar Nomor 13 tidak pernah hilang. Mereka yang cukup berani untuk mencoba menginap di kamar itu mengatakan bahwa suara-suara, bisikan, dan bayangan di cermin tetap ada, menunggu untuk menyeret seseorang ke dunia di balik kaca.
Demikian yang bisa di ceritakan, semoga menegangkan
Salam pemberani #MN_GBC
#cerpen #misteri #horor #tegang #takut #serem #sorotan #semuaorang #hantu #penakut #seru #mantap #keringatdingin #malam #gelapgulita #menakutkan #menegangkan #berani #pemburusetan #berdoa
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar