'MIMPI DI BERANDA SAWAH'(T1497)
Karya MN-GBC
Pagi itu, embun masih tersisa di dedaunan padi yang hijau, menghampar luas sejauh mata memandang. Pak Surya duduk di beranda rumah panggungnya, ditemani istrinya, Bu Ratna. Di tangan mereka, cangkir teh panas mengepul, menciptakan aroma melati yang lembut menyatu dengan hawa pagi.
“Kau ingat, Ratna? Dulu kita sering duduk di sini, tapi bukan dengan teh seperti ini,” ujar Pak Surya sambil tersenyum kecil.
“Iya, dulu kita bawa ubi rebus atau jagung bakar, sambil menghitung bintang di langit malam,” jawab Bu Ratna, tersenyum mengingat masa lalu.
Mereka tertawa kecil, meski dalam hati ada kerinduan yang mendalam. Dulu, mereka adalah pasangan muda yang penuh semangat. Pak Surya terkenal sebagai pemuda pekerja keras, mengolah sawah hingga malam. Sementara Bu Ratna, gadis desa dengan senyum manis, sering membantu memasak untuk para pekerja di ladang. Kebersamaan itu tumbuh menjadi cinta yang akhirnya membawa mereka ke jenjang pernikahan.
Namun, seiring waktu berlalu, tubuh mereka tak lagi sekuat dulu. Langkah kaki mulai melambat, dan tangan tak lagi cekatan mengayunkan cangkul. Di beranda ini, mereka sering mengenang masa muda mereka.
“Surya, andai kita bisa kembali muda untuk satu hari saja, apa yang akan kau lakukan?” tanya Bu Ratna sambil menatap hamparan sawah.
Pak Surya tersenyum dan menjawab, “Aku ingin menari di bawah hujan bersamamu lagi, seperti dulu. Hujan pertama musim tanam, kau ingat?”
Bu Ratna tertawa. “Aku ingat. Kau terlalu sibuk mengejar kodok di pematang. Tapi aku mau melakukan sesuatu yang lain.”
“Apa itu?” Pak Surya penasaran.
“Aku ingin ikut lomba panjat pinang lagi, seperti waktu itu. Kau ingat, kau jatuh tiga kali tapi tetap naik lagi demi mengambil kain batik untukku?” Bu Ratna tersipu.
Pak Surya tertawa keras. “Aku ingat! Tapi aku tak pernah menyesal jatuh. Melihat senyummu saat itu, semua sakitnya hilang.”
Mereka terdiam sejenak, menikmati suara burung-burung yang berkicau. Dalam diam itu, mereka memejamkan mata, membayangkan diri mereka muda kembali. Pak Surya melihat dirinya berlari di tengah sawah, membawa keranjang penuh padi. Bu Ratna membayangkan dirinya menari di festival panen desa, rambutnya dikepang rapi, tertawa bersama teman-teman.
“Aku bersyukur, Ratna. Meski kita tak bisa kembali muda, kita punya kenangan yang tak akan pernah hilang. Dan aku bahagia karena semua kenangan itu selalu bersamamu,” ujar Pak Surya dengan suara bergetar.
Bu Ratna mengangguk pelan. “Aku juga, Surya. Aku tak butuh kembali muda. Aku hanya butuh duduk di sini, bersamamu, dan melihat masa lalu kita hidup di hamparan sawah ini.”
Dan mereka pun kembali diam, menikmati keindahan pagi yang perlahan memudar di bawah matahari yang semakin tinggi. Dalam diam itu, mereka tahu, masa muda mereka tak pernah benar-benar hilang ia hidup dalam hati dan cerita yang mereka kenang bersama.
Sidenreng Rappang, 10 Januari 2025
#MNGBC
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Cerpennya keren, nostalgia masa muda. Salam literasi Pak Mursalim.