Mursalim Nawawi, S. Pd. M.Pd

Mursalim Nawawi. S.Pd., M.Pd di lahirkan di Sidenreng Rappang 05 Oktober 1976, Bekerja di Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan pada UPT SMA PPM RAHMA...

Selengkapnya
Navigasi Web
SEBUAH CERPEN 'BILA ESOK IBU TIADA '(T1424)
Jaga ibunya, kenang jasanya

SEBUAH CERPEN 'BILA ESOK IBU TIADA '(T1424)

Karya MN-GBC

***

Pagi itu, matahari bersinar cerah, tapi hati Rani terasa gelap. Semalaman ia bermimpi buruk tentang ibunya. Entah mengapa, rasa tak nyaman terus menghantui pikirannya sejak bangun tidur.

Ibunya, seorang wanita yang sederhana tapi penuh cinta, telah mengurusnya dengan kasih sayang sejak kecil. Meski usia Ibu sudah semakin senja dan tubuhnya melemah, ia tetap aktif merawat rumah, memasak, dan memastikan Rani tak kekurangan apa pun. Namun, seperti biasa, Rani sering sibuk sendiri, tenggelam dalam pekerjaannya, dan tanpa sadar mengabaikan ibunya.

Hari itu, tanpa alasan yang jelas, Rani merasa ingin pulang lebih cepat dari kantor. Sesampainya di rumah, ia melihat ibu duduk di kursi kayu di teras, menatap langit sore yang mulai meredup. Rani mendekat, duduk di sebelah ibunya, dan merasakan kehangatan tangan ibu yang lemah namun tetap terasa kokoh di genggamannya.

"Ibu, kenapa akhir-akhir ini kelihatan sering melamun?" tanya Rani pelan.

Ibu tersenyum, menoleh ke arah Rani dengan mata yang lembut. "Ah, Ibu hanya sedang mengenang masa lalu, Nak. Melihat betapa cepat waktu berlalu. Dulu, Ibu yang menggendongmu, menuntunmu belajar berjalan, dan sekarang… kamu sudah dewasa."

Rani terdiam. Kata-kata ibu menggores perasaannya. Ia merasa ada yang berbeda, seolah-olah ibu ingin menyampaikan sesuatu yang penting.

"Ibu, kalau Ibu capek, istirahat saja. Biar aku yang urus semuanya," ucap Rani sambil menggenggam tangan ibunya lebih erat.

Namun, ibu hanya tersenyum kecil. "Tidak apa-apa, Nak. Ibu senang melakukan semua ini. Ibu bahagia melihat kamu tumbuh jadi anak yang mandiri."

Malam itu, sebelum tidur, Rani memeluk ibunya lebih lama dari biasanya. Ia merasa hangat dan tenang, seperti sedang mengisi kembali energi yang sudah lama hilang. Setelah mengucapkan selamat malam, Rani kembali ke kamarnya dan tertidur dengan senyuman.

Namun, keesokan harinya, rumah terasa hening. Rani mencari-cari ibunya di setiap sudut, memanggil namanya, tapi tak ada jawaban. Hingga akhirnya ia menemukannya, ibunya terbaring tenang di ranjang, wajahnya damai seolah sedang tidur. Namun, tubuhnya dingin. Ibu telah pergi.

Air mata Rani mengalir deras. Perasaan kehilangan yang begitu dalam menyeruak dalam dirinya. Penyesalan datang bertubi-tubi. Betapa ia begitu sibuk dengan dunianya sendiri, lupa bahwa waktu bersama ibu begitu singkat. Ibu telah memberikan segalanya untuknya, tanpa pernah meminta apa pun.

Dengan hati yang hancur, Rani duduk di samping ibunya, memegang tangan yang tak lagi hangat. Ia berbisik dengan suara bergetar, "Ibu… terima kasih untuk segalanya. Maafkan aku yang sering mengabaikanmu. Aku akan selalu merindukanmu, Bu… dan aku akan selalu menyayangimu."

Kini, setiap hari setelah itu, Rani menjalani hidup dengan kenangan tentang ibunya. Ia menyadari betapa pentingnya meluangkan waktu untuk orang-orang yang kita cintai, sebelum waktu itu benar-benar hilang.

Semoga cerpennya bermanfaat, Salam MNGBC

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Bagus banget membuatku menangis, teringat ibuku yang sudah pulang hampir 2 tahun yang lalu. Huhuhuhuhu

01 Nov
Balas



search

New Post