Suatu hari di bulan oktober lalu, GBC memasuki jantung ibukota kabupaten Sidenreng Rappang, pangkajene nama kotanya. Kedatanganku kemari mengantar bunda untuk mengurus administrasi kependudukan yang sedikit bermasalah. 

Segala berkas pagi itu, termasuk buku pesanan ku bawa untuk disampaikan pada pemesannya yang ada di kota ini. Ada buku tunggal ada pula beberapa buku antologi yang aku bawa. 

Setelah urusan utama di kantor Dukcapil selesai, kini tugas berikutnya membawa pesanan buku tersebut ke tujuan, pasti pemesannya sudah penasaran ingin membaca bukunya, pikirku sambil mengendarai di kuning. 

Untunglah membawa kiriman tak sesulit jaman 90-an, kini segalanya mudah, apalagi sejak ada HP Android. Tinggal share lokasi, pakai google maps, rumah yang sulit didapat pun segera ditemukan. 

Salah satu pemesan buku GBC hati itu, adalah mantan santriwati ku yang pernah mondok di pesantren tempat tugas GBC, ananda herma Khaeruddin namanya. 

Ia sekarang sama dengan GBC, menjadi guru biologi, bedanya Nanda herma mengajar di SMA Negeri, sedang GBC mengajar di SMA swasta, menurutnya banyak gara-gara mengajar GBC, ia adopsi pada siswa siswinya di sekolah itu. Maklum sejak dipesantren ananda ini pernah ku ajar. 

Alamatnya pun kutemukan, sebuah toko kelontong besar, rame dengan jualan menjemputku memasuki toko yang beralamat di wala pangkajene. 

Assalamu'alaikum, ucapku memberi salam, waalaikumsalam ucap penjaga toko dari meja kasir. 

Ternyata suara ananda herma yang tak ading ditelinga menyapa, "wehh pak guru besar, masukki pak". Ucapnya mempersilahkan gurunya masuk dengan logat Indonesia logat Bugis. 

"Iye nak! Alhamdulillah, bapak senang melihat tokomu, banyak barangnya, banyak pula pembelinya", kataku memberi pujian pada toko santriwati ku ini. 

'Alhamdulillah pak, usaha orang tua yang dilanjutkan dan dijaga, beliau sibuk sebagai anggota dewan, jadi usahanya dilanjutkan oleh anaknya Pak". Jawab herma 

Sambil disuguhi minuman teh kotak, saya pun memperkenalkan beberapa huku yang kubawa termasuk buku pesanannya. 

Setelah melihat-lihat buku tang saya bawa, ia terpikat pada dua buku, satu buku karya gurunya, tentang mondok kunci sukses, dan satu buku antologi mas eko dan kawan-kawan, haruskah memanipulasi nilai siswa terpilih ditangannya, dua buku itu dihargai Rp. 150.000, tapi herma justru menyodorkan uang Rp. 200.000,-. Saat akan mengembalikan uang sisanya, ananda ku ini bilang tak usah dikembalikan, anggap sebagai uang kurir, candanya pada guru besarnya. 

Setelah transaksi buku selesai, saya pun mengulik tentang keluarga dan ayahnya yang kini jadi anggota DPR, yang awalnya hanya sopir truk. Tentu ini menjadikan inspirasi tulis GBC muncul untuk menulis kisah hidup ayahnya. Sebelum pulang dari toko yang dijaga santriwatiku ini, GBC berpesan suatu waktu nanti akan balik untuk menawarkan ke ayahnya untuk dibuatkan buku inspirasi sehingga bisa berguna bagi orang lain untuk tegar menghadapi hidup. 

Sebelum beranjak, saya pun sempat mendokumentasikan foto santriwatiku memegang buku karya GBC, sebagai sumber inspirasinya, dan ia pun ingin sekali bisa menulis seperti gurunya. 

Semoga kisah ku di kota pangkajene ini bermanfaat, salam kemajuan#MNGBC