Murtiningsih

Guru Pembimbing di SMK N 2 Magelang...

Selengkapnya
Navigasi Web
Sarjana Menganggur: Mengapa Terjadi?

Sarjana Menganggur: Mengapa Terjadi?

Sarjana Menganggur: Mengapa Terjadi?

#Mengikat Makna#

Sekali lagi kita akan melakukan refleksi atas momen kelulusan siswa di jenjang pendidikan menengah. Setelah momen kelulusan selesai, maka pekerjaan rumah bagi siswa, sekolah, dan orang tua adalah bagaimana memastikan masa depannya untuk mampu bekerja atau melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Keinginan siswa untuk melanjutkan ke perguruan tinggi, kadang dihantui oleh pertanyaan tentang banyaknya sarjana yang menganggur. Artinya, anak akan dihadapkan pada keraguan bahwa jangan-jangan nanti setelah lulus sarjana dan sudah menghabiskan waktu, tenaga, pikiran, dan biaya yang sangat besar akhirnya menganggur juga.

Berdasarkan data BPS pada akhir tahun 2017 diperoleh gambaran bahwa angkatan kerja Indonesia adalah sebesar 128,06 juta orang. Dari angkatan kerja tersebut, orang yang bekerja sebesar 121,02 juta orang sehingga jumlah pengangguran sebanyak 7,04 juta orang. Dari jumlah orang yang bekerja, ada 7,55 setengah menganggur dan 20,40% bekerja paruh waktu. Angka-angka ini menjadi pekerjaan rumah bagi semua pihak. Yang menjadi keprihatinan kita adalah dari jumlah pengangguran (paruh waktu, setengah menganggur, maupun pengangguran terbuka) terdapat 11,32 juta atau 9,35% sarjana yang menganggur. Data-data ini mungkin menjadi faktor pertimbangan orang tua atau siswa untuk ragu melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi setelah lulus SMA atau SMK.

Sekarang kita tidak mendiskusikan tentang angka-angka pengangguran yang sangat rumit bagi guru seperti saya ini. Bagaimana menciptakan lapangan kerja, menurunkan angka pengangguran, dan langkah startegis apa yang harus ditempuh tentu menjadi domain di luar profesi guru. Yang menjadi tanggung jawab kita sebagai guru, termasuk kepala sekolah, pengawas, dan pejabat yang bertanggung jawab terhadap masa depan anak-anak di bawah kendalinya saat ini adalah memberikan fasilitasi untuk memilih pilihan hidup setelah lulus dari jenjang pendidikan menengah. Saya akan merefleki tugas kami dalam memfasilitasi anak anak kami yang akan melanjutkan ke perguruan tinggi. Fenomena beberapa tahun terakhir siswa-siswa SMK yng melanjutkan ke perguruan tinggi semakin besar. Fnomena ini menjadi kebanggaan sekaligus ada rasa khawatir karena kami tidak ingin anak-anak setelah lulus sarjana juga menganggur. Jika ini terjadi, maka stigma kuliah atau tidak kuliah, akhirnya sama saja yakni menganggur.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan bagi mereka yang ingin melanjutkan kuliah, baik dari lulusan SMA atau SMK adalah mengenali kemampuan dirinya, peluang kerja di masa depan, program studi apa yang dapat memfasilitasi keinginan di masa depan, dan perguruan tinggi mana yang memiliki tradisi kuat mengantarkan lulusannya lebih baik ke dunia kerja. Pertimbangan-pertimbangan ini kadang tidak diperhatikan oleh siswa, bahkan oleh guru-guru, kepala sekolah, atau orang-orang yang memiliki tanggung jawab untuk mengarahkan siswanya untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Kita sering menjumpai beberapa siswa dan orang tua mengarahkan anaknya untuk kuliah di mana saja yang penting mendapatkan atau diterima di perguruan tinggi. Jika ini yang terjadi, maka setelah lulus nanti akan menambah jumlah pengangguran lulusan sarjana.

Semua harus dipersiapkan dengan matang oleh semua pihak. Kami teringat dalam percakapan dengan keponakan jauh dalam perjalanan satu mobil untuk makan malam bersama minggu yang lalu. Keponakan kami yang baru duduk di kelas IV SD ditanya tentang cita-citanya nanti. Dengan rasa percaya diri, keponakan menjawab bahwa nanti ingin menjadi tentara. Ia tidak berhenti dengan cita-citanya sebagai tentara tetapi tanpa ditanya keponakan melanjutkan jawabannya yang sistematis dengan mengatakan bahwa nanti setelah lulus SMP mau melanjutkan ke SMA Taruna Nusantara dan mulai sekarang akan makan yang bergizi dan olah raga teratur agar cita-cita masuk ke Akademi Militer dan menjadi tentara dapat terwujud. Jawaban ini menginspirasi kami bahwa anak kecil saja untuk mewujudkan angan-angannya sudah merancang sejak dini tentang apa yang akan dilakukan sebelum mewujudkan cita-citanya. Ketika saya bertanya tentang alasan mengapa harus sekolah ke SMA Taruna Nusantara Magelang, maka dia menjelaskan panjang lebar tentang reputasi sekolah tersebut yang sudah mendunia prestasi sekolah dan alumninya.

Akankah kita membiarkan siswa dan orang tua untuk berpikir sendiri akan masa depan siswa kita? Refleksi pagi sebelum berangkat pentas seni anak anak kelas XII di hari libur ini semoga bermanfaat bagi kita.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Tentunya kita tidak akan membiarkan anak-anak kita berfikir sendiri...njih bunda. Semoga akan selalu ada solusi untuk anak-anak kita yang sudah berusaha menyelesaikan pendidikannya. Salam sehat dan sukses selalu...bunda. Barakallah.

05 May
Balas

Iya bunda

05 May



search

New Post