Murtiningsih

Guru Pembimbing di SMK N 2 Magelang...

Selengkapnya
Navigasi Web
Terima Kasih Para Pejuang Perintis Profesi Bimbingan Konseling Saya Berhutang Padamu

Terima Kasih Para Pejuang Perintis Profesi Bimbingan Konseling Saya Berhutang Padamu

"Pesan amanah semoga kita semua, penerus cita-cita yang terkandung di balik kelahiran Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI), bisa ikut membuat sejarah, suatu proses berkelanjutan, dengan tetap setia pada/dan berbuat sesuatu selaras dengan cita-cita itu "semangat dan nilai-nilai 1975": Niat Profesi, tujuan profesi, cara profesional. Itulah kesetiaan profesi. Profesi kita. Profesi pelayanan bantuan, pengembangan, dan pemberdayaan insan: Profesi Bimbingan dan Konseling" (Munandir dalam Adi Atmoko, 2016).

Penggalan pesan di atas merupakan harapan dari salah satu perintis dan pejuang profesi Bimbingan dan Konseling sekaligus guru besar IKIP Malang, yakni Bapak Munandir. Pria yang lahir di Bojonegoro tahun 1931 ini dikenal juga sebagai Bapak Bimbingan dan Konseling karena perjuangannya meletakkan dasar-dasar profesi Bimbingan dan Konseling di Indonesia sehingga diakui sejajar dengan profesi guru mata pelajaran di sistem persekolahan. Pesan di atas tidak hanya sekadar harapan tetapi juga untuk memastikan bahwa para perintis yang lain untuk terus berjuang, tidak boleh menyerah atas dinamika perkembangan Bimbingan dan Konseling untuk membantu siswa dalam perkembangan dan perberdayaannya. Perjuangan tidak boleh berhenti walau masyarakat dan pemerintah telah mengakuinya sebagai salah satu profesi yang mendapat penghargaan sama dengan profesi lainnya.

Pengakuan atas guru Bimbingan dan Konseling sebagai profesi membutuhkan perjalanan yang panjang. Bagi guru Bimbingan dan Konseling yang lahir pada tahun 70-an atau sebelumnya, pasti merasakan perbedaan praktik-praktik Bimbingan Konseling pada saat generasi tersebut mengenal guru Bimbingan dan Konseling di bangku Sekolah Menengah Pertama maupun di bangku Sekolah Menengah Atas/Kejuruan. Mungkin seperti bumi dan langit antara praktik Bimbingan dan Konseling saat itu dengan praktik saat ini, walaupun disadari bahwa praktik saat ini masih membutuhkan perbaikan-perbaikan menuju level yang ideal. Dengan berbagai faktor kelemahan secara internal maupun eksternal menyebabkan opini yang kurang menguntungkan bagi profesi guru Bimbingan dan Konseling saat itu. Sisa-sisa "hukuman" atas praktik Bimbingan dan Konseling pada masa lalu tersebut, kadang masih dirasakan oleh profesi Guru Bimbingan Konseling, seperti sosok guru yang menakutkan bagi siswa, identik hanya berurusan dengan anak nakal, guru tidak banyak pekerjaan, guru yang keberadaannya tidak dianggap, dan penilaian lain yang menyudutkan para Guru Bimbingan Konseling di sekolah.

Memperhatikan perkembangan perjalanan profesi Guru Bimbingan dan Konseling di atas, Akankah kita terus mendapatkan stigma tidak menguntungkan tersebut atau kita akan menjadikan profesi ini pantas untuk dihargai karena praktik-praktik profesional yang mampu membantu siswa mencapai tujuan perkembangannya? Marilah kita mencoba menengok masa lalu untuk belajar terus memperbaikinya di masa depan. Guru Bimbingan Konseling perlu berkaca atas perjuangan para perintis profesi Guru Bimbingan dan Konseling. Bukan untuk bernostalgia tetapi bagian dari refleksi untuk memperkuat profesi kita sebagai Guru Bimbingan Konseling.

Bagaimana perjuangan para para perintis profesi Guru Bimbingan dan Konseling di sekolah agar ada pengakuan sebagai sebuah profesi? Sebuah pekerjaan dapat dikatakan sebagai profesi jika memenuhi syarat sebagai profesi. Menurut Wideman (1987) sebuah pekerjaan dapat disebut sebagai sebuah profesi di mana orang yang menjalankan profesi dapat disebut sebagai seorang profesional harus memiliki paling tidak 5 atribut profesi, yaitu: A unique Body of Knowledge, Standards of Entry, A Code of Ethics, A Service Orientation to the Profession, and A Sanctioning Organization. Pendapatnya ini disampaikan pada National Conference of the Project Management Forum Tahun 1987 di Adelaide, Australia. Pendapat ini juga sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Greenwood (1957) bahwa atribut profesi terdiri atas systematic theory, authority, community sanction, ethical codes, dan a culture. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, pekerjaan dapat dikatakan sebagai profesi jika memiliki keilmuan untuk melaksanakan pekerjaan, terdapat standar kerja, kode etik profesi, orientasi pelayanan dan memiliki organisasi yang dapat memberikan sanksi atas perilaku profesi.

Menyadari syarat-syarat di atas, para perintis Bimbingan Konseling menyadari bahwa harus ada tempat untuk menimba ilmu agar praktik Bimbingan Konseling dapat pengakuan sebagai profesi. Pada tahun 1964 mulai dibuka Jurusan Bimbingan Penyuluhan di IKIP Bandung dan IKIP Malang. Lulusannya diharapkan dapat mengisi profesi Bimbingan Penyuluhan/Konseling yang memenuhi syarat keilmuan. Upaya ini untuk mengisi kekosongan personal yang sebagian besar praktik BK dilakukan oleh guru yang tidak memiliki kompetensi keilmuan BP/BK. Ketika kebutuhan guru Bimbingan Penyuluhan belum dapat dipenuhi dari lulusan S1, maka pada tahun 1978 Pemerintah menyelenggarakan program PGLP dan PGSLA Bimbingan Penyuluhan setingkat Diploma 2 dan Diploma 3. Upaya ini untuk memenuhi tuntutan profesi agar pelaksana Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah ditangani oleh guru yang memiliki dasar keilmuan sebagaimana disyaratkan dalam atribut profesi.

Selain pemenuhan dalam kerangka keilmuan, para perintis profesi Bimbingan dan Konseling juga meletakkan dasar organisasi profesi dan kode etik sebagaimana dituntut dalam sebuah profesi. Pada tahun 1975 diselenggarakan Konvensi Nasional Bimbingan I di Malang pada tanggal 17 Desember 1975 yang menghasilkan keputusan, antara lain: pembentukan Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) dan Kode Etik Jabatan Konselor. Pada tahun 2001, Kongre IPBI ke-9 di Bandar Lampung diputuskan perubahan nama IPBI menjadi Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) yang menegaskan diri sebagai organisasi profesi yang bersifat keilmuan, profesional, dan mandiri. Seluruh prakarsa yang dilakukan ABKIN diharapkan dapat memperkuat posisi Bimbingan dan Konseling sebagai sebuah profesi, khususnya bagi Guru Bimbingan dan Konseling di Sekolah.

Atas kerja keras dari para perintis dan pengembang profesi Bimbingan dan Konseling, standardisasi, sertifikasi, dan akreditasi/uji kompetensi guru Bimbingan dan Konseling dilakukan sehingga dapat meningkatkan profesionalitas dalam memberikan layanan Bimbingan Konseling. Pengakuan atas profesi Bimbingan dan Konseling di sekolah semakin membaik. Hampir tidak ada petugas/guru yang menangani layanan BK yang tidak memiliki sertifikasi guru bimbingan dan konseling. Tidak ada lagi kepala sekolah yang mengampu sebagai guru bimbingan dan konseling karena semata untuk memenuhi tugas minimal mengajar/membimbing seperti pada waktu-waktu terdahulu. Kondisi ini tentu semakin menggembirakan, walaupun masih banyak tantangan yang dihadapi di sekolah dalam layanan Bimbingan dan Konseling baik dari internal sekolah atau pendidikan maupun dari eksternal.

Kemajuan dalam layanan Bimbingan dan Konseling di atas tentu merupakan buah dari perjuangan dari para perintis dan pendahulu kita. Bersyukur kita dapat mewarisi dan menikmati buah dari perjuangan para perintis Bimbingan dan Konseling. Pertanyaan reflektif kita adalah apa yang dapat kita lakukan agar perjuangan pada pendahulu kita tidak sia-sia? Semua tergantung pada kita, untuk melaksanakan layanan Bimbingan dan Konseling sesuai dengan harapan para pendahulu kita. Semoga refleksi ini menggugah semangat untuk terus meningkatkan pengabdian di profesi yang mulia ini.

Referensi:

Wibowo, Mungin Eddy. 2018. Profesi Konseling Abad 21. Semarang: UnnesPress

Atmoko, Adi.2016. Prof. Dr. Munadir, MA:Bapak Bimbingan dan Konseling Indonesia. dalam https://swarapendidikan.um.ac.id diakses tanggal 1 November 2022.

Wideman, Max.1987. The Atributes of A Profession. dalam https://maxwideman.com diakses tanggal 10 November 2022

Greenwood Ernest. 1957. Attributes of a Profession. dalam https://journals.sagepub.com diakses tanggal 15 November 2022.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post