MUSTAMIN

Penulis lahir di Soppeng 20 Maret 1977. dari pasangan La Dendang dan Ibaharu. Pendidikan Dasar berhasil diselesaikan selama 6 Tahun di SDN 42 Turlappae, 3 tahun...

Selengkapnya
Navigasi Web
Haruskah Cintaku Kandas ( Part 9 )
Tantangan menulis gurusiana hari ke - 138

Haruskah Cintaku Kandas ( Part 9 )

Kesibukan para petani dan nelayan di desa malangke Kotamadya Palopo sudah terlihat sejak pagi buta. Selesai melaksanakan shalat subuh berjamaah di mesjid, para petani dan nelayan siap melaksanakan rutinitas hingga petang. Tak terkecuali Pak Husain, seorang pensiunan Kepala Sekolah Dasar Negeri yang berada di Purwodadi. Beliau adalah tokoh masyarakat sekaligus ayah dari Vera. Hiruk pikuk suara warga kampung yang lalu lalang menuju tempat kerja masing - masing membuat suasana kampung seperti layaknya di perkotaan. Hanya yang membedakan warga kampung berangkat kerja dengan berjalan kaki. Mereka menempuh jarak yang cukup jauh, namun para petani dan nelayan tidak merasakan lelah dan jenuh. Karena sambil bercanda sepanjang jalan. Saat pak Husain hendak berangkat, dari arah belakang Vera dan ibunya teriak, bapak,,,,,, tunggu kami!!! pak Husain menengok ke belakang, dilihat wajah isteri dan anaknya nampak berseri - seri. Rupanya Kedua belahan jiwa pak Husau ingin turut serta menemani ke kebun jeruk yang letaknya tak jauh dari tempat tinggal mereka. Perasaan lelaki paruh baya tersebut senang dan bahagia. Anak perempuannya yang sudah lama tinggal di kota masih mau menginjakkan kaki di kebun. Pak Husain tak habis pikir, Vera yang manja dan tak pernah ke kebun sejak kecil hingga selesai kuliah, tiba - tiba saja mau ikut. Serius Vera mau ke kebun., "kata pak Husain kepada putrinya." Insya Allah bapak. Jawab Vera dengan lembut. Dipandanginya wajah dan pakaian yang dikenakan putrinya. Antara percaya dan tidak. Pak Husain kembali menggosok - gosok matanya, memastikan ucapan dan penghilatannya kepada Vera. Tak lama kemudian ia memalingkan pandangan ke isterinya. Anggukan dan senyuman pertanda pembenaran atas sikap putrinya merupakan penguatan dan pembuktian bahwa pak Husain tidak sedang bermimpi.

Ketiganya berjalan beriringan sembari diselingi tawa dan canda. Sekitar 10 menit, sampailah mereka di kebun. Pak Husain langsung mengambil kerjang dan gunting, ini adalah isyarat bahwa ia hendak memetik buah jeruk yang sudah seminggu tak dipetik. Dari beberapa pohon nampak buah yang sudah berganti warna kulit alias menguning. Vera yang tak sabar mencicipi buah jeruk hasil jerih payah bapaknya selama 10 tahun membuat dirinya langsung memetik dan melahap dengan nikmat. wow... manis sekali bapak." ucap Vera spontan." Coba yang ini, kata bapaknya. lebih manis lagi kan? Luar biasa bu jeruk bapak. Selesai memetik buah di pohon ini, kita coba yang sebelah sana. Sambil pak Husain menunjuk ke arah Pohon jeruk yang buahnya lebat dan besar. Ini hasil cangkokan, selain besar, manis, tekstur buahnya pun agak berbeda. Bapak memang keren, "kata Vera sambil memuji bapaknya." Besok kalau pulang ke Kota Vera minta buah yang ini, oleh - oleh buat teman. Insya Allah, jawab pak Husain."

Puas memetik dan menikmati manisnya buah jeruk bapaknya, Vera kembali ke Gazebo yang berada di tengah kebun untuk istirahat. Melepas penat dari aktivitas padat di Kota besar, berwisata sambil menikmati buah adalah salah satu solusi tepat dan cermat. Vera baru menyadari bahwa selama ini dirinya sering mengabaikan panggilan orang tuanya untuk pulang kampung. Diluar dugaan pemandangan alam dan suasana pedesaan mampu memberikan kesegaran dan kebugaran tubuh serta menjadikan pikiran terasa nyaman, fresh, dan plong.

Saat Vera merasakan indahnya berada di kebun, suara terdengar dari arah depan gazebo. Assalamu Alaikum..kedengarannya suara laki - laki mengucapkan salam. Vera dengan nada ragu, menjawab salam tersebut. meskipun tak terlihat wajah orang yang mengucapkan salam. Untuk memastikanya, Vera beranjak dari posisi santai menuju tangga depan gazebo. Vera kaget,,, jantungnya dag...dig...dug.. melihat seorang lelaki tampan. aliran darahnya semakin kencang. Jantung mulai berpacu tak beraturan. Ingantannya difokuskan pada wajah lelaki yang berada di depannya. Vera perlahan memejamkan mata, masa lalu waktu duduk di bangku Sekolah Menegah Pertama terlintas di benaknya. Sebuah nama ia temukan dalam keheningannya sejenak. Nama itu perlahan terucap dari bibirnya yang mungil. Zul.........Zul.... Zulfikar yacn? Kamu Vera kan, anak bapak Kepsek. Iya, keduanya bersamaan mengucapkan kata itu.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post