Jumat 21 April 2017, bagiku bertemu juara Inobel yang sesaat tiba dari Belanda.Emi Sudarwati Kartini Bojonegoro menginspirasi untuk menjadi guru yang tak sekedar mengajar dengan bertatap muka dan bertemu, sementara hati-hati guru tak bersatu dengan hati muridnya.

Setelah beberapa saat Kartini Bojonegoro ini menceritakan perjalanannya di Belanda, mulai dari kunjungan ke Museum yang jumlahnya tidak kurang dari 500 tempat, masjid at taqwa yang merupakan komunitas orang jawa, Suriname.Baginya jalan menuju ke Belanda bukanlah sulit, tapi juga tak mudah membalikkan telapak tangan.

Kegigihan Kartini ini membuatku harus banyak tahu, ya agak malu rasanya seperti wartawan. Mas Agus yang wartawan aja kebetulan duduk disampingku tak sedetail seperti.Bagiku untuk sebuah ilmu, kita tidak malu, karena ibarat ditengah padang pasir luas, akupun kehausan ini, kehausan pengalaman.

Pembelajaran di Belanda tak jauh beda, moving class, interview, demonstrasi, dan lainnya. Baginya murid.adalah pembelajar, guru haruslah memberikan kesempatan seluasnya untuk belajar, bertanya, dan menemukan sendiri.

Keliling Belanda dengan kapal pesiar, membawaku pada Sungai Bengawan Solo yang memisahkan Bojonegoro dengan Tuban.Secercah mimpi membayangkan melihat Bojonegoro dari belahan barat hingga timur dari Bengawan Solo. Membayangkan pula guru guru Indonesia menyambut tamu "murid datang". Membayangkan pula guru guru kita mendapat kesempatan melakukan penelitian atas biaya negara, dan seterusnya.

Tanpa sadar waktu berjalan begitu cepat, 2 jam bagiku cukup untuk bermimpi ke Belanda.