M.YAZID MAR'I, M.Pd.I

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Idul Fitri dalam Pusaran Hedonisme

Idul Fitri dalam Pusaran Hedonisme

Idul fitri memilki makna kembali kepada kesucian. Dalam makna lain kembali suci, setelah sebulan penuh dicuci segala dosanya setahun yang telah lewat. Dalam syair Arab menyebut bahwa: Laisa al ied ma lam libaasal jadiid, wa laakinna al ied tho'atan yazid, berarti bukanlah hari raya itu barunya baju, tetapi hari raya itu bertambahnya ketaatan. Makna ied, juga berarti kemenangan melawan hawa nafsu setelah berperang melawannya.

Kemenangan inilah yang dalam realitas keumatan banyak dimaknai sebagai terlepas dari belenggu ramadhan. Sebuah konsep ketuhanan yang kabur. Karena ketidaknyamanan dalam melakukan peribadatan yang dipandang hanya sebagai kewajiban yang membelenggu.

Konsep ketuhanan inilah yang dalam banyak orang dilakukan. Akibat dari semuanya, lahirlah sebuah proses periadatan yang hanya sekedar memenuhi batas minimal kewajiban. Sehingga bukanlah kenikmatan melakukan, melainkan keterpaksaan melakukannya. Akibatnya tidak ada kenikmatan melakukan peribadatan. Dan tentu.hasil yang didapat bukanlah merubah karakter pribadi yang terwujud dalam ahlak sosial, melainkan sebuah kamuflase kebaikan.

Maka, puasa tidak lagi menjadi pembentukan ahlak seseorang, melainkan sebatas ritual yang memblenggu dan mensimbol, tanpa esensi dan subtansi. Hasilnyapun adalah simbolisme keberagamaan dan kesemarakan sesaat dan pudar bersama berakhirnya Ramadhan.

Hilir mudik kendaraan dengan berbagai merk, baju baru dengan berbagai desain, hidangan hari raya dengan berbagai bentuk dan rasa, halal bil halal dengan berbagai kesenangan disemua level dan tingkatan, temu kangen sahabat sekolah dari SD hingga PT, serta temu kangen berbagai kelompok dan komunitas. Semuanya sering kali dihiasi dengan sesuatu yang serba glamour dan menyenangkan.

Makna kemenangan telah bergeser, karena dasar ketuhanan yang memblenggu bukan ketuhanan yang memerdekakan. Tentu konsep ketuhanan yang memblenggu ini dalam pemikiran ini haruslah dirubah dan dibudayakan menjadi kenyataan hidup yang merdeka. Kenyataan hidup dengan cinta dan kasih sayang, kenyataan hidup yang mensosial. Memproteksi kwtidakperdayaan saudaranya sesama muslim dan saling menghormati perbedaan, sebagai mana yang diinginkan dari diperintahkannya puasa untuk menjadi manusia muttaqqin, yaitu manusia menurut Nabi Agung sebagai "ittaqillaaha haisuma kunta wa at bii asyayiata al hasanata tamkhuha, wa kholiqin bass bi khuluqin khasanin" yaitu manusia yang senantiasa menTuhan dimanapun berada, manusia yang senantiasa mengganti keburukan yang ada dalam dirinya dan menggantinya dengan kebaikan,dan manusia yang senantiasa berhubungan dengan sesama manusia dengan hubungan yang baik.

Itulah sesungguhnya yang dikehendaki Tuhan dengan puasa, bukan hedonisme, bukan kesenangan yang tanpa batas dan cendrung meugikan orang lain. Dan inilah kemenangan sesungguhnya, kemenangan abadi kehendak Tuhan. (Nex)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

"Itulah sesungguhnya yang dikehendaki Tuhan dengan puasa, bukan hedonisme." Terima kasih pencerahannya Pak.

01 Jul
Balas

Terima kasih, "kemenangan abadi kehendak Tuhan"

01 Jul
Balas

Terimaksih Pak , alhamdulillah, nambah ilmu

01 Jul
Balas

OPINI yang luar biasa.

01 Jul
Balas

Koreksi bersama dalam meraih kemengan. Faizun... Sip Pak Zazid

01 Jul
Balas

Supe,,,rmksh pak

01 Jul
Balas



search

New Post