M.YAZID MAR'I, M.Pd.I

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
MY HOUSE IS MY HEAVEN

MY HOUSE IS MY HEAVEN

Baitii Jannatii ! Rumahku adalah surgaku, demikian Nabi Agung Muhammad SAW menggambarkan rumah yang damai. Rumah yang damai adalah rumah yang penghuninya selalu terbentuk rasa asah, asih dan asuh serta dalam lindungan TuhanNya. Itulah yang ingin dibangun oleh Adi dan Shalehah istrinya. Niatkan kuat itulah yang menjadikan Shalehah harus bangun sebelum subuh menjelang untuk menghadap TuhanNya, menyampaikan seluruh keinginanya, dan segala yang menyangkut kehidupan rumah tangganya. Kemudian iapun menatap subuh dengan gembira. Begitu pula Adi juga harus bangun untuk memanfaatkan subuh itu dalam mendekatnya. Disusul oleh anak-anaknya, pasca semua usai dan tidak lupa mendoakan anaknya yang belajar jauh di Bogor, agar Tuhan melindunginya. Shalehahpun harus segera ke dapur untuk mempersiapka sarapan pagi, sembari mencuci pakaian keluarganya.

Ini dilakukannya setiap hari, bagai mentari yang berjalan dari timur ke barat yang tiada pernah berhenti, dengan harapan semuanya tidak terlamat ketika anaknya harus berangkat ke sekolah, suaminya harus berangkat ke kantor, dan dia sendiripun harus berangkat ke sekolah, karena anak-anak didiknya yang telah setia menunggunya. Sarapan bersama itulah kebiasaan yang dilakukan oleh keluarga Adi, dengan harapan, Ia dapat secara langsung bagaimana anaknya harus berdo’a ketika memulai makan, makan dengan tangan kanan dan duduk, serta tidak berbicara saat makan, lau begitu selesai makan ditutupnya dengan doa.

Usai sarapan pagi, 15 menit adalah waktu yang bagi Shaleha untuk mengingatkan kembali putra-putrinya, sudah selesaikan tugas yang diberikan oleh gurunya, lalu apakah sudah lengkap peralatan sekolah yang akan dibawanya. Tiba-tiba, dengan cepatnya si bungsu bertanya kepada ibunya, Ibuk … Ibuk …, Ibuk memasak setiap hari untuk adik capek dak? Ibuk menyetelika baju adik capek dak? Ibuk marah dak kalau adik kadang jengkelin ibuk? Ngapain ibuk capek-capek masak, nyuci baju adik, baju ayah, baju kakak? Kan ayah juga bisa nyuci dan menyetelika bajunya sendiri?

Pertanyaan yang bertubi-tubi itu, tiba-tiba tanpa terasa air mata Shalehah meleleh. Dijawabnya dengan hati-hati agar si kecil tidak marah, serta tidak bertanya terus. Karena ia tau persis si kecil ini, bila tidak dijawab dengan jelas, ia akan terus bertanya dan bertanya. Ya terkadang ya capek dik? Tapi ini kan sudah menjadi kewajiban ibu. Inilah yang membuat capeknya ibu cepat hilang. Apalagi kalau adik pinter, adik belajarnya rajin, adik shalatnya rajin, adik rajin bangun pagi, adik selalu nuruti nasehat ibu dan ayahmu. O Gitu ya buk. Sambil mengusap mata ibuk dengan kerudungnya, si kecilpun menjawab Makasih banyak ya buk, moga ibu mendapat balasan dari Allah, dan ibuk dapat hadiah surge nanti (sambil mngendong tasnya) dan mengajak kakakya cepat berangkat sekolah. Kak! Ayo kak nati terlambat lo! Kakaknyapun segera menggendong tasnya untuk segera berangkat sekolah.

Sebelum menggonceng sepeda motor ayahnya, keduanya bersalaman sambil mengucapkan salam, disusul ayahnya, sambil mengecup kening istrinya, ayahnyapun mengucapkan salam. Assalaamu’alaikum! Walaikum salam, jawab istrinya. Emil dan Aya bersama ayahnya berangkat sekolah pada pukul 06.15 menit. Ini dilakukan karena jalanan setiap pagi cukup padat, jika terlambat sebentar saja tentu akan terlambat. Lebih-lebih bila ada kereta lewat di jam itu, tentu butuh waktu untuk menenati portal yang ditutup.

Selepas mengantarkan anaknya ke sekolah, dan setelah membalas salam anak-anaknya, Adipun segera mluncur ke sekolah karena harus melakukan kewajibannya sebagai abdi Negara yang dipercaya untuk mendidik anak-anak di madrasah. Pukul 07.45 menit Adipun telah sampai ke Madrasah dan segera bersalaman dengan anak didiknya, sebagai kebiayaan di madrasah itu sebelum masuk ke kelasnya masing-masing.

Why? Mengapa anak-anak kita harus kita biasakan dengan yang baik-baik? Bagi keluarga Adi kebiasaan baik akan lebih memberikan arti dan makna bagi kehidupan anak-anaknya, melebihi pengetahuannya. Apa artinya anak-anaknya cerdas, tetapi prilakunya kurang. Baginya, prilakulah yang kemudian akan mampu mendorong anak disiplin, tanggungjawab, menghargai orang lain, menta’ati aturan, mematuhi perintah Bapak dan ibu gurunya. Dan dengan kebiasaan yang baik itulah, maka anak-anaknya akan secara tidak langsung meningkat pengetahuaanya. Ingat betul wejangan (nasehat) Kyainya (gurunya) dulu ketika ia belajar “ ta’limul Muta’alim”, (kitab ahlaq terhadap guru). Santri kudu andhap ashor marang Kyai Gus, nek kepengin ilmumu sesuk barokah (Siswa harus menghormati gurunya, agar kelak ilmunya bermanfaat). Itulah yang ditanamkan Adi pada anak-anaknya dan anak didiknya.

Adi dan shaleha pun membiasakan anak-anaknya untuk berganti pakaian dulu, mandi dulu, sebelum kemudian bermain atau istirahat. Selepas semuanya usai, keluarga inipun memberikan kesempatan anak-anaknya untuk bermain atau sekedar nonton TV untuk beberapa saat. Keluarga Adi hanya memberikan kesempatan anak-anaknya nonton TV paling lama 1 jam. Adi sedikitpun tanpa ada niatkan untuk mengekang kebebasan anak-anaknya, Ini ia lakukan karena dalam persepsinya TV di negaranya (maaf: Indonesia) lebih banyak memberikan sesuatu yang bersifat hiburan, bahkan hiburanpun terkadang sangat tidak mendidik, betapa tidak! Kadangkala senetron menampilkan anak-anak seusia SD di suatu sekolah berkelahi, membohongi gurunya, suka pada lawan jenis, yang mestinya belum cocok untk seusia anaknya. Karenanya ia selalu mendampingi putra-putrinya saat menonoton TV.

Selepas nonton TV, anak-anakpun harus dibiasakan tanggung jawab dengan shalat jamaah di mushola dekat rumah. Lalu makan malam, kemudian belajar dan mempersiapkan peralatan sekolah. Adi dan Shalehapun harus mendampingi anak-anak belajar, barangkali anak-anaknya harus mempertanyakan bila ada kesulitan dalam menjalankan tugas-tugas sekolah.

Kesempatan berkumpul ini pulalah yang digunakan oleh orang tua Emil dan Aya untuk bercengkerama, berdialog, membangun pribadi dan ahlaq anak-anaknya, sambil membaca perpustakaan yang ada di ruang yang sengaja difungsikan untuk Perpustakaan pribadi, sekaligus jika sore hari dibuka agar anak-anak dilingkungannya memiliki kebiasaan membaca, menyukai buku, menyukai ilmu pengetahuan, yang telah dibiasakan kepada anak-anaknya.

Selepas Shalat Isya’ anak-anaknyapun harus segera istirahat dan tidur, setelah dirasa dan dipastikan anak-anak usai melaksanakan tugas dari sekolah, dan peralatan sekolahnya. Maka Shaleha dan Adipun harus berkorban untuk tidak nonton TV, kecuali hari libur sekolah, karena baginya keteladaan lebih memberikan arti dari pada ucapan yang diulang-ulang, Dan iapun berniat menjadi rumah bagaikan surga, atau merencanakan dan membangun surga di rumahnya. Ridallah, semoga Allah meridloi (m.yazid mar’i).

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post