Nanda Evawandry, M.Pd.

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Gelar Terakhir

Gelar Terakhir

Setelah menamatkan SMA, tentu yang akan jadi beban pemikiran selanjutnya adalah, akan kuliah dimana? Rata-rata, hampir semua orang berkeinginan kuliah di unversitas ternama. Ujung-ujungnya untuk mengejar gelar sarjana yang ditulis di belakang nama.

Bahkan, tidak hanya cukup dengan satu gelar saja. Dikejar terus, hingga sampai dua, tiga gelar lagi. Tidak cukup hanya di belakang nama, muncul lagi usaha "memburu" tambahannya. Lengkap sudah, bertambah pula dua gelar lagi di depan nama.

Sesunguhnya, gelar-gelar yang telah memagari dari depan dan belakang nama itu, hanyalah gelar duniawi saja. Tidak ada jeleknya, kalau sudah memilikinya, itu bagus malah. Bahkan, hebat menurut saya. Bukan berarti yang tidak mempunyai gelar, bukan orang hebat. Bagi saya, yang paling hebat itu, jika kita dapat menggabungkan dua gelar sekaligus pada nama kita, yaitu gelar duniawi dan akhirati.

Gelar duniawi sudah saya bicarakan sebelumnya. Tinggal gelar akhirati yang belum kita bahas. Sebelum dilanjutkan, saya perlu sampaikan, saya bukan ahli pikir, ahli ilmu agama, ahli sains, ahli bahasa, saya hanyalah seorang guru bahasa. Jadi, saya cuma ingin menyampaikan suatu analisis dari kaca mata seorang guru bahasa.

Menurut saya, dari sekian banyaknya gelar duniawi, gelar tertinggi adalah gelar akhirati. Gelar akhirati itu adalah "haji atau hajah" yang ditulis di depan nama. H. atau Hj., uih...! Itu hal yang luar biasa bagi saya. Sebuah kesempurnaan dari harmoni sebuah nama.Hal ini yang sering membuat saya "cemburu" kepada teman-teman, yang sudah mendapatkan gelar tertinggi tersebut.

Banyak dari kita yang belum berkesempatan memperoleh gelar tertinggi tersebut. Usaha untuk mendapatkan gelar itu pun sangat bervariasi. Ada yang melalui perjuangan berat menabung sepanjang hidup dan ada yang mudah saja untuk mencapainya. Sulit atau mudah, tetap saja akan berhadapan dengan "hawa nafsu", menjadi berat juga akhirnya.

Perang melawan hawa nafsu lebih berat ketimbang menaklukan diktat tebal yang berbahasa Inggris misalnya. Atau, merontokkan dalil, aksioma, dan teori yang membuat rambut keriting sekalipun. Melawan hawa nafsu, lebih dari itu, karena melawan sesuatu yang tidak berwujud.

Maka, berbahagialah, bagi kita yang sudah memperoleh kedua gelar tersebut. Saya belum. Saya masih dalam perjuangan "perang" dengan makhluk tak berwujud yang disebut "hawa nafsu" itu. Sebelum peringkat almarhum dan almarhumah datang, saya berharap, bisa memperoleh gelar tertinggi tersebut. Aamiin.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post