Nanda Evawandry, M.Pd.

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Mushband vs Kurband (Catatan Perjalanan)
Ruang tunggu pintu B2

Mushband vs Kurband (Catatan Perjalanan)

Jika Bundo Yasmi mencatat sejarah di mushala bandara, maka saya patut mencatat sejarah pula di kursi bandara. Beda kisah, tetapi intinya "terlantar" di bandara Soeta.

Ceritanya, saya bersama rekan bertandang ke kota Pahlawan untuk mengikuti bimtek Penulisan Buku Teks K13. Bimtek yang bertepatan dengan long weekend hari raya Imlek. Sudah bisa dikira-kira, harga tiket pastilah merobek kantong untuk saya kelas ekonomi ini. Namun, karena tekad baja (bukan satria baja hitam) tetap saja harga tiket mahal terkalahkan oleh semangat 45 tadi.

Berangkatlah saya bersama empat rekan dari Padang di hari Kamis 15 Februari, lebih awal dari jadwal bimtek. Dengan moto sekali merangkuh dayung, dua, tiga, pulau terlewati, saya dan rekan wisata dadakan menuju Batu, Malang. Nyambi ceritanya alias aji mumpung, mumpung belum pernah ke sana, mumpung lagi di Surabaya juga.

Sabtu, 17 Februari, bimtek dimulai. Sejak pagi hingga waktu ashar (waktu Surabaya), barulah tersadar kalau tiket kereta yang dipesan rekan saya salah tanggal keberangkatannya. Diantara kami berempat, hanya satu rekan saya yang betul tanggal tiketnya, yakni 17 Februari pukul 21.00. Sementara pada tiket saya dan dua rekan lainnya tertulis 7 Februari. Sudah pasti tiket saya yang dipesan lewat teman tersebut sudah hangus.

Saya pesan Grab, saya nekad pergi ke Pasar Turi, stasiun kereta. Saya tanya pada petugas, masih adakah tiket malam ini untuk ke Jakarta? Yah... saya terlambat 30 menit, kereta Serambi baru saja berangkat, padahal bisa untuk empat orang. saya terlambat ke stasiun, karena menunggu tiga rekan saya lain, yang masih santai.

Saya tak bisa tenang sebelum tiket saya dapatkan. Sebab, jika tidak berangkat malam itu, saya bingung mau tidur di mana? Apalagi tiket pesawat dan kereta penuh semua, Kecuali Garuda kisaran 2 juta sampai 4 juta. Halah...tiket 500 ribu saja sudah mikir tujuh keliling saya, sebab sebelum berangkat saya sudah atur pos pengeluaran.

Petugas bilang, "Ibu liat pengumuman lewat televisi stasiun atau nanya ke informasi. Saya duduk menunggu dengan kesedihan luar biasa Sebab budged saya harus nambah. Rencana untuk mampir di Tanah Abang dan Mangga Dua buyar karena budged saya bertambah untuk beli kembali tiket kereta.

Akhirnya saya memperoleh 1 tiket dengan Argo Bromo Anggrek 485 ribu. Mau tak mau harus saya ambil, niat yang semula mau irit ambil kelas ekonomi, akhirnya terpaksa ambil kelas eksekutif. Apa boleh buat, dari pada lebih besar merobek kantong. Jika tak berangkat takut lagi tiket Lion Jakarta-Padang ikutan hangus pula. Dua rekan saya yang lain naik mobil ke Jakarta, saya tak kuat, itu kan jauh dan lama banget.

Pukul 20.00 kereta yang saya tumpangi berangkat, beruntung ketemu Bundo Yasmi dan rombongan Agam. Jadilah sedikit mengobati kesedihan saya. Perjalanan Surabaya-Jakarta yang saya isi dengan tidur. Pukul 05.05 saya dan rombongan Bundo Yasmi sampai di stasiun Gambir. Rombongan berpencar di stasiun Gambir tersebut. Saya, Bundo Yasmi, dan Bu Rawasah lanjut naik grab ke bandara. Pukul 06.10 kami sudah berada di bandara. Ternyata kami beda terminal, saya di teriminal 1B sedangak Bundo Yasmi di termunal 2F. Berpisahlah kami jadinya.

Saya coba ke "custumer service" Lion, menanyakan apa tiket saya bisa dimajukan berangkatnya. Karena penerbangan pada long weekkend ini penuh, saya tak bisa refund tiket. Mulailah kisah kurband saya dimulai.

Saya masuk ke toilet bandara, bersih-bersih badan dan ganti kostum. Setelah selesai, segera masuk ke dalam bandara, check in, dan langsung menuju ruang tunggu. Pagi terasa dingin sekali apalagi karena selesai hujan. Saya kedinginan. Saya cari minuman hangat di ruang tunggu B2. Alhamdulillah, teh hangat sedikit membuat tubuh saya nyaman. Rasa kantuk mengusik. Saya menemukan kursi yang sedikit empuk untuk ditiduri. Akhirnya aku terlelap di kursi ruang tunggu B2. Kursi yang dilapisi busa tipis berwarna hitam. Lumayanlah, bisa menghapus kantuk.

Saya terbangun ketika azan zuhur berkumandang. Segera saja saya melangkah ke musala untuk salat zuhur. Masih dalam "ketelantaran" di bandara, saya menunggu jadwal keberangkatan ke Padang dengan Lion pukul 18.55. Semoga saja tidak delay. Jika iya, lengkaplah kisah "terlantar" saya di bandara Soeta ini. Saya tak ingin "menyaingi" Bundo Yasmi dengan kisah Mushband-nya (seperti lomba saja ya, Bund). Biar Bundo Yasmi saja membukukan sejarahnya. Saya cukup menuliskan cerita saya di sini.

Terminal B1 Bandara Soeta

Di kursi bandara pintu B2

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post