Nani Sulyani

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Dikacangin

Pernah dicuekin teman? Bahasa gaulnya 'dikacangin'. Artinya dicuekin, dianggap tak ada, dilewat.

Bagaimana rasanya? Pasti sebal bukan kepalang. Gondok, mangkel.

Apa sih salah saya? Kok tega ya? Padahal di sekolah hampir setiap hari kami bergaul, bercengkrama, ketawa-ketiwi, ngobrol, diskusi, dan sering makan bareng saling mencicipi makanan yang dibawa dari rumah.

Tiba-tba suatu hari, foto-foto bukber mereka tayang di sosmed, tanpa ada saya di situ. Ya, mereka berdelapan tanpa saya. Jangankan mengajak, memberi tahu punya acara bukber pun enggak.

Damn! Menyebalkan.

Memangnya saya tak mampu bayar makanan di resto itu? Memangnya saya merepotkan mereka karena miskin? Memangnya saya berhutang pada mereka? Padahal saya yang sering mentraktir mereka, sering membawakan makanan untuk mereka, memberi oleh-oleh jika saya bepergian ke luar kota. Ada seratus pertanyaan berikutnya yang seliweran di kepala saya.

Introspeksi ceritanya, tapi sesungguhnya bukan. Saya sedang menumpahkan kekesalan dan ketidakpercayaan mengapa peristiwa ini menimpa saya.

Tebak apa yang terjadi esok harinya? Iyalaah, saya jualan bekicot di bibir saya. Alias manyun atau cemberut all the time.

Mungkin anda tak tahu bahwa saya punya kekurangan, bolehlah diistilahkan 'penyakit'. Pada saat dilanda badmood, maka sebagian besar tugas saya kerjakan dengan asal-asalan.

Beuh! Rugi kan?

Untungnya, waktu itu saya mendengarkan tausiah 'Mamah Dedeh', bahwa soal ujian dalam ketulusan dan keikhlasan itu banyak ragamnya, termasuk di dalamnya ujian bersilaturahmi.

Jika kita selalu mencari jawaban dari pertanyaan 'mengapa' demikian, maka kita selalu diarahkan untuk mendapati kambing hitam sebagai tumbal. Sebagai kambing hitamnya, kalau tidak dia, mereka, pasti saya.

Akhirnya akan kembali: saya yang bertanya, tetapi saya yang kemudian tertembak. Saya akan menyalahkan diri sendiri.

Memang betul, introspeksi itu perlu, asal didasari dengan pikiran yang jernih dan sikap legowo/jembar. Introspeksi yang bertujuan untuk meningkatkan kearifan diri. Siapa tahu mereka enggan berdekatan dengan saya, karena saya bau badan atau bau mulut #eh 😊.

Intinya, kita memang dianjurkan bersilaturahmi. Tetapi jangan lupa, silaturahmi sejatinya dilandasi dengan ketulusan dan keikhlasan tanpa bermaksud saling merugikan.

Dewasa ini, dengan kecanggihan teknologi, silaturahmi tidak selalu harus bertatap muka secara langsung. Kita bahkan boleh memilih jejaring silaturahmi yang bertujuan untuk saling mengembangkan diri dan memotivasi.

Bukankiah saat ini kita sedang berada di dalamnya?

Salam jumat, mengharap sepenuh berkah.

Langit Lembang, 090617

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Dahsyat

09 Jun
Balas

Tumben komennya pendek Leck

09 Jun

Keren Bu Nani Saya jadi dapat istilah baru " dikacangin'.Saya juga pernah mengalami itu,menyebalkan memang,tapi...egp sajalah...

09 Jun
Balas

Haha...itu istilah yang dipake anak-anak, bu. Bahasa gaul.

09 Jun

Abaikan saja bu. Masih banyak teman guru-guru hebat dari gurusiana.id kok.

09 Jun
Balas

Hihii..iya dong pastinya..met jumat mas Yudha

09 Jun

tulisan ibu keren keren....

09 Jun
Balas

Makasih say

09 Jun



search

New Post