Tradisi Qunutan 15 Ramadhan di Tandai Dengan Ketupat dan Lepet
#Tantangangurusiana Menulis hari ke 86 ( 8 Mei 2020 )
Pada setiap malam ke 15 Ramadhan semua warga dilingkugan saya selalu melakukan tradisi yang sudah turun temurun dilakukan. Yaitu sebuah tradisi unik untuk membuat ketupat dan lepet. Tradisi ini selalu dilaksanakan dengan semangat oleh para warga setiap tahunnya tepat disaat Ramadhan di hari ke 15. Biasanya kulit ketupat dan lepetnya sengaja dibuat sendiri dan masaknyapun juga dilakukan sendiri.
Tapi ada juga sebagian warga yang membeli ketupat dan lepetnya yang sudah matengnya. Selain menyiapkan ketupat dan lepet warga juga di hari ke 15 Ramadhan ada yang memasak opor ayam, atau masak daging sebagai lauknya. Untuk sayurnya biasanya sayur santen kulit tangkil dan sambel goreng kentang, tapi untuk menu masakan biasanya tergantung selera masing masing untuk teman makan ketupatnya.
Melihat dari kebutuhan yang diperlukan untuk menyambut 15 Ramadhan. Tentunya ada beberapa pedagang yang pastinya meraup keuntungan yang banyak dari para pembeli, diantarannya para pedagang Ayam Kampung, atau ayam negri, pedagang daging sapi , pedagang sayuran, pedagang tempurung ketupat dan lepet yang sudah jadi, dan pedagang kelapa, serta pedagang janur kelapa. Karena para pedagang tersebut pastinya diserbu para pembeli, dan ini merupakan berkah ramadhan bagi mereka.
Tradisi qunutan adalah salah satu cara masyarakat mensyukuri telah melewati paruh pertama Ramadan. Tradisi yang digelar setiap 15 Ramadan itu, biasanya masyarakat membuat ketupat dan lepet, bersama opor ayam atau sayur kulit tangkil dan sambel kentang goreng. Dari sinilah sebagian masyarakat, ada yang menyebut qunutan dengan sebutan kupatan.
Sebab, 15 hari yang terakhir bulan Ramadan akan banyak sekali godaan yang dialami oleh umat Islam dalam berpuasa. Sehingga, diharapkan umat Islam tetap kuat dalam beribadah puasa meskipun berat dan banyak godaan.
Dalam tradisi qunutan atau kupat qunutan, biasanya masyarakat membawa ketupat dan lepet yang sudah matang ke masjid menjelang Salat Tarawih. Dan kemudian melakukan riungan (pembacaan doa) oleh jemaah usai Salat Tarawih. Uniknya, yang dibawa bukan hanya ketupat, dan lepet, tetapi juga lengkap dengan sayur dan lauk pauk lainnya.
Dengan bersedekah berupa makanan tersebut. Masyarakat berharap bisa menjalani puasa yang tersisa tanpa ada hambatan. “Harapannya tentu ingin meraih malam lailatul qadar yang ada pada penghujung Ramadan. Selain itu, tradisi tersebut juga sebagai bentuk rasa syukur umat muslim karena berhasil menjalani separuh Ramadhan. “Mudah mudahan tradisi ini bisa tetap berlangsung, dan tidak tergerus oleh zaman meskipun sekarang zaman era globalisasi atau era modern,”
Demikian tulisanku hari ini semoga bermanfaat dan Salam Literasi
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Harus dilestarikan tradisi seperti itu agar generasi penerus tahu bahwa Indonesia kaya akan tradisi....salam literasi Bu Nani
Betul sekali pa terimakasih sudah berkunjung diblog saya salam literasi
Wak enak nian... Bisa dibawa ke Sumatera makanan itu ibuk?
Boleh bund rasanya maknyuss pokoke hehee salam kenal yaa bund dari saya di Cilegon
Kren bu...kearifan lokal yg perlu dilestarikan....kalo ktupat aku tahu...tp kalo Lepet itu jenisx gmn bu...jd mo nyoba nih....slm knal dr aku di Soppeng SulSel
Kalau lepet bentuk nya lebih kecil dari ketupat dan cocoknya dimakan dengan sambal kacang atau pake ampas kelapa pa
Salam kenal juga ya pa dari cilegon
Pesan moralnya menitikberatkan pada sedekah ya..bucan. aku g pernah beli. Buat jg enggak . Gak bisa. Iuran uangnya aja..he he
Dimaklumi bund karena tempat tinggal bunda yang beraneka ragam penduduk nya yang rata rata pendatang semua
Haduh Buu saya rindu dengan sayur santan kulit tangkil...
Betul bund sayur ini suka bikin kangen heheee