Nazaruddin S.PdI

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

PERAN KELUARGA DALAM MENYUKSESKAN PENDIDIKAN DAN KARAKTER ANAK DI ERA MILLENIAL

Peran Keluarga dalam Menyukseskan Pendidikan dan Karakter Anak di Era Millenial

Oleh : NAZARUDDIN S.PdI Email: [email protected]

Abstrak

Artikel ini mendeskripsikan tentang peran keluarga dalam menyukseskan pendidikan dan karakter anak di era millenial. Mengingat di era millenial ini teknologi semakin canggih sehingga anak perlu pengawasan yang intensif dari orang tua. Beberapa peran keluarga yang dapat dilakukan antara lain: (1) Mengatur waktu belajar dari pukul 18.00 hingga 21.00 WIB; (2) Mengatur waktu bermain anak hanya satu hingga dua jam per hari; (3) Orang tua tetap mengontrol dan mengatur waktu belajar anak via telepon; (4) Membimbing anak ketika di rumah selain mengingatkan anak untuk belajar, juga saat mereka bermain atau menonton TV. Pembentukan karakter bagi anak harus meliputi tiga aspek perkembangan, yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Untuk memenuhi ketiga aspek tersebut, pembentukan karakter anak dapat dilakukan dengan memberikan tiga sentuhan, yaitu dengan keteladanan, kasih sayang dan perhatian. Pendidikan dan pembentukan karakter anak tidak luput dari pola asuh orang tua. Pola asuh orang tua yang ideal adalah pola asuh demokratis karena terjadi komunikasi dua arah antara orang tua dengan anak sehingga secara otomatis terjadi kesepakatan dalam setiap pengambilan keputusan.

Kata Kunci: Orang tua, anak, pendidikan, karakter,Millenial

Pendahuluan

Pendidikan adalah salah satu kontrol sosial yang sangat penting dalam masyarakat. Pendidikan yang bersifat akademik akan menentukan tingkat intelektual seseorang dalam lingkungannya yang kemudian keahliannya akan diterapkan di bidangnya masing-masing. Sedangkan pendidikan karakter menentukan perilaku seseorang berjalan sesuai norma-norma yang berlaku di masyarakat yaitu norma kesusilaan, norma agama, norma hukum dan norma kesopanan. Meskipun pendidikan yang paling utama adalah pendidikan moral, pendidikan akademik (dalam hal ini adalah sekolah) pun perlu diperhatikan dan dilaksanakan secara optimal, mengingat hampir semua orang pernah melalui masa sekolah dasar hingga menengah.

Di era Millenial seperti sekarang ini, semua orang sibuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Maka, tidak sedikit orang tua yang justru melimpahkan seluruh tanggung jawab pendidikan anaknya kepada pihak sekolah/madrasah. Padahal, keluarga merupakan media pendidikan yang paling pertama dan utama bagi seorang anak.

Seperti halnya sekolah, keluarga juga merupakan tempat belajar bagi anak-anak bahkan awal pendidikan sebenar nya berada pada pihak keluarga. Dari sejak lahir hingga dewasa, mereka akan belajar dan mendapatkan pendidikan di “sekolah keluarga” dimana orang tua dan anggota keluarga yang lain menjadi guru-gurunya.

Penguatan peran keluarga dalam pendidikan anak menjadi hal yang sangat penting, karena keluarga dapat mengajarkan hal-hal yang tidak anak dapatkan di sekolah/madrasah. Pendidikan dalam “sekolah keluarga” ini harus dilakukan secara baik dan maksimal, karena masa anak-anak adalah masa membangun pondasi yang kuat untuk membangun karakter dan menopang ilmu anak hingga dewasa kelak. Seperti yang telah diungkapkan di atas, anak-anak memerlukan perhatian yang ekstra dari semua pihak. Pihak-pihak utama yang di maksud di sini adalah pemerintah, sekolah, dan khususnya keluarga. Semua pihak tersebut harus menjalankan peran dan fungsi nya masing masing agar menciptakan sistem pendidikan yang baik. Dalam hal ini, keluarga mempunyai peran besar, karena lagi-lagi keluarga merupakan orang terdekat dan lingkungan utama bagi anak-anak. Keluarga yang harmonis dapat memberikan pelajaran mengenai tanggung jawab, kejujuran, kemandirian, kedisiplinan dan sebagainya.

Saat ini Tidak sedikit orang tua yang acuh akan rencana pendidikan anak-anaknya. Tidak sedikit pula orang tua yang terlalu memaksakan kehendak mereka mengenai pilihan pendidikan anak dijenjang yang lebih tinggi.

Tidak ada nya demokrasi dalam keluarga,tidak terbangun nya komunikasi dua arah di dalam keluarga ,sehingga jika hal tersebut masih di pertahankan akan mengancam pola hubungan yang baik antara orang tua dan anak Contohnya, setelah Tamat dari SMP/Mts ada anak yang ingin melanjutkan pendidikannya di SMA, akan tetapi orang tua anak tersebut memaksakan anaknya untuk sekolah di SMK . Akhirnya anak tersebut sekolah dengan terpaksa dan tidak sungguh-sungguh. Pada akhirnya, ia tidak dapat melewati jenjang pendidikan tingkat menengah tersebut dengan baik dan berujung depresi. Hal tersebutlah yang melatabelakangi penulis untuk membahas tentang bagaimana peran keluarga untuk dapat menyukseskan pendidikan dan membentuk karakter anak di Era Millenial seperti saat ini.

Definisi Pendidikan

Menurut UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 pengertian Pendidikan adalah sebuah usaha yang di lakukan secara sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, membangun kepribadian, pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.

Fungsi-Fungsi pokok Keluarga

Fungsi-fungsi keluarga merupakan suatu hal yang sangat melekat yang tidak dapat di pisahkan dalam kehidupan masyarakat. Fungsi-fungsi dalam keluarga sangat menentukan terhadap keberlangsungan kehidupan keluarga. Pada dasarnya keluarga memiliki fungsi-fungsi yang sangat penting dan tidak dapat digantikan oleh siapapun. Berbeda dengan fungsi-fungsi yang lain seperti fungsi sosial lebih mudah berubah atau mengalami perubahan (Khoiruddin, 2008:48). Menurut Narwoko dan Suyanto (2011:234), Fungsi keluarga yang lebih pokok meliputi:

1. Fungsi Pengaturan Keturunan

Fungsi pengaturan keturunan dalam masyarakat merupakan hakikat untuk melangsungkan hidup manusia dan sebagai dasar kehidupan sosial dan bukan hanya kebutuhan biologis saja. Fungsi ini lebih didasarkan pada pertimbangan misalanya melanjutkan keturunan yang bertujuan sebagai pewaris tahta atau harta dari keluarga serta pengasuhan pada hari tua. Fungsi biologis atau pengaturan keturunan ini juga mengalami perubahan, karena keluarga sekarang cenderung lebih mempunyai jumlah anak yang lebih sedikit (Khoiruddin, 2008:48)

2. Fungsi Sosialisasi dan Pendidikan

Fungsi sosialisasi dan pendidikan merujuk pada peranan keluarga dalam membentuk kepribadian anak. Sosialisasi ini bisa melalui interaksi sosial dalam keluarga, dimana anak akan belajar berbagai pola tingkah laku, sikap, keyakinan, cita-cita, dan nilai atau norma dalam masyarakat dalam proses perkembangan kepribadiaannya (Khoiruddin, 2008:49). Wujud sosialisasi ini agar anak dalam perkembangannya dapat memahami apa yang baik dan apa yang buruk, sehingga membantu anak dalam proses bersosialisasi dalam masyarakat nantinya. Menurut Mac Iver and page (1952), mengatakan “the primary functions”dalam keluarga modern yaitu: (1) Prokreasi dan memperhatikan serta membesarkan anak; (2) Kepuasaan yang lebih stabil dari kebutuhan oleh pasangan; (3) Bagian dari rumah tangga dengan gabungan materialnya, kebudayaan dan afeksi.

3. Fungsi Ekonomi dan Unit Produksi

Dalam fungsi ini keluarga sebagai unit produksi dengan pembagian kerja di antara anggotanya. Sehingga mengakibatkan keluarga bertindak dalam pelaksanaan unit produksi yang tertata. Hal ini akan menimbulkan keterlibatan di semua agggota keluarga, sehingga peran suami selain kepala rumah tangga juga sebagai kepala produksi.

4. Fungsi Pelindung atau Proteksi

Fungsi perlindungan dalam keluarga sebagai tempat berlindung dan bertumpu seluruh anggotanya dalam dari berbagai macam bahaya yanmg mengancam, umumnya fungsi ini sekarang lebih di ambil alih oleh instansi Negara.

5. Fungsi Penerus Status

Keluarga sebagai penerus status yang mewariskan pada anggota keluarganya. Dimana hak istimewa ini bisa didapat melalui jenjang pendidikan, perkawinan, atau hak-hak istimewa lain.

6. Fungsi Pemeliharaan

Fungsi pemeliharaan ini sebagai fungsi yang memelihara anggota keluarga yang sakit, menderita, dan tua. Dalam setiap masyarakat berbeda akan tetapi keluarga memang menjadi pertanggung jawaban khusus dalam situasi dan kondisi disetiap anggotanya.

7. Fungsi Afeksi

Fungsi afeksi dalam keluarga merupakan kebutuhan dasar setiap manusia, seperti kebutuhan kasih sayang, dan rasa dicintai. Sehingga hubungan keluarga semakin kuat dan baik.

Pembahasan

A. Peran Keluarga dalam Menyukseskan Pendidikan Anak

Pendidikan dalam bahasa Inggris disebut dengan education yang berarti Pembelajaran,pengetahuan,keterampilan dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi kegenerasi berikut nya melalui pengajaran,pelatihan dan penelitian. Sedangkan dalam konsep Islam, pendidikan adalah sebuah usaha sadar orang-orang muslim yang bertakwa dalam mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta kemampuan fitrah yang dimiliki individu sesuai dengan ajaran Islam (Muhammad Afandi, 2016:15). Selanjutnya dalam Undang-Undang juga disebutkan bahwa pendidikan adalah “Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003, 2012:2).

Mengontrol dan mengatur waktu belajar anak di era digital seperti sekarang ini dirasa cukup sulit bagi orang tua, rasanya anak-anak lebih tertarik dengan gadget-nya. Mereka bisa menghabiskan sepanjang hari hanya untuk bermain games atau menonton TV. Sebaiknya orang tua dapat mengingatkan dan mengatur waktu belajar anak. Misalnya dapat dilakukan dengan cara mengatur waktu belajar dari pukul 18.00 hingga 21

.00 , atau mengatur waktu bermain anak hanya satu hingga dua jam per hari. Apabila kedua orang tua bekerja, mereka bisa tetap mengontrol dan mengatur waktu belajar anak via telepon. Membimbing anak ketika di rumah selain mengingatkan anak untuk belajar, ketika anak belajar pun orang tua sebaiknya membimbing dan mengawasi. Membimbing bukan berarti mengerjakan PR anak sepenuhnya. Bimbingan orang tua juga diperlukan saat mereka bermain. Misalnya saja ketika anak menonton TV, sebagian program TV kurang bahkan tidak mendidik. Langkah yang perlu dilakukan oleh orang tua memang tidak menghentikan program TV tersebut, melainkan mengontrol tayangan yang seharusnya dan layak ditonton oleh anak-anak.

Terkait dengan rencana pendidikan anak sebaiknya didiskusikan langsung dengan anak, dan diarahkan serta dibimbing dengan baik. Membangun komunikasi yang baik dengan pihak sekolah/madrasah . Orang tua juga harus memberikan pengertian kepada peraturan sekolah/madrasah karena sesungguhnya peraturan yang dibuat di sekolah/madrasah semata-mata hanya untuk kebaikan peserta didik itu sendiri. Namun tetap saja, pengawasan orang tua juga dibutuhkan untuk memastikan peraturan sekolah/madrasah tidak menyimpang. Untuk itu, dibutuhkan komunikasi yang baik antara orang tua dan pihak sekolah/madrasah. Sehingga orang tua bisa mengevaluasi bagaimana perkembangan anak di sekolah/madrasah dan di rumah.

Komunikasi yang dapat dibangun dengan sekolah/madrasah bermacam-macam, misalnya menghadiri pertemuan orang tua siswa yang diadakan sekolah/madrasah, mengambil laporan hasil belajar secara langsung, menanyakan perkembangan anak di sekolah/madrasah, dan sebagainya.

B. Peran Keluarga dalam Membangun Karakter Anak

Istilah karakter merupakan sebuah kata sifat, dalam bahasa Yunani disebut karaso yang artinya cetak biru atau format dasar (Doni Koesoema, 2011:90). Sedangkan karakter menurut Kamisa, Pengertian Karakter adalah Sifat-sifat kejiwaan,akhlak dan budi pekerti yang dapat membuat seseorang terlihat berbeda dari orang lain. Gaffar dalam Dharma Koesuma (2011:5) berpendapat bahwa penanaman karakter anak merupakan sebuah transformasi nilai-nilai kehidupan untuk ditanamkan dalam pribadi seseorang dan kemudian diaplikasikan dalam kegiatan sehari-hari. Pendidikan karakter menurut Lickona adalah suatu usaha yang di sengaja untuk membantu seseorang sehingga ia dapat memahami,memperhatikan dan melakukan nilai-nilai etika yang inti. Selanjutnya Afandi berpendapat bahwa pendidikan karakter adalah suatu proses secara sadar dan direncanakan untuk membimbing dan menanamkan nilai-nilai luhur kepada peserta didik agar dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari baik kepad Allah, diri sendiri maupun orang lain (Muhamad Afandi, 2016:16). Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa karakter anak merupakan sebuah nilai sikap yang wajib ditanamkan kepada anak sejak usia dini sebagai upaya pembentukan sifat dan akhlak yang mulia sesuai dengan ajaran Islam.

Pendidikan karakter yang disampaikan kepada anak harus meliputi tiga aspek perkembangan, yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Pertama aspek perkembangan kognitif, meliputi kemampuan dalam berfikir, pemahaman ilmu pengetahuan dan teknologi yang sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku. Kedua aspek afektif, meliputi kemampuan dalam bersikap yang ditunjukan dengan kualitas keimanan, akhlak dan budi pekerti yang luhur. Ketiga aspek psikomotorik, yakni meliputi kemampuan anak dalam bertingkah laku, mengembangkan kreatifitas dan keterampilan yang dimiliki anak.

Peran keluarga dalam penanaman karakter anak termasuk pada pendidikan informal. Dalam hal ini keluarga termasuk didalamnya orang tua dan orang-orang dewasa memiliki tanggung jawab peran dan fungsi atas pendidikan dan pembentukan karakter anak. Karakter anak dapat dibentuk melalui keteladanan, kasih sayang, dan perhatian. Adapun penjelasannya sebagai berikut:

a. Keteladanan

Sebagaimana ajaran dari Rasulullah SAW bahwa metode yang paling tepat dalam mendidik anak adalah dengan metode keteladanan atau pencontohan. Seperti peribahasa mengatakan buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Jika orang tua mengajarkan sesuatu hal yang baik, maka anaknya pun akan sama demikian. Begitu juga dengan pepatah mengatakan guru kencing berdiri,murid kencing berlari

b. Kasih Sayang

Kasih sayang yang diberikan kepada anak tidak harus selalu dalam bentuk materi, malainkan kasih sayang bisa diwujudkan dalam bentuk keharmonisan keluarga. Adanya hubungan psikologis yang baik menuntun anak memiliki sifat yang lembut dan taat. Kasih sayang tidak juga diwujudkan dengan cara memenuhi semua keinginan anak tanpa mempertimbangkan dampak dan resiko yang mungkin didapat. Kasih sayang orang tua kepada anak, yang berharga adalah dengan menjalin hubungan psikologis dan emosional yang baik. Dengan demikian karakter anak akan terbentuk dengan baik sesuai dengan fungsi dan tujuan pendidikan karakter.

c. Perhatian

Perhatian merupakan komponen yang sangat dibutuhkan oleh anak. Karena dengan mendapatkan perhatian, anak akan merasa tenang dan terlindungi karena eksistensinya diakui.

Memberikan perhatian kepada anak mendorong anak dalam menumbuhkan rasa pecaya diri yang tinggi,kepatuhan, karena dengan perhatian kewibawaan orang tua lebih muncul dihadapan sang anak. Perhatian diartikan juga sebagai pengawasan bagi anak dalam pergaulannya. Orang tua memberikan pengawasan sewajarnya kepada anak untuk menghindari segala sesuatu merugikan yang mungkin terjadi. Karena pengawasan adalah salah satu bentuk dari perhatian.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa inti dari pembentukan karakter anak tidak lepas dari pola asuh pengasuhan orang tua. Sebagaimana diketahui bahwa secara garis besar terdapat tiga macam pola pengasuhan orang tua (Istina Rakhmawati, 2015:6), meliputi:

1. Pola asuh otoriter

Mendengar istilah otoriter, sudah barang tentu ada unsur pendidikan yang bersifat keras didalamnya. Orang tua dengan pola asuh otoriter cenderung suka mengatur dan memaksakan kehendak pribadinya tanpa memperhatikan kondisi disekitar. Pola asuh seperti ini justru akan membuat anak takut dan dapat berdampak negatif bagi perkembangan psikologis anak. Bisa jadi anak menjadi seorang yang tidak percaya diri, sulit mengendalikan diri dan mudah emosi ketika berinteraksi dengan orang lain.

2. Pola asuh permisif

Lain halnya dengan pola asuh otoriter, pada pola asuh permisif lebih bersifat bebas dan terbuka. Anak diberikan kebebasan untuk memilih apapun yang disukai dan diinginkannya, akan tetapi orang tua kurang memperdulikan perkembangannya. Perkembangan psiko dan sosial anak dengan pengasuhan ini dapat berakibat terbentuknya keegoisan dalam diri anak karena merasa semua kebutuhannya bisa dengan mudah diraih. Sehingga menyebabkan anak kurang memiliki kompetensi sosial.

3. Pola asuh demokratis

Pola asuh yang ketiga merupakan garis tengah dari kedua pola sebelumnya. Pola asuh demokratis, orang tua memberikan keluasan kepada anak dalam memilih namun tidak lepas dari pengawasan dan kontrol orang tua. Dengan adanya komunikasi dua arah antara orang tua dan anak, maka mendorong anak untuk bersikap bijaksana dengan karakter yang baik.

Berdasarkan macam pola pengasuhan di atas, pola pengasuhan yang lebih efektif adalah pola asuh demokratis karena secara tidak langsung telah terjadi kesepakatan antara dua pihak, yakni antara orang tua dengan anak. Di samping itu dengan pola asuh demokratis akan mendukung terhadap pelaksanaan ketiga aspek pembentukan karakter anak sebelumnya, yaitu keteladanan, kasih sayang dan perhatian.

Endah (2012:30-31) dalam Afandi merumuskan tentang nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan karakter berdasarkan dari empat sumber yaitu agama, pancasila, budaya dan tujuan pendidikan nasional. Adapun beberapa pengembangan nilai-nilai karakter tersebut adalah:

No.

Nilai

Indikator

1.

Nilai Religius

Nilai kepatuhan terhadap ajaran agama yang dianutnya serta memiliki rasa toleransi kepada penganut agama lain.

2.

Jujur

Berupaya menjadi seorang yang dapat dipercaya baik dalam perkataan dan tindakannya.

3.

Toleransi

Mampu menjadi pribadi yang netral dan menghargai segala perbedaan baik etnis, agama, ras, suku, sikap, dan tindakan orang lain.

4.

Disiplin

Menempatkan diri sesuai dengan aturannya, bersikap tertib dan taat.

5.

Kerja Keras

Menjadi seorang yang mampu bertahan dalam menghadapi kesulitan belajar hingga dapat menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.

6.

Kreatif

Mampu berpikir secara kompleks untuk mendapatkan hasil yang baru dari sesuatu yang telah dimiliki.

7.

Mandiri

Tidak bergantung kepada orang lain. Memiliki keinginan untuk selalu bergerak sendiri dalam menyelesaikan suatu pekerjaan atau tugas.

8.

Demokratis

Mampu berpikir, bersikap dan bertindak sesuai dengan hak dan kewajiban masing-masing.

9.

Rasa ingin tahu

Selalu merasa kurang dengan pengetahuan yang dimiliki, sehingga menuntut agar mampu berpikir lebih luas.

10.

Semangat Kebangsaan

Pola pikir dan bertindak yang menempatkan kepentingan negara diatas kepentingan sendiri.

11.

Cinta tanah air

Pola pikir dan bertindak yang menunjukan kesetiaan dan kecintaan terhadap lingkungan, budaya, sosial.

12.

Komunikatif

Mudah bergaul dan bekerjasama dengan orang lain.

13

Tanggung jawab

Mampu melaksanakan tugas dan kewajiban yang seharusnya dilakukan, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, maupun negara.

Sedangkan menurut para ahli bahwa ada 10 tips pola asuh modern untuk orang tua zaman now yang penulis temukan di LampuHijau.com

1.Batasi memegang gadget saat bersama anak

2.Hadir untuk anak

3.Merawat Diri

4.Jangan terlalu menyibukkan anak

5. Mendengarkan anak dengan sungguh

6.Berhenti mengejar kesempurnaan

7.Berhenti melakukan semua untuk mereka

8.Lakukan Aktifitas dengan anak

9.Bicara Jujur tentang topik besar

10.Berikan Contoh yang Baik

https://lampuhijau.com/berita/10-tips-pola-asuh-modern-untuk-orang-tua-jaman-now-1538.php

Sedangkan menurut Psikolog dan pendiri yayasan Kita dan Buah Hati Elly Risman membagikan 7 tips cara mengasuh anak di era digital :

1. Tanggung jawab Penuh

2. Kedekatan

3. Harus jelas tujuan pengasuhan

4. Bicara Baik-baik

5. Mengajarkan nilai-nilai agama

6. Persiapkan anak memasuki usia pubertas

7.Persiapkan anak masuk era digital

https://m.detik.com/wolipop/read/2016/05/27/tips-pengasuhan-anak-di-era-digital-dari-psikolog-elly-risman

Simpulan

Manusia merupakan makhluk Allah SWT yang dibekali potensi luar biasa untuk dikembangkan. Pengembangan potensi tersebut dimulai dari pendidikan yang merupakan proses transfer ilmu dan pengetahuan. Orang tua merupakan madrasah pertama dan utama bagi anak. Oleh karena itu orang tua memiliki tanggung jawab penuh atas perkembangan potensi anak. Selanjutnya melalui pendidikan, orang tua turut berperan dalam pembentukan karakter anak.

Keluarga turut serta dalam menyukseskan pendidikan anak. Mengingat di era millenial ini teknologi semakin canggih, maka menjadi tugas tambahan bagi orang tua dalam mengontrol anak agar tidak terjadi candu terhadap teknologi. Beberapa peran keluarga yang dapat dilakukan untuk menyukseskan pendidikan anak adalah: (1) mengatur waktu belajar dari pukul 18.00 hingga 21.00 WIB; (2) mengatur waktu bermain anak hanya satu hingga dua jam per hari; (3) apabila kedua orang tua bekerja, mereka bisa tetap mengontrol dan mengatur waktu belajar anak via telepon; (4) membimbing anak ketika di rumah selain mengingatkan anak untuk belajar, juga saat mereka bermain atau menonton TV.

Pembentukan karakter bagi anak harus meliputi tiga aspek perkembangan, yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Untuk memenuhi ketiga aspek tersebut, pembentukan karakter anak dapat dilakukan dengan memberikan tiga sentuhan, yaitu dengan keteladanan, kasih sayang dan perhatian. Keteladanan mendorong anak untuk bisa berpikir logis melalui apa yang telah dicontohkan orang tuanya. Kasih sayang melatih aspek afektif anak untuk mendorong anak memiliki sifat yang lembut dan taat. Sedangkan perhatian lebih mengarah pada aspek psikomotorik karena di dalam perhatian ada pula pengawasan terhadap tingkah laku atau perilaku anak.

Hingga pada akhirnya peran keluarga dalam menyukseskan pendidikan dan karakter anak di era millenial ini sangat besar. Hasil pendidikan dan pembentukan karakter anak tidak luput dari pola asuh oorang tua. Pola asuh orang tua yang ideal adalah pola asuh demokratis. Karena terjadi komunikasi dua arah antara orang tua dengan anak sehingga secara otomatis terjadi kesepakatan dalam setiap pengambilan keputusan.

Pola asuh dapat di defenisikan sebagai pola interaksi antara anak dengan orang tua yang meliputi pemenuhan kebutuhan fisik dan kebutuhan psikologis serta sosialisasi norma-norma yang berlaku di masyarakat agar anak hidup selaras dengan lingkungan nya

untuk meningkatkan peran keluarga dalam pendidikan,kementerian pendiidkan dan kebudayaanmemiliki laman khusus : http://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id.

Melalui Laman ini para orang tua dapat mengakses info serta belajar serta mendapatkan inspirasi keberhasilan orang tua dalam mendidik serta membina anak di era millenial ini ,salah satu nya adalah artikel berikut ini "Orang tua perlu terapkan pola asuh generasi millenials "

yang dapat kita baca di Link berikut ini :

https://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id/laman/index.php?r=tpost/xview&id=4245

# SAHABATKELUARGA

Daftar Pustaka

Agoes, Dariyo, Psikologi Perkembangan Anak, Anak Tiga Tahun Pertama, Bandung:PT. Refika Aditama, 2007.

Amin, Samsul, Munir, Menyiapkan masa depan anak secara Islami, Jakarta: Amzah, 2007.

Anwar, Syamsul, Antologi Pemikiran Hukum Islam di Indonesia: Antara Idealitas dan Realitas, cet. I, Yogyakarta: Syari’ah Press, 2008.

Basri, Hasan, Keluarga Sakinah Tinjauan Psikologi dan Agama, Cet-IV, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999.

Desmita, Psikologi Perkembangan, Cet-II, Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2006.

Dharma Koesuma dkk. Pendidikan Karakter; Kajian Teori dan Praktik di Sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2011.

Doni Koesoema. Pendidikan karakter; Strategi Mendidik anak di Zaman Global. Jakarta: Grasindo. 2011.

Endah Sulistyowati. Implementasi Kurikulum Pendidikan Karakter. Yogyakarta: PT. Citra Aji Parama. 2012.

Ghazali, Al, Ihya ‘Ulumuddin, tentang Keajaiban Hati, alih bahasa oleh Nur Hikmah, Jakarta:Yayasan Kesejahteraan Keluarga , 1965.

Hartati, Netty dkk, Islam dan Psikologi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001.

Istina Rakhmawati. Peran Keluarga dalam Pengasuhan anak. Konseling Religi, Jurnal Bimbingan dan Konseling Islam. 2015.

Kemdiknas. Desain Induk Pendidikan Karakter. Jakarta: Kemdiknas. 2010.

Kompilasi Hukum Islam (KHI) tentang pemeliharaan anak.

Latipun, Psikologi Konseling, Malang:Universitas Muhammadiyah Malang Press, 2001.

Muhamad Afandi. Character Education Investment in SD/MI. Jurnal Elementary. Vol.2 Edisi 2, Juli 2016.

Musthofa, Yasin, EQ untuk anak usia dini dalam pendidikan Islam, Yogyakarta: Sketsa, 2007.

Nadjib, Agus, Moh, Maqasid asy-Syari’ah, IAIN Sunan Kalijaga: BEM-J PMH, 2003.

Nasution, Khoiruddin, Hukum Perkawinan I, (Dilengkapi Perbandingan UU Negara Muslim Kontemporer), edisi revisi, Yogyakarta: ACAdeMIA + TAZZAFA, 2004.

Rafiq, Ahmad, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Rajawali Press, 1998.

Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan UU Perkawinan (UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan), cet. 2. Yogyakarta: Liberty, 1986.

Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.

Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Undang-undang RI No 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan nasional

https://lampuhijau.com/berita/10-tips-pola-asuh-modern-untuk-orang-tua-jaman-now-1538.php

https://m.detik.com/wolipop/read/2016/05/27/tips-pengasuhan-anak-di-era-digital-dari-psikolog-elly-risman

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post