Nela Yanti Despan, S.H.,S.Pd

Nama Saya Nelayanti Despan, S.H Lahir di Tanjung Balai, Sumatera Utara pada tahun 1974. Saya lulusan Universitas Muhammadiyah Sumatra Ut...

Selengkapnya
Navigasi Web
'Duaaarr!!!... Ya Allaaah'

'Duaaarr!!!... Ya Allaaah'

Pagi itu cuaca sangat gelap, awan hitam kelihatan tak ingin beranjak dari langit yang biasanya biru menghiasi alam semesta. Anak-anak seperti biasanya datang kesekolah langsung menuju mesjid untuk melaksanakan sholat Duha. Hembusan angin sudah mulai terasa kuat menyibak rambut dan hijab para siswaku.

Rintik-rintik air hujan jatuh terdengar begitu berirama di pagi itu dengan cahaya matahari semakin redup. Pagi itu aku hanya duduk di kantor sambil memperhatikan halaman sekolah dari lantai 2 yang mulai di banjiri air hujan. Terlihat anak-anak mulai menghindari hujan dengan berlari untuk berteduh di koridor sekolah..

Pandanganku menangkap seorang bocah lelaki membawa bola ke tengah lapangan bermain dengan yang lain tanpa takut akan kehujanan. Yang jelas aturan sekolah tidak boleh bermain dan mandi hujan disekolah, itu sangat tegas kuhimbau kepada semua siswa. Ya..namanya bocah, tetap saja tak bisa menahan diri untuk mandi dan bermain di tengah derasnya hujan.

“Mirzaaa, ayo berteduh nak,” teriakku dari lantai 2 teras kantorku. Ia menolehku langsung berlari masuk kelas begitu mendengar suaraku.

“Alhamdulillah,dia sudah masuk kelas,” gumamku.

Tiba-tiba terdengar suara petir menyambar.

“Duaar!!!...Ya Allaaah,” teriakku sambil memegang dada.

“Ting tong…ting tong” suara pesan dari gawaiku berbunyi.

Akupun melihat salah seorang pegawai IT sekolah mengirimkan sebuah foto lewat whatsapp. Segera kubuka foto itu, sungguh terkejut aku melihat Mirza bermain air hujan di bawah cucuran air. Ya Rabb..Kupikir dia memang benar masuk ke kelas ternyata tidak.

Kusuruh pegawai IT sekolah itu menyuruhnya ke kantorku. Setelah kumintai keterangan darinya, ia mengaku bersembunyi di toilet sekolah menunggu aku masuk kekantor lagi dan melanjutkan bermain hujan di tempat yang berbeda.

“ Umi, bukan abang aja yang main hujan. Ada teman saya yang lain, mereka tadi di lapangan futsal” katanya dengan wajah serius kepadaku.

“Ayo , panggil semua teman-temannya kesini,” perintahuku kepadanya. Dia pun dengan semangat memanggil temannya yang lain.

“Aduuuh..kenapa basah semua ini,naaak..? tanyaku kepada mereka semua. Mirza pakaiannya basah dan kotor karena berseluncur di lantai sekolah dan 3 temannya bermain bola dilapangan. Basah kuyup semuanya.

“Kami sedang belajar mata pelajaran olahraga,umi,” jawab Kenzi, sambil menundukkan kepala.

“Apa kalian tidak dilarang dengan guru olahraga?” tanyaku kembali.

“Pak guru sedang ganti pakaian, umi. Jadi sambil menunggu, kami main bola saja,” kata Balifa.

“Hhmm..Baiklah. Sudah tahukan jika melanggar aturan di sekolah, kalian harus apa?” tanyaku kepada mereka.

Mereka serempak menjawab,”Dihukum!”

Bagian inilah yang paling tidak kusuka, memberi hukuman kepada siswa. Demi menjalankan sebuah konsekuensi dan efek jera ini tetap harus kulakukan. Mau tidak mau, terpaksa atau tidak mereka harus terima.

"Baik,umi minta kalian lepaskan sepatu bolanya. Lalu untuk mengambil sepatu ini, orangtua kalian harus menemui umi terlebih dahulu. Jika tidak, kalian belum boleh bermain bola sebelum orangtua kalian datang,"kataku dengan tegas tapi tidak sedikitpun kusampaikan dengan nada marah. Aku menyadari bahwa ini adalah suatu keteledoran, maka dari itu aku tidak marah kepada mereka, namun mereka tetap menjalani masa hukuman.

Wahai bapak dan ibu guru..

Dalam hal memberikan hukuman kepada siswa, semua harus dilandasi rasa sayang dan cinta, bukan rasa benci atau dendam kepada murid. Diberikan pada waktu dan tempat yang sesuai tepat. Hukuman yang mendidik akan dapat diterima siswa dengan baik. Siswa tidak akan menaruh rasa dendam kepada guru karena mereka sadar bahwa hukuman yang diterimanya untuk memperbaiki dirinya yang salah.

Banyak yang salah dalam menghukum siswa disekolah, terkadang dengan kata-kata yang kasar dan kotor, berupa tindakan fisik dan mengancam sehingga menimbulkan dendam dihati siswa kita. Inilah fenomena yang masih saja terjadi di mana-mana. Pengalaman terjun kelapangan ketika menjadi fasilitator dan instruktur dikala itu membuatku ingin merubah pola pikir mereka. Insyaallah, jika ini bisa kulakukan dengan siswaku tentunya aku juga bisa memotivasi guru-guru yang lain untuk melakukannya. Semangaat..!

Tantangan Menulis hari ke-78

#TantanganGurusiana

Rabu, 01 Maret 2020

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantap bunda. Barakallah

02 Apr
Balas



search

New Post