Nela Yanti Despan, S.H.,S.Pd

Nama Saya Nelayanti Despan, S.H Lahir di Tanjung Balai, Sumatera Utara pada tahun 1974. Saya lulusan Universitas Muhammadiyah Sumatra Ut...

Selengkapnya
Navigasi Web
Geng Simpang Lima (Lembaran kenangan masa kecil)
Rumah Dinas Pemda Asahan

Geng Simpang Lima (Lembaran kenangan masa kecil)

“Geng Simpang Lima”

(Lembaran kenangan masa kecil)

Satu kata untuk kenangan ini, Rindu!

Yanti, itu nama kecilku. Aku anak ketiga dari 6 bersaudara dan terlahir dari keluarga yang bahagia dan sejahtera pada saat itu. Bapak bekerja sebagai pegawai negeri sipil yang menduduki salah satu jabatan di pemerintahan di daerah kami. Tinggal di rumah dinas yang difasilitasi oleh pemerintah setempat tidak jauh dari kota.

Saat berusia 5 tahun, aku sudah menikmati berbagai fasilitas. Mulai dari antar jemput sekolah, jalan-jalan ke berbagai daerah wisata dan mengikuti kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh kantor. Banyak kisah yang aku alami waktu itu. Masa-masa dimana keingintahuanku yang sangat besar. Kalau bisa dikatakan, aku ini tak bisa diam dan bertingkah seperti laki-laki alias tomboi.

Buktinya, temanku kebanyakan laki-laki dan ini menjadi masalah ketika aku akan keluar rumah. Ha.ha.ha, kejadian yang tak mungkin terlupakan. Ketika aku diam-diam keluar rumah ikut dengan teman sepermainan menjelajah lingkungan sekitar rumah yang kusebut “Simpang Lima”.

Aku dan teman-teman selalu bersuka ria kalau sudah membuat suatu permainan. Tak mengenal waktu, maka kami sering kena marah jika pulang kerumah. Akan tetapi itu tak membuat kami kapok untuk bermain lagi. Aku paling suka bermain “Alip Berondok”, sudah pasti permainan ini menguras tenaga karena sembunyinya jauh dari tempat “cindung”nya.

Sebelum memulai permainan “Alip Berondok”, kami melakukan “hompimpa” terlebih dahulu untuk menentukan siapa yang jaga. Jika kalah maka dia yang akan jaga. Perbendaharaan katapun muncul,namun yang pasti tidak ada dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Entah apapun artinya masih menjadi misteri..ha,ha,ha. Yang jaga harus mengucapkan mantera untuk memberikan waktu kepada pemain lain untuk mencari persembunyian. “Alip oma indope, mata kero kaki pincang, cang apa?cangkol, kol apa?kolak, lak apa?laki, ki apa?kira, udah buka mata jangan marah!” Nah, pasti kalian tidak mengertikan? Aku juga sama..Ha.Ha.Ha!

Terbayang waktu itu berpuluh-puluh meter berlari mencari tempat aman agar tidak kelihatan bagi yang jaga. Terkadang sengaja kami tidak balik ke tempat permainan untuk mengelabui yang sedang berjaga. Pastilah yang jaga menangis sejadi-jadinya karena merasa tertipu.

Kapok? tentu tidak, pastinya tak ada kata menyerah untuk ikut bermain bersama lagi. Walau sering saling bertikai dan merajuk namun kami tak kenal yang namanya sakit hati atau bermusuhan. Setia bersama dan tak pernah kenal lelah. Aku menamakan kumpulan kami “geng simpang lima”. Kuangkat dari nama daerah tempat kami tinggal.

Yanti,Yaan, oh, Yan! Yok, kita main-main lagi yok! Akupun langsung berlari keluar pintu rumah dan bergabung dengan mereka. Panggilan inilah yang selalu kunantikan setiap saat. Setiap hari kami tentu melakukan permainan yang berbeda.

Suatu hari, aku diajak gerombolanku ke belakang sekolah yang lumayan jauh dari rumah. Dengan menaiki sepeda, kamipun melakukan konvoi ke tempat yang dimaksud. Awalnya, aku tidak menaruh curiga dengan tujuan mereka. Eh, ternyata mereka mengajakku untuk ‘nyeser ikan sepat di kolam yang terletak persis dibelakang sekolah itu.

Entah kekuatan apa yang mendorongku saat itu, berani masuk kolam yang kukatakan mirip rawa-rawa. Kiambang, eceng gondok dan kangkung liar menghiasi yang mereka namakan kolam itu. Aduuuh! Ini pasti bencana bagiku, jika ketahuan oleh orangtuaku.

Yan, ayoooo! Apalagi..”nyempung”laa! Namun aku tak bergeming dari pinggir kolam. Aku masih berpikir panjang saat itu untuk mengikuti ajakan mereka. Jujur, aku malu mengatakan bahwa aku tidak pandai berenang. Akhirnya, demi kesetiakawanan, akupun memberanikan diri untuk ikut ‘nyemplung kolam dan mencari ikan.

“Wooi! Aku pulang ya! Nanti aku kena marah” ucapku pada mereka. Rasa takutku mulai muncul karena waktu sudah beranjak sore. Bajuku basah kuyup, terbayang orangtuaku pasti marah jika ketahuan melihat kelakuanku ini.

Ish, janganlaaaa...tanggung ini, Yan! Masih banyak lagi kami lihat ikan-ikannya” teriak salah satu temanku. Aku tak menghiraukan bujukan mereka dan memutuskan naik ke pinggir kolam duluan. Aku benar-benar takut pulang dan menyudahinya. Teringat sore itu ada jadwal mengaji dirumah, maka aku harus segera pulang.

“Aku pulang,ya!” kataku kepada mereka. Tanpa pikir panjang, cepat-cepat kukayuh sepeda supaya tidak ketemu dengan orangtuaku sebelum mereka pulang kerja. Alhamdulillah, beruntung orangtuaku belum sampai dirumah. Akupun segera mandi dan melanjutkan mengaji bersama saudara-saudaraku yang lain.

Akibat kelakuanku yang diam-diam main di kolam ikan, malamnya aku bermimpi tenggelam. Sontak aku terbangun tengah malam dengan keringat bercucuran. Keesokan harinya, aku ceritakan kepada teman-temanku bahwa aku tidak akan mengulangi ‘nyemplung di kolam lagi. Mimpi itu kuanggap sebagai hukumanku karena tidak ijin dengan orangtua.

#TantanganGurusiana hari ke-9 (ulang hari-1)

#MediaGuru

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Masa kecil yang bahagia

14 Jan
Balas



search

New Post