Nelhayati,M.Pd

dilahirkan di Salimpaung T.Datar pada tanggal 13 Januari 1972, anak kelima dari lima bersaudara, sejak tahun 1998 menjadi guru IPS di MTsN 15 Tanah Datar Sumbar...

Selengkapnya
Navigasi Web

Arti sebuah Ikatan Hati

“Ya udah yuk, kita ke kantin. Beli baksonya Pak Marta. Kebetulan dari tadi pagi gue belum makan apa-apa. Lu mau gak? Gue yang bayarin dah,” katanya lagi mengalihkan pembicaraan sekaligus memecahkan keheningan yang terjadi di antara kami. Aku masih saja terdiam. Melamun. Hatiku bergejolak. Lebih tepatnya menolak ajakan Zahra tadi karena memang saat itu aku sedang tidak membawa uang dan juga tidak mau merepotkannya. “Ayo ah! Kalo lo nolak, gue bakalan marah sama lo, Adiennita!” ancamnya sambil menarik kuat tanganku. Dan lagi, aku tidak punya kuasa untuk menolaknya. Akhirnya aku menerima ajakannya. Karena mumpung, aku pun juga sedang lapar saat itu. Zahra memang yang terbaik! Puncaknya adalah setahun setelah kelulusan. Saat itu ibuku sedang terbaring lemah di sofa tamu karena penyakit Hipertensi yang sudah lama diidapnya. Kebetulan Zahra yang ketika itu sudah mendapat pekerjaan, mengirim pesan padaku melalui whatsapp. Dia mengatakan ingin menjenguk ibuku ke rumah dan sedang dalam perjalanan. Aku pikir, Zahra hanya bercanda saja. Tetapi tidak kusangka, Zahra benar-benar datang ke rumah.

Aku masih ingat badannya berisi sekali saat itu. Dengan memakai baju hitam berlengan panjang dan juga celana jeans biru yang ia pakai, semakin menambah kesan gemuk pada dirinya. Pipinya pun juga tembam sekali ketika itu. Seraya memberikan beberapa buah Pir yang dia beli dari toko buah dekat rumahku, dia curhat padaku. Katanya ia senang sekali karena baru saja membeli 1 buah smartphone hasil dari keringatnya sendiri. Aku jadi ikut senang sekaligus iri padanya. Karena bisa bebas membeli apapun yang ia mau hasil dari kerja kerasnya sendiri. Sedangkan aku? Jangan ditanya lagi. Sama sekali belum bisa menghasilkan apa-apa. Kalah dengan dirinya. Tetapi, aku ingat perkataannya saat itu, “Rejeki itu nggak bakalan kemana kok, Ndien. Pasti ada aja jalannya. Yang penting sabar dan tawakal. Sama terus berusaha.” Aku tersenyum mendengar ucapannya. Selalu saja bisa membuat semangatku menjadi bangkit lagi. Dan ketika hari sudah mulai sore, dia berpamitan padaku dan juga ibuku karena abangnya sudah datang menjemput. Tetapi sebelum itu, kami sempat berfoto dahulu untuk kenang-kenangan katanya. Dan dengan 5 kali jempretan, foto itu sudah jadi dan dia memamerkannya melalui smartphone yang ia beli itu kepadaku. Hasilnya sungguh manis sekali. Dia berjanji akan mengirimkan foto itu setelah ia sampai di rumah nanti.

Dan beberapa bulan setelah itu, tidak ada kabar apapun darinya. Terakhir sekitar bulan Juli lalu, dia mengabarkan melalui whatsapp kalau ia sedang sakit karena lambungnya dan juga penyakit paru-paru yang dideritanya. Ketika kutanya, “Pasti lu nggak makan sama kurang tidur ya?” dan ia membalas, “Iya, Ndien. Gue telat makan sama kurang tidur.” Aku sungguh terkejut sekali ketika itu. Ditambah lagi aku juga sama sekali tidak tau kalau ia sedang sakit. Aku ingin sekali menjenguk dirinya, tetapi karena kondisi keadaanku yang tidak memungkinkan, akhirnya aku hanya memberinya saran untuk jangan sampai telat makan lagi dan juga memakan buah Pisang obat dari sakit lambung. Info yang kudapat dari sebuah acara kesehatan di televisi. Kuharap info itu bermanfaat padanya.

Dan beberapa hari setelah itu, dia mengirim pesan lagi padaku, mengajakku untuk mencari kerja bersama dengan dirinya. Aku yang kebetulan sedang mencari kerja itu pun senang sekali dengan ajakannya. Karena ada teman yang bisa menemaniku bila sesi interview berlangsung (Sungguh terlalu memang aku ini hehe). Aku juga sempat bertanya padanya akan pekerjaannya, ia bilang sudah tidak kerja lagi di situ. Melalui pesan yang kukirimkan di whatsapp, aku bersemangat sekali curhat padanya mengenai semua penolakan dari perusahaan yang aku lamar itu. Tetapi selalu saja Zahra memberi semangat padaku dengan berkata, “Sabar, Ndien. Mungkin belum rejeki. Nanti kita cari bareng-bareng ya kerjanya,” Tetapi setelah beberapa percapakapan berlangsung, akhirnya Zahra tidak bisa menemaniku untuk mencari kerja bersama karena memang kondisi tubuhnya yang belum pulih sekaligus tidak dibolehkan juga oleh ibunya. Aku memaklumi keadaannya dan berharap semoga ia lekas sembuh dan bisa mencari kerja bareng denganku nanti.

Sawahladuang, 03052021

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Kereeen pentigrafnya, Bunda. Salam literasi

03 May
Balas



search

New Post