Neli Wardani

Guru BK di SMA N 2 Bukittinggi...

Selengkapnya
Navigasi Web
Cintaku Tumbuh Setelah Itu....1 (Day 56)

Cintaku Tumbuh Setelah Itu....1 (Day 56)

Oleh : Neli Wardani

 “Ibu, Ayah, aku belum mau menikah sekarang”. Itu jawaban yang keluar dari mulut Reina saat disampaikan oleh ibunya tentang seorang laki-laki yang melamarnya.

“Kamu mau nunggu apalagi Reina, umurmu sudah cukup untuk menikah. Kamu juga sudah selesai kuliah. Mau nunggu apalagi ?” Ibunya terus bertanya dengan nada mulai idak sabar. Ayah hanya diam dengan tetap menatap tajam ke arah Reina.

“Reina mau kerja dulu Bu, Reina ingin membalas jasa Ayah dan Ibu dulu, yang telah menyekolahkan Reina”. Reina mencoba mencari alasan yang bis diterima orang tuanya.

“Gak perlu nak. Ayah dan ibu membiayai sekolahmu itu memang sudah kewajiban kami. Kamu tidak peru membalasnya”.

“Ayah dan ibu sudah bertemu dengan orangnya. Dia anak yang sholeh. Ayahmu masih ada hubungan kerabat dengan ayahnya. Dia juga sudah punya penghasilan”. Ibu memberikan data-data tentang orang yang melamarnya.

Reina masih terduduk dengan diam. Dia tak ingin lagi menjawab kata-kata ibunya. Dia tak ingin menyakiti hati ibunya. Tetapi Reina benar-benar belum ingin menikah. Baru setahun ini dia menyelesaikan pendidikannya. Dia calon guru. Reina ingin menjadi guru dulu, baru memikirkan menikah.

“Kamu setuju kan?” Kembali ibu bertanya, yang spontan mengagetkan lamunannya.

Reina masih diam sambil tertunduk memandangi ujung jarinya.

“Kami tidak akan menjerumuskan kamu”. Ayah mulai angkat bicara. “Karena ayah tahu dia anak baik dan sholeh, maka ayah menyetujuinya, dia pantas menjadi imammu nak. Ayah dan ibu sayang pada Reina. Kami ingin yang terbaik untuk Reina. Percayalah”.

“Reina ingin jadi guru dulu ayah, ibu. Reina ingin mengabdikan ilmu yang sudah Reina pelajari. Merasakan jadi guru”. Reina menjawab dengan hati-hati.

“Setelah menikah nanti, kamu kan juga bisa mengajar”. Ibu menjawab dengan sigap.

Reina kehabisan amunisi untuk menolak permintaan orang tuanya. Airmatanya meleleh, tak bisa dibendung. Reina menahannya dalam isakan. Bahunya bergetar. Dia belum ingin menikah, tapi dia jug tidak ingin mengecewakan orang tuanya.

“Bagaimana kalau setahun dua tahun lagi ayah?” tiba-tiba pertanyaan itu terlontar dari mulut Reina. Mungkin setahun dua tahun lagi dia sudah mantap untuk menikah. Itu pikirannya.

“Tidak bisa Reina, Habib itu umurnya sudah 30 tahun. Dia sudah seharusnya menikah dengan usianya itu. Orang tuanya juga sudah ingin anaknya menikah”. Ayah menjelaskan dengan panjang lebar. Sepertinya ayah memang sangat mengenalnya.

Reina mengingat kembali nama yang disebut ayah, Habib. Namanya Habib. Tapi Reina tidak merasakan apa-apa dengan menyebut namanya. Tidak ada terasa hatinya bergetar ketika menyebut nama itu, sepeti yang sering dibaca di novel-novel kesayangannya. Hatinya tetap menolak.

“Tapi Reina masih 23 tahun ayah, Reina masih muda. Dia sudah 30 tahun”.  Reina masih berdalih.

“Memang apa masalahnya kalau dia sudah 30 tahun?. Usia bukan masalah nak, apalagi perbedaan usia kalian tidak terlalu jauh. Hanya 7 tahun. Kamu ingat berapa usia Rasul kita ketika menikah dengan Siti Khadijah? 15 tahun nak”. Ibu sepertinya sudah punya redaksi yang lengkap untuk melawan alasan-alasan dari Reina.

“Teman-teman Reina belum ada yang menikah bu”. Cuma ini alasan Reina yang tersisa. Berharap ayah dan ibunya dapat memahami posisinya. Dia masih muda. Belum ada keinginan untuk menikah, menjadi isteri, mengurus suami dan anak-anak nantinya. Belum. Dia belum ingin menikah.

“Takdir kita tidak selalu sama dengan teman seusia kita nak. Allah takdirkan kamu lebih cepat ketemu dengan jodohmu. Sudah lah nak, terimalah saran kami.  tokh nantinya kamu akan menikah juga. Teman-temanmu nantinya juga akan menysusulmu”. Ayah seperti sudah memutuskan.

Tenggorokan Reina seperti tercekat. Tak bisa bernafas. Reina tak bisa berkelit lagi. Dia percaya orang tuanya telah memilihkan jodoh terbaik untuknya. Setidaknya itu menurut mereka. Reina tak ingin mengecewakan orang tuanya.

“Reina shalat istikharah dulu ayah, ibu”. Akhirnya Reina memutuskan meminta pertolongan Alllah dalam menjawab kegalauannya.

“Baiklah”. Kata ayah dengan tegas.  Besok pagi kita bicarakan lagi. Ayah berlalu, masuk ke kakamarnya yang tak jauh dari ruang keluarga tempat mereka bicara tadi.

Ibu masih duduk di tempatnya.memandang Reina dengan penuh harap. Pandangan mata ibu menyorotkan bahwa mereka berharap keputusan Reina adalah menerima lamaran itu dan menikah dengan Habib. Bukan menolaknya.

“Reina, kamu jangan salah faham. Kami tidak ada hutang apa-apa kepada keluarga Habib. Ini tidak seperti yang kamu sering baca di novel, atau lihat dalam film-film. Untuk membayar hutang orang tuanya, anaknya dinikahkan dengan orang kaya. Tidak begitu nak”. Ibu masih berusaha menjelaskan dengan mata berkaca-kaca.

Reina melihat ketulusan dimata ibunya. Penjelasan ibu cukup menjawab persangkaannya.

“Iya bu. Reina izin ke kamar dulu”. Dadanya terasa sesak. Ia ingin menangis sepuas-puasnya di kamarnya.                                                                                                                    Reina berlalu, masuk kamarnya. Meninggalkan ibu yang masih duduk di kursinya, memandangi punggung Reina sampai hilang di balik pintu kamarnya.

Reina sudah selesai shalat subuh. Ia membuka jendela kamarnya yang langsung menghadap ke arah matahari terbit. Menghirup udara pagi yang segar beberapa kali. Seakan dia ingin mengisi dadanya dengan oksigen yang banyak, agar badan dan pikirannya terasa ringan.

Reina harus memberikan jawabannya pada orang tuanya pagi ini.

 

#bersambung

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Nexs, perjodohan yang berdasarkan kesholehan seorang laki laki

16 May
Balas

Iya bu mis.....masyaAllah....so sweet.....

16 May

Jempol

16 May
Balas

Makasih jempolnya bu..

16 May

Di tunggu sambungannya ya bu... makna yang dalam.

16 May
Balas

Siap bu erria....

16 May

Hummmm amycdala atw hipocampus

16 May
Balas



search

New Post