Nelly kartina sosilawati

NELLY KARTINA SOSILAWATI SD NEGERI 26 TANJUNGPANDAN. BELITONG Jangan hanya menulis di waktu luang, tapi selalu meluangkan watu untuk menulis Salam literasi...

Selengkapnya
Navigasi Web
Mimpi Anak Pulau

Mimpi Anak Pulau

#MimpiAnakPulau

#Novel

Penulis: Nelly Kartins

Part. 3. Mencari Kabar

“Sam ada kapal yang baru bersandar di bom!” Rahim berbisik pada Sam supaya tidak terdengar Bu Wati—guru matematika yang terkenal galak. Sam yang sedang mengerjakan soal latihan tentang penjumlahan pecahan menoleh ke arah temannya itu.

“Kapal dari mane?” tanya Sam. Yang tentu saja juga sangat pelan. Namun, rupanya percakapan itu terdengar di telinga Bu Wati. Memang suasana sangat hening karena tidak ada yang berani berbicara saat jam pembelajaran matematika.

Rahim yang melihat Bu Wati bangkit dari kursinya cepat-cepat pura-pura menulis dan berpikir. Sementara Sam yang menoleh ke Belakang tidak menyadari kalau ibu guru sudah berada di sampingnya. Tangan Sam bergerak mencolek tangan Rahim yang terlihat serius. Namun, di saat yang sama anak laki-laki itu berteriak kesakitan sekaligus kaget karena kupingnya ada yang menarik.

“Auw .. Auw ... Auww!” Sam menoleh sambil meraba kupingnya yang terasa panas. Bu Wati berkacak pinggang sambil melotot.

“Bagus ya! Ngobrol terus! Ya tidak selesai-selesai!”

“Tapi, Bu....”

“Apa tapi-tapi! Kebiasaan! Tidak betah kalau tidak arisan! Kamu mau nyontek!”

“Tidak, Bu...”

“Masih mau ngelak lagi!” Sam merasa malu dan sedih mendengar tuduhan Bu Wati. Dia hanya bisa tertunduk.

Anak-anak yang lain semua diam, tidak ada yang berani bersuara. Rahim merasa bersalah karena telah membuat Sam kena marah. Namun, dia tidak bisa berbuat apa-apa karena kalau dia mengaku telah mengajak Sam ngomong, pasti dia akan mendapat hukuman lebih parah dari yang Sam dapatkan.

“Sini, mana pekerjaan kamu!” Bu Wati menarik buku Sam dengan kasar. Sejenak ibu guru yang hampir pensiun itu memperhatikan pekerjaan Sam yang memang sudah selesai. Dikembalikannya buku Sam dengan kasar.

“Kalau sudah selesai kumpulkan, jangan mengajak teman ngobrol!” lanjut Bu Wati sambil melangkah meninggalkan Sam.

“Iya Buk, maaf,” jawab Sam perlahan. Entah didengar atau tidak oleh Bu Wati. Namun, Sam merasa memang dia salah. Walau ada rasa sedih karena sudah dibentak dan dijewer.

“Waktunya habis, kumpulkan semuanya!” Terdengar lagi suara lantang Bu Wati.

Sam memeriksa lagi tugasnya, takut masih ada yang kurang. Anak-anak yang lain kasak-kusuk karena banyak yang belum selesai. Namun, mereka tidak bisa apa-apa selain mengumpulkan tugas dengan resiko akan mendengar omelan Bu Wati. Ibu Guru yang satu ini memang terkenal paling disiplin masalah waktu.

“Kalau dari kecil sudah terbiasa mengulur-ulur waktu, sampai dewasa nanti kalian akan seperti itu.” Itu yang selalu beliau tanamkan.

“Disiplin, jujur, dan teliti. Itu modal yang harus kalian pegang agar nanti bisa menjadi orang yang sukses!”

Sam, sebenarnya sangat mengagumi Bu Wati. Tapi, hari ini anak itu merasa sedikit kecewa. Harusnya Bu Wati bertanya dulu tentang apa yang dia lakukan, bukan langsung menuduh apalagi menjewer, bisiknya dalam hati.

“Sam, kerjakan soal nomor satu di depan!” titah Bu Wati.

“Baik Bu.” Sam bangkit sambil membawa buku cetak untuk menuliskan soalnya di papan tulis. Anak-anak yang lain mulai gelisah, takut nama mereka di panggil untuk mengerjakan soal selanjutnya.

Sam mengerjakan soal tersebut dengan lancar.

“Sudah, Bu,” ucapnya setelah selesai.

“Baik, kalau sudah silakan kembali ke tempat duduk,” ucap Bu Wati. Sam segera kembali ke tempat duduknya.

“Bagaimana yang lain? Apakah pekerjaan teman kalian sudah betul? Atau ada yang masih perlu di perbaiki?” Anak-anak tidak ada yang bersuara.

“Ayo! Bagaimana yang lain?” Bu Wati kembali mengulangi pertanyaannya.

“Sudah betul Bu,” sahut Mira. Gadis manis yang duduk di paling depan. Dia yang selalu membela Sam jika ada teman- teman yang meledek Sam sebagai anak buronan. Gadis yang selalu diam-diam mengagumi kepintaran Sam. Mereka tak jarang belajar bersama. Kalau ke rumah Sam mira selalu membawa makanan. Gadis itu anak juragan ikan di pulau.

“Ok, bagaimana Rahim?” tanya Bu Wati pada Rahim yang tampak bingung.

“Eh, iya Bu. Sepertinya sudah betul Bu,” jawab Rahim terbata-bata. Karena sebenarnya dia belum cukup mengerti.

“Kok ragu-ragu? Bagaimana pekerjaan kamu? Sudah sama?”

Rahim hanya bisa tersenyum. “Saya masih salah, Bu,” ucapnya dengan jujur.

“Baiklah, tepuk tangan untuk Sam. Dia sudah mengerjakan soal dengan benar.”

Tepuk tangan terdengar, hal itu sedikit mencairkan suasana kelas yang sempat terasa tegang. Sam merasa rasa kecewa yang tadi ia rasakan sedikit terobati.

Terdengar bel tanda istirahat, anak-anak merasa lega. Saat Bu Wati memperbolehkan anak-anak untuk istirahat semuanya berebutan keluar. Namun, Sam bergeming. Dia masih duduk di bangkunya.

“Sam, maaf ye,” ucap Rahim mendekati sahabatnya itu. “Yuk ke kantin,” ajaknya. Sam menggeleng. Dia mengeluarkan rantang bekal yang dibawanya dari rumah. Suhana memang selalu menyiapkan bekal untuk kedua buah hatinya. Dia juga memberikan sedikit uang bekal kalau kedua anaknya mau jajan di kantin sekolah. Namun, uang tersebut selalu mereka tabung di dalam celengan ayam terbuat dari tanah liat yang dia belikan.

“Oh ya, kini sure kite ke bom,” ajak Rahim. Sam hanya diam. Dia tahu maksud Rahim mengajaknya ke bom. Bom adalah sebutan untuk pelabuhan kecil di Pulau Seliu.

“Aku tunggu kini udah Ashar,” lanjut Rahim sambil melangkah ke luar kelas.

Sam tidak menjawab. Sebenarnya dia sudah malas membahas tentang kapal itu lagi. Karena setiap kali membahas yang berhubungan dengan ayahnya, dia selalu terkena masalah.

Namun, ada rasa penasaran untuk mencari tahu tentang keberadaan ayahnya. Apakah masih ada atau memang sudah meninggal. Sam merasa kasihan melihat Ibunya yang diam-diam selalu menangis setiap malam.

Mungkin saja nakhoda kapal yang singgah itu tahu keberadaan ayahnya atau kenal.

Setiap malam Sam melihat ibu yang sangat disayanginya itu menangis saat sedang berdoa di salat malamnya. Namun, dia selalu pura-pura tidur saat sang Ibu melihat ke arahnya. Sam ingin sekali membuat ibunya bahagia.

**

“Mak, aku ke ujung bom ye,” ucap Sam pamit pada ibunya yang sedang memarut kelapa untuk dijadikan minyak.

“Adek ndak diajak? Kini die marah,” jawab Suhana. Nengsih sedang tidak ada di rumah. Gadis kecil itu sedang belajar ngaji di rumah kakeknya yang tidak jauh dari rumah mereka.

“Ndak Mak, kini dari bom kamek nak main bola ke dampar,” jawab Sam.

“O, iye la. Usa gilak sure balik e.”

“Ye Mak.”

Sam mencari sendal jepitnya yang biasa disimpan di bawah tangga. Namun, kini hanya tinggal sebelah.

“Mak, ngeliat sendal aku? Ini hanya sebelah,” tanya Sam. Suhana tersenyum, teringat tadi sendal itu dia gunakan untuk melempar anjing yang mendekati tangga.

“Iye Bang, cube Abang cari di bawah rumah, tadi isak umak ngelimpar asuk,” jawab Suhana.

“O, ye Mak.” Sam masuk ke kolong rumah panggung mereka. Dilihatnya sendal itu tergeletak di sana.

“Aku pegi Mak, Assalamu’alaikum.” Sam menaiki sepeda tua milik kakeknya.

Saat tiba di dermaga, tampak banyak perahu yang tertambat. Karena sekarang lagi musim barat. Angin cukup kencang. Nelayan tidak berani untuk melaut. Karena cuaca sering tidak menentu. Beberapa kapal besar juga terlihat.

“Sam! Sinek!” terdengar seseorang memanggil namanya. Sam melihat ke ujung dermaga. Tampak Rahim melambaikan tangan memanggilnya untuk mendekat. Sam menyandarkan sepeda tuanya pada bangku kayu. Kemudian dia berjalan menghampiri Rahim. Dia tertarik melihat sebuah kapal besar yang juga sedang bersandar. Sepertinya kapal tersebut baru tiba. Karena sebelumnya dia tidak pernah melihat. Beberapa orang tampak berada di dalam kapal itu.

“Ini kapalnya, katanya dari Sulawesi. Kan, Ayahmu orang Sulawesi,” bisik Rahim. Sam bergeming, dia ingat dulu kapal ayahnya juga besar seperti ini.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Cerita yang bagus Bunda. Sukses selalu.

17 Sep
Balas



search

New Post