Nelly kartina sosilawati

NELLY KARTINA SOSILAWATI SD NEGERI 26 TANJUNGPANDAN. BELITONG Jangan hanya menulis di waktu luang, tapi selalu meluangkan watu untuk menulis Salam literasi...

Selengkapnya
Navigasi Web
Mimpi Anak Pulau

Mimpi Anak Pulau

#MimpiAnakPulau

Penulis: Nelly Kartins

Part. 10

“Woii! Ade yang mimpi di siang bolong!” Rendy dan Indra tertawa sambil berbisik-bisik. Sam yang duduk di kursinya tak mengindahkan tingkah kedua anak itu. Dia serius membaca buku karena ujian semakin dekat.

Rendy menatap Sam, anak itu seperti menyimpan dendam, karena gara-gara Sam dia merasa dipermalukan ayahnya sendiri yang memintanya untuk meminta maaf. Kalau bukan karena diancam akan dimasukkan ke pesantren, tidak akan dia mau melakukan itu.

Tadi pagi Rendy datang lebih dahulu. Dia memang sengaja datang lebih pagi. Anak itu masuk ke kelas dan membuka kertas yang tergantung di pohon cita-cita. Dia mencari kertas punya Sam. Anak itu tertawa membaca cita-cita yang tertulis di kertas warna biru. Rendy tidak sabar menunggu temannya untuk menceritakan apa yang sudah dibacanya.

Rendy tertawa terpingkal-pingkal, dia merasa apa yang dituliskan Sam tidak masuk akal.

“Anak pulau mau jadi dokter. Ha ha ha,” ucap Rendy dengan suara keras. Sam masih tidak mengindahkan apa yang dilakukan Rendy dan teman-temannya. Dia mengira mungkin ada anak lain yang juga punya cita-cita seperti dirinya.

Bukankah kata Bu Guru, “Gantungkan cita-cita setinggi langit. Siapa pun berhak untuk bermimpi untuk menjadi apa saja.”

“Iya, dasar tidak tahu diri, udah tahu bapaknya jadi buronan. Masih tidak sadar diri.”

“Sok pintar lagi!” Rendy seperti sengaja menabrak meja Sam sehingga buku yang sedang di baca anak itu terjatuh.

“Aduh, Maaf dokter cinta!” ucap Rendy yang diikuti derai tawa teman-temannya. Melihat hal itu Sam bangkit. Tangannya terkepal. Namun, dia berusaha menahan diri.

“Eh! Rendy, ngape se kao ne usil kan urang terus!” Mira yang sejak tadi memperhatikan tingkah Rendy dan teman-temannya merasa kesal.

“Aduh-aduh ade sang pembela.” Rendy berbisik pada Indra, kemudian kedua anak itu tertawa terpingkal-pingkal sampai mereka tidak menyadari kalau Bu Wati sudah masuk kelas. Keduanya baru sadar saat melihat anak-anak sudah duduk semua di bangku masing-masing. Rendy yang tadinya duduk di meja dan membelakangi meja Bu Guru menolehkan wajahnya. Seketika wajahnya pias, saat melihat Bu Wati sudah duduk di depan sambil menatap ke arahnya. Perlahan-lahan anak itu menuju kursinya tanpa banyak bicara lagi.

“Ngape pindah, Rendy?” tanya Bu Wati. Seketika terdengar tawa anak-anak sekelas. Wajah Rendy merah menahan malu dan marah. Mira merasa puas. Perbuatan Rendy pada Sam sudah di bayar lunas. Gadis beranjak remaja itu melihat ke arah Sam yang terlihat sudah kembali tenang.

“Ayo kumpulkan buku PR nya,” titah Bu Wati. Mendengar itu anak-anak sibuk mengeluarkan buku PR dan mengumpulkannya ke meja guru.

“Langsung kita bahas dan koreksi ya,” kata Bu Wati.

“Sam, tolong bagi koreksi ya, jangan ada yang mengoreksi kepunyaan sendiri.”

“Baik, Bu.” Sam bangkit dari tempat duduknya dan membagikan buku PR. Dia melihat nama pada buku untuk menukarnya.

“Ada yang belum kebagian, Bu,” lapor Sam pada Bu Guru.

“Berarti ada yang tidak mengumpulkan tugas. Ayo siapa? Jujur!” Bu Wati meminta anak-anak untuk bersikap jujur. Namun, tidak ada yang menjawab.

“Baik, kalau begitu, akan ibu cek. Nanti yang tidak mengumpulkan tugas silakan duduk santai di luar. Tidak usah ikut pelajaran Ibu. Karena ibu tidak suka ada yang tidak jujur,” ucap Bu. Wati sambil menatap anak-anak satu persatu.

Bu Wati mengecek nama-nama pada buku PR yang sudah di bagikan Sam. Ternyata tidak ada tiga nama.

“Rendy, Indra dan Haris silakan keluar.” Bu Wati menatap tajam ke arah ketiga anak itu.

“Tapi, Buk, aku la buat tapi ketinggalan!” ucap Rendy. Mendengar hal itu Bu Wati tersenyum. Alasan klasik yang selalu dipakai untuk pembelaan diri. Rendy dan kedua temannya tidak mau beranjak dari tempat duduk mereka.

“Baik, kamu boleh masuk kalau sudah membawa dan mengumpulkan tugasnya,” ucap Bu Wati. Anak-anak yang lain tersenyum.

“Ayo, silakan santai di luar. Tidak usah belajar. Karena niat kalian ke sekolah untuk bermain kan? Kalau kalian tidak mau keluar biar ibu yang keluar. Karena Ibu tidak suka anak yang tidak dsiplin dan berbohong.”

Bu Wati bersiap untuk keluar. Melihat hal itu anak-anak yang lain merasa kesal melihat ulah ke tiga temannya.

“La keluarlah, kamek nak belajar!” anak-anak mengusir Rendy untuk keluar kelas. Dengan rasa marah dan kesal anak itu bangkit diikuti oleh dua pengikut setianya. Melihat itu Bu Wati hanya bisa mengurut dada. Ketiga anak itu selalu saja membuat masalah.

Di dalam kelas, Bu Wati melanjutkan pembelajaran. Sementara Rendy bukannya menyadari kesalahan malah dia merencanakan sesuatu dengan mengajak kedua pengikut setianya yang selalu menuruti apa pun keinginannya asalkan di traktir jajan.

Saat pulang sekolah, Sam pulang sendiri dengan sepedanya, karena Nengsih sudah pulang lebih dulu bersama teman-temannya berjalan kaki. Saat melewati tikungan, Sam terkejut karena sepedanya dihadang dari arah depan. Rendy memalangkan sepeda BMX nya sehingga Sam harus mengerem secara mendadak dan anak itu kehilangan keseimbangan. Lagi pula sepeda lebih tinggi dari dirinya. Sam terjatuh dan tertimpa sepedanya.

Terdengar gelak tawa saat melihat keadaan Sam.

Sam berusaha untuk bangkit dan mendirikan sepedanya. Namun, tidak disangka Rendy menendang seoeda Sam sehingga anak malang itu kembali kehilangan keseimbangan dan kembali jatuh tertimpa sepedanya. Melihat hal itu bertambah keras tawa ketiga anak yang nakal tersebut. Mereka seakan menikmati tontonan yang bagus.

"Tiduklah disituk, mimpi duluk jadi dokter!" ejek Rendy menunjuk Sam.

Kali ini kesabaran Sam sudah habis. Dia tidak bisa menahan diri. Anak itu merasa ulah Rendy sudah keterlaluan. Tanpa mengindahkan sepedanya Sam bangkit dan melayangkan tinjunya ke arah wajah Rendy membuat anak itu meringis. Dia tidak menyangka Sam berani melakukan itu. Begitu juga kedua teman Rendy. Saat ketiganya mau mengeroyok Sam, terdengar suara sepeda motor. Ternyata Mira yang dijemput Ayahnya. Melihat keadaan Sam. Mereka berhenti. Rendy dan kedua temannya langsung kabur dengan perasaan kesal karena tidak berhasil membalas perbuatan Sam yang telah meninju nya.

Bukan Rendy namanya kalau tidak memiliki akal licik. Anak itu mengadu pada ayahnya kalau dia sudah dikeroyok oleh Sam dan teman-temannya.

Rendy yang terlihat begitu kesakitan menceritakan pada ayahnya kalau memang selama ini Sam tidak pernah menyukai dirinya dan selalu mencari gara-gara. Mendengar hal itu Pak Basir tentu saja merasa kesal. Apalagi di rong-rong oleh Ibunya Rendy yang begitu memanjakan anak bungsu mereka.

“Pokoknya Ayah harus mendamprat biak itu! Liat anak kite la macam gini!” hasut Bu Diana---ibu Rendy.

“Ye la kini baru, aku nak nyari info dulu ade ape sebenare,” jawab Pak Basir.

“Jadi Ayah ndak pecayak kan anak sendirik?”

“Ukan gitu, kite ndak kuang sebasing. Nak tau dulu ape masalah e.”

“Pulok e aku ndak mau tahu, anak kurang ajar itu harus diberik pelajaran! Liat la macam gini muke Rendy,” jawab Bu Diana bersikeras. Dia tidak tahu kalau sebenarnya Rendy sudah menampar wajahnya sendiri supaya terlihat lebih meyakinkan.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post