Nelly kartina sosilawati

NELLY KARTINA SOSILAWATI SD NEGERI 26 TANJUNGPANDAN. BELITONG Jangan hanya menulis di waktu luang, tapi selalu meluangkan watu untuk menulis Salam literasi...

Selengkapnya
Navigasi Web
Mimpi Anak Pulau

Mimpi Anak Pulau

#MimpiAnakPulau

Penulis: Nelly Kartins

Part. 7

“Jadi kamu anak La Harun?” tanya paman yang mengenalkan namanya dengan La Ode Tasjudin. Dia adalah kapten kapal besar yang singgah berlabuh di dermaga Pulau Seliu. Sam tersenyum. Anak itu merasa gembira mengetahui ada yang mengenal ayahnya.

“Iya, Paman. Paman kenal Ayah?”

“Bukan kenal lagi, Nak. Dulu kami pernah satu kapal.”

“Jadi, Paman tahu di mana Ayah saya sekarang?” tanya Sam menatap laki-laki di hadapannya. Rahim tersenyum pada Sam. Anak itu merasa usahanya mengajak Sam naik ke kapal tidak sia-sia.

Laki-laki yang mereka panggil dengan Paman La Ode itu kini terdiam. Sam tetap menunggu jawaban dari laki-laki itu.

“Paman tahu di mana Ayah saya sekarang kan?” Sam seperti memaksa La Ode. Laki-laki itu mengusap kepala Sam.

“Nak, Paman mohon maaf. Memang Paman pernah bersama Ayah kamu. Bahkan dulu saat Ayah kamu pertama kali mengenal Ibu kamu, itu bersama saya.” La Ode mengajak Sam dan Rahim untuk duduk di geladak kapal. Mereka juga disuguhi roti dan minuman kemasan yang dibelikan dari warung.

“Ayo di makan dulu rotinya.” La Ode menatap Sam. Dia merasa kasihan mendengar cerita anak itu yang sudah lama ditinggal Ayahnya. Rahim terlihat begitu menikmati. Dia makan roti sambil duduk di kursi dan mengenakan kaca mata hitam yang dipinjamkan oleh Paman La Andi. Anak itu memang cepat akrab. Beberapa orang yang ada di dermaga memperhatikan dan mungkin merasa heran mengapa kedua anak itu bisa bermain ke kapal.

“Maaf Paman, Paman belum menjawab pertanyaan saya,” ucap Sam mengingatkan laki-laki yang duduk dihadapannya.

“Apa Paman juga mengenal Ibu?” tanya Sam lagi. La Ode tersenyum.

“Dulu Paman pernah melihat ibumu. Seorang wanita cantik. Tapi Paman tidak bisa kenalan, karena tidak diizinkan Ayah kamu,” jawab La Ode. Laki-laki itu tertawa teringat masa lalu. Waktu itu dia dan Ayah Sam pertama kali bersandar di dermaga Pulau Seliu. Pulau yang dulu terkenal sebagai penghasil kopra terbesar di Sumatera Selatan.

“Jadi Paman tidak sempat berkenalan dengan Ibu Kamu.” Mendengar apa yang dikatakan La Ode. Sam tampak sedikit kecewa.

“Oh, gitu ya Paman.”

“Iya, Nak.”

“Tapi Paman tahu kan di mana Ayah sekarang?” tanya Sam seperti sedikit memaksa.

La Ode menatap anak laki-laki di hadapannya. Dia teringat Rino—anaknya.

“Paman memang pernah bersama dengan Ayah kamu. Tapi itu dulu, sebelum Ayah kamu menikah dengan Ibu kamu.”

“Jadi Paman tidak tahu Ayah saya sekarang ada di mana?” tanya Sam tidak bisa menutupi rasa kecewanya.

“Iya, Nak. Itu adalah terakhir Paman bersama dan bertemu Ayah kamu. Ayahmu seorang pemberani. Sedangkan Paman seorang penakut,” jawab La Ode. Laki-laki itu tersenyum dan mengusap pundak Sam.

Dirinya memang memilih untuk mundur saat La Harun mengajaknya untuk melakukan bisnis ilegal, yaitu membawa dan menjual rempah-rempah ke negara tetangga tanpa surat-surat resmi. Dia tidak berani menanggung risiko jika tertangkap patroli laut. Hal itu yang membuat mereka berpisah.

Sam terlihat sangat kecewa, harapan yang tadinya bersemi kini kandas. Dilihatnya Rahim yang asik bercerita bersama Paman La Andi.

“Semoga nanti Ayah kamu kembali.”

“Paman sekarang tinggal di mana?” tanya Sam.

“Sekarang keluarga Paman tinggal di Jakarta. Kalau Paman hanya pulang sebulan sekali.” Jawab laki-laki itu.

“O iya, Paman juga punya anak yang hampir sebaya kamu. Namanya Rino,” ucap La Ode menceritakan tentang keluarganya. Laki-laki itu mengeluarkan foto dari dalam dompetnya dan memperlihatkan pada Sam.

“Ini foto keluarga Paman. Kalian hampir sebaya kan?” kata La Ode seraya menunjuk foto seorang anak laki-laki yang mengenakan setelan Jas. Selain itu ada juga gadis kecil yang sangat cantik. Masih kecil, mungkin baru TK. Gadis kecil itu tampak sangat cantik dengan mengenakan kerudung seperti ibunya.

Ada rasa iri di hati Sam melihat kebahagian dari wajah-wajah yang di foto itu. Berbanding terbalik dengan keluarga mereka.

“Baik Paman, Terima kasih. Maaf sudah mengganggu Paman.”

“Iya, Nak. Tidak, malah Paman merasa senang bisa bertemu kamu. Kalau nanti mungkin kamu ke Jakarta, jangan sungkan untuk ke rumah Paman,” ucap La Ode. Mendengar itu Sam tersenyum. Dia memamg punya keinginan untuk sekolah di jakarta, untuk kuliah nanti.

Namun, Sam belum berani bercerita pada siapa pun. Dia takut di cap sebagai anak yang tidak tahu diri. Cita-cita nya hanya disimpan di dalam hati.

“Him, yuk kite balik. La sure,” ajak Sam pada Rahim yang terlihat masih asik bercerita bersama beberapa orang yang ada di kapal itu.

“Sudah?” tanya Rahim. Sam mengangguk lesu.

“Ini buat jajan, dan ini berikan pada Ibu kamu.”

La Ode memasukkan sesuatu ke saku baju Sam. Awalnya anak itu menolak. Namun, La Ode memaksa untuk menerima pemberiannya.

“Salam untuk Ibu dan adikmu,” ucap La Ode. Sam memang menceritakan kalau dia juga memiliki seorang adik perempuan.

Rahim juga mendapat bagian dari La ode. Anak itu tersenyum.

“Terima kasih, Paman,” ucapnya. Setelah pamitan dengan beberapa laki-laki awak kapal itu. Mereka segera turun kembali ke dermaga. Kapal itu akan kembali melanjutkan perjalanan dua hari lagi.

“Him nanti aku mau ngasih buah mangga,” ucap Sam pada Rahim. Dia tadi melihat para awak kapal itu menyukai buah mangga. Mereka turun ke kampung dan membeli buah mangga di rumah penduduk.

“Iye Sam, kini aku nak mutik,” jawab Rahim.

“Iya, aku juak. Kini kao antar ye.”

Saat sampai di rumah, Sam menceritakan pada ibunya, dan memberikan semua uang pemberian La Ode pada Ibunya.

“Ya Allah, Nak. Jadi kao naik ke kapal?” tanya Suhana dengan nada khawatir. Dia tertegun saat membuka gulungan uang yang diberikan anak laki-laki nya itu.

“Banyak amat, duit ape ini Bang? Umak takut nerimak e.” Suhana memberikan kembali uang yang diserahkan Sam.

“Dak aoe, Mak. Paman La Ode baik. Belau ade juak anak e segede aku, diam e di Jakarta.” Sam menjelaskan tentang La Ode dan keluarganya pada Suhana.

“Ngape jadi sampai Abang di beri duit?” tanya Suhana lagi. Dia belum mengerti mengapa sampai mereka diberi uang oleh orang yang baru di kenal. Akhirnya Sam menjelaskan tentang siapa La Ode.

“Mak, sebenare Paman La Ode itu kawan Ayah. Dulu belau e pernah ikut bersama Ayah datang ke pulau ini. Waktu itu Umak kan Ayah lum nikah.”

Mendengar hal itu Suhana terdiam. Sam merasa bersalah.

“Maaf, Mak. Abang cuma nak tahu, di mane Ayah sekarang.”

“Terus Abang tahu di mane Ayah sekarang?” tanya Suhana. Sam menggeleng lesu. “Ndak Mak. Paman La Ode dak isak agik ketemu kan Ayah,” jawab Sam lesu.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post