Nelly kartina sosilawati

NELLY KARTINA SOSILAWATI SD NEGERI 26 TANJUNGPANDAN. BELITONG Jangan hanya menulis di waktu luang, tapi selalu meluangkan watu untuk menulis Salam literasi...

Selengkapnya
Navigasi Web
Mimpi Anak Pulau

Mimpi Anak Pulau

#MimpiAnakPulau

Penulis: Nelly Kartins

Part. 9

“Ayah kamu bukan orang jahat, tapi dia melakukan perdagangan secara ilegal.”

“O, aku tahu Kek. Kata Bu Guru ilegal itu tidak sesuai dengan peraturan yang sah,” jawab Sam menanggapi cerita kakeknya.

“Iya, jadi Ayah kamu melakukan perdagangan tetapi tidak mengurus surat-surat yang seharusnya. Dan kegiatannya diketahui oleh polisi. Makanya Ayahmu di cari-cari.”

Mendengar hal itu Sam terlihat sedih.

“Tapi mengapa Ayah tidak kembali?”

“Mungkin waktunya belum tepat untuk bisa kembali ke sini,” ucap Kek Karim mengusap kepala cucu laki-lakinya itu. Sekarang Sam sudah besar, sudah semakin besar rasa ingin tahunya.

“Selalu berdoa, semoga hati Ayahmu nanti tergerak untuk kembali,” lanjut sang kakek. Anak laki-laki itu hanya mengangguk lemah.

Sam merasa kasihan pada ibunya. Entah kapan ayahnya akan kembali.

“Sudah sore, yuk kita pulang,” ajak Kakek. Keranjang mereka telah penuh dengan kelapa dan buah kuini.

Sam bangkit dari duduknya. Kakek mematikan api yang tadi mereka buat untuk mengusir nyamuk.

Dalam perjalanan pulang, Sam terlihat pendiam.

**

“Ayo tuliskan cita-cita kalian dan gantungkan di pohon cita-cita,” kata Bu Retno berkeliling membagikan kertas berwarna kepada anak-anak untuk menuliskan cita-cita.

“Iya Bu!”jawab anak-anak serempak.

“Siapa pun boleh bermimpi untuk menjadi apa saja. Tapi, nanti kalian harus berusaha untuk mewujudkan mimpi itu menjadi kenyataan. Caranya bagaimana?”

“Belajar Bu!”

“Iya, betul sekali! Belajar dan bekerja keras! Itu cara kita untuk mewujudkan cita-cita dan impian menjadi nyata,” jawab Bu Retno. Bu guru cantik dan lemah lembut itu sangat di senangi anak-anak.

Bu Retno menghampiri Sam, yang terlihat belum menuliskan apa pun di kertasnya. “Ayo, Sam. Tuliskan cita-cita kamu.”

“Iya, Bu,” jawab Sam yang terlihat ragu untuk menulis.

“Anak-anak, baca Bismillah dulu, kemudian tuliskan cita-cita kalian. Dengan melibatkan Allah, maka Dia akan membantu kalian untuk mewujudkan cita-cita itu,” ucap Bu Retno. Dia mengusap kepala Sam. Bu Retno tahu mengapa Sam ragu.

Akhirnya semua sudah menuliskan cita-cita di kertas warna warni. Kemudian kertas itu mereka lipat dan di beri benang untuk digantungkan di pohon cita-cita.

Tak lama kemudian lonceng tanda pulang berbunyi. Bu Retno meminta Sam untuk memimpin doa sebelum pulang.

“Sam, kita pulang bareng ya.” Mira menghampiri Sam yang baru keluar dari kelas. Dia memang selalu terakhir keluar. Sam mengangguk. Mereka memang searah. Kebetulan hari ini Sam berjalan kaki, karena sepeda yang biasa dia pakan bannya bocor. Rencananya nanti siang mau ditambalnya.

Melihat Sam mengangguk, tentu saja gadis cantik itu merasa senang. Mereka berjalan keluar. Sam hanya diam.

“Nengsih mana? Enggak bareng?” tanya Mira. Pada saat yang bersamaan terdengar ada yang memanggil.

“Bang!” Keduanya menoleh. Ternyata Nengsih sudah menunggu di dekat pagar sekolah. Gadis kecil itu tersenyum pada Mira.

“Kak Mira ndak di ambilek? “ tanya Nengsih. Biasanya dia melihat Mira selalu dijemput.

“Ndak Dek, Kakak ikut jalan,” jawab Mira pada Nengsih.

“Asyik ade kawan!” ucap Nengsih girang.

“Bang, kite jalan pantai yuk!” Nengsih mengajak Sam untuk pulang melalui jalan pantai. Memang sekolah mereka tidak jauh dari tepi pantai. Tinggal menyeberang jalan.

“Yuk! Mira setuju dengan Nengsih. Kedua anak itu sudah menyeberang jalan. Sam hanya bisa, mengikuti.

“Oi! Tunggu!” Mereka menoleh. Ternyata Rahim. Anak itu terlihat berlari menyusul mereka. Napasnya ngos-ngosan karena berlari.

Mira mengajak Nengsih dan Sam untuk mengerjai Rahim, yaitu saat Rahim sudah dekat mereka langsung lari.

“Satu dua tiga!” Mereka langsung berlari sambil tertawa melihat Rahim yang berusaha mengejar.

“La berenti, ngasin,” ucap Sam. Anak itu duduk di pasir menunggu sahabatnya. Mira dan Nengsih tertawa melihat langkah Rahim yang sempoyongan karena lelah. Tubuhnya yang tambun membuat anak itu cepat kelelahan.

“Nih, minum.” Sam memberikan botol minumnya yang masih berisi setengah. Rahim dengan cepat menyambutnya. Dia mendudukkan tubuhnya di pasir.

Mira diam-diam memperhatikan Sam. Gadis beranjak remaja itu mengagumi sifat Sam yang selalu peduli pada orang lain. Mira terkejut saat Sam menghampirinya. Mira terdiam saat tangan Sam terangkat menuju kepalanya.

“Cie! Cie!” Rahim yang melihat Sam menghampiri Mira meledek sahabatnya itu.

“Ngape Him, liat ade daun di kepala Mira,” ucap Sam sambil memperlihatkan daun yang diambilnya.

“Nih!” Sam memberikan daun itu pada Mira yang langsung mengambilnya. Kemudian Mira meludahi sedikit daun itu dan merobeknya. Entah apa maksudnya. Sam dan Nengsih memperhatikan apa yang dilakukan Mira.

“Ngape digituek Kak?” tanya Nengsih.

“Muang sial,” jawab Mira seraya tersenyum. Nengsih melihat ke arah Sam seakan minta penjelasan lebih. Namun, Sam hanya tersenyum.

“La, yuk kite balik. Kini kite dicarik.” Sam mengingatkan. Rahim segera bangkit. Celana merah yang dikenakannya di penuhi pasir. Segera ditepasnya.

Ke empat anak itu kembali berjalan menyusuri pantai. Terkadang mereka harus jongkok saat melewati tali kapal yang tertambat. Sepatu yang tadi mereka kenakan sekarang sudah dijinjing. Jejak langkah mereka terlihat jelas di hamparan pasir putih.

“lihat aku menemukan ini!” Mereka menoleh ke arah Sam. Tampak anak itu menemukan benda seperti bola lampu yang sangat besar. Benda tersebut mungkin terbawa ke pantai saat laut pasang.

Rahim mencoba membawanya. Namun, benda tersebut cukup berat.

“Jangan Him, kite ndak tahu ape itu,” cegah Sam. Rahim melepaskan kembali dan menyimpannya di tempat yang tersembunyi.

“Ye la, aku sembunyiek duluk, kini ngajak Ayah ngeliat e,” kata Rahim. Sepertinya itu adalah bola lampu mercusuar yang biasanya terpasang di tempat-tempat yang ada batu karangnya. Lampu peringatan terhadap kapal atau perahu supaya tidak melewati daerah itu.

Mereka kembali melanjutkan perjalanan pulang. Berbelok melewati jalan setapak yang tembus di belakang rumah Sam dan Nengsih.

Kedua anak itu lebih dulu sampai di rumah mereka.

“Da Kak Mira!” Nengsih melambaikan tangan saat Mira dan Rahim melanjutkan berjalan menuju rumah mereka. Mira membalas, lambaian tangan Nengsih, seraya matanya diam-diam mencuri pandang pada Sam.

“Sam kini aku ambilek ye, kite ngantarek mangge tek.”

Keduanya sudah berjanji untuk memberi dan mengantarkan buah mangga ke kapal. Besok kapal itu akan meninggalkan pulau.

“Iye, Him,” jawab Sam.

Sam menyimpan sepatunya di tangga rumah. Nengsih melakukan hal yang sama.

“Dek, cuci kaki duluk,”titah Sam pada sang adik. Kaki mereka dipenuhi lumpur. Nengsih mendekati abangnya yang sedang nenimba air.

“Pakai sendal, bediri di situk.” Sam mengatur adiknya. Nengsih menurut. Gadis kecil itu segera mengambil sendal jepit ibunya dan kembali mendekat ke arah Sam yang sudah menyiapkan air untuk menyiram kaki adiknya itu. Sam tersenyum melihat Nengsih mengenakan sandal jepit yang kebesaran di kaki kecilnya.

“Assalamu’alaikum.... “ Nengsih dan Sam mengucap salam. Terdengar jawaban ibu mereka dari arah depan rumah. Keduanya segera masuk untuk berganti pakaian. Setelah berganti pakaian, Nengsih mencari ibu mereka ke depan. Ternyata wanita yang mereka sayangi itu sedang menjemur kerupuk yang baru saja selesai dibuatnya. Kerupuk ikan buatan Suhana terkenal sangat enak dan gurih. Kerupuknya juga mengembang sempurna.

Sehingga selalu banyak yang mencari. Bahkan tamu yang datang berkunjung ke pulau Seliu membawa kerupuk dan emping buatan Suhana untuk oleh-oleh.

“Eh, jalan mane balik e? Ndak de teliat Umak, mikak masok?” tanya Suhana yang merasa heran melihat kedua buah hatinya sudah pulang sekolah. Karena tidak terlihat melewati depan rumah.

Nengsih tertawa. “Kamek liwat belakang. Jalan pantai, Mak,” jawab gadis kecil itu.

“O, pantas.” Suhana memeluk gadis kecilnya dan mencium pipi Nengsih.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Kereeen cernaknya, Bunda. Salam literasi

24 Sep
Balas

Mantap ulasannya keren. Salam literasi

24 Sep
Balas



search

New Post