Alarm agenda ponsel genggamku berbunyi. Kucoba melirik agenda apakah yang muncul dilayar ponselku. Oh, ternyata “sagu sabu”. Sedikit galau namun percikan api semangat masih berkobar walau seringkali padam tersiram padatnya kegiatan yang kujalani. Yang terfikir adalah “mampu kah aku untuk meluangkan sedikit waktu merangkai minimal 200 kata sebagai tantangan menulis nantinya?”. Hmm…aku memang bukan baru kali ini menulis, sebelumnya pun beberapa potong tulisan kecilku pernah mengisi ruang salah satu media online di kota Jambi. Tapi sayang, aku tak pernah bisa konsisten untuk menjadikannya sebuah rutinitas yang dapat menghasilkan sebuah buku. Menulis hanya kulakukan disaat “mood” itu datang.

Kadang aku menulis seminggu dua kali, kadang satu bulan satu kali, dan bahkan ketika “mood” itu tak muncul-muncul aku hanya bisa menulis satu tahun sekali. Benar-benar tak karuan dan suka-suka. Padahal saat beberapa tulisanku dimuat di harian online lokal yang ada di kotaku setidaknya aku menyadari bahwa aku punya potensi untuk menulis dan memiliki sebuah buku atau bahkan lebih.

Aku sadar, tak cukup hanya motivasi dari seorang sahabat ataupun target pribadi untuk menghasilkan sebuah karya berupa tulisan. Aku butuh satu wadah yang dapat memotivasiku untuk menulis. Wadah yang mengikat dan mungkin terkesan setengah memaksaku untuk menulis dan menulis.

Dulu, sekitar tiga tahun lalu aku kepo dengan status salah seorang sahabat di akun sosial medianya. Saat itu aku baca statusnya “tantangan hari ketiga” dan terangkai kata demi kata, kalimat demi kalimat sederhana hingga indah rasanya kubaca. Aku bertanya tentang tantangan itu dan ia menjelaskan padaku tentang program “Sagu Sabu” yang jujur pada saat itu baru pertama kudengar.