neneng hendriyani

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Jangan terkejut, Pak!

Ini kali kulihat kau bermuram durja. Kau buka lagi dokumen demi dokumen. Alismu seketika naik. Ada yang tak beres kiranya. Dugaan itu sepertinya benar. Ah, terlalu dini untuk menarik keputusan seperti itu. Baru dua bulan kau di sini. Jangan lupa itu.

Awalnya mentari begitu cerah bersinar, bukan? Tak nyana seketika awan hitam menggelayut di atap genting aula. Kau kira panas akan terus berkepanjangankah? Oh tidak, itu terlalu naif, Bapak. Di sini cuaca cepat berubah. Seperti suasana hati yang tak pernah sama. Selalu bergerak, mengikuti hembusan angin. Laksana gelombang laut yang selalu terbentuk di bibir pantai.

Mengapa diam, Pak. Ini berkasku. Baca dan amatilah. Tidakkah kau lihat semua dengan jelas. Ini aku. Masih sama dg empat belas tahun lalu. Di ruang yang sama aku berdiri. Tak ada yang berbeda.

Yang berubah hanyalah kau. Dulu bukan kau di situ. Dulu dia yang di situ. Menjabat tanganku erat dengan senyum bahagia penuh kemenangan menyambutku laksana Raja menyambut Panglima Perangnya pulang membawa keberhasilan. Itu dulu. Saat meja ini menghadap ke barat dan bungan lili putih duduk manis di atas meja. Kini tangan erat itu tiada. Jauh di seberang kota.

Kini suasana berbeda. Tanganmu gemetar menerima. Tatap mata penuh curiga itu terlihat jelas di sana. Ada yangvtak beres begitu kau rasa. Berkali-kali kau bertanya. Satu pertanyaan yang sama. Berkali-kali pula ku jawab. Jawaban yang sama pula.

Aku tak bisa. Sungguh tak kan bisa berkata. Biarlah berkas itu bicara. Jangan paksa aku meminta, memelas apalagi mengiba. Aku hanya manusia. Kau pun manusia. Tak pantas aku tundukkan kepala di hadapanmu. Meskipun ku tahu kau punya kuasa. Setidaknya di sini, Bapak.

Dalam diam ku lihat kau terkejut. Balik kau tantang aku dengan satu kata. Ingin benar kau melihatku gusar. Hingga tak sadar mata berkaca-kaca. Sayang, aku sudah terbiasa. Bagiku kau bukan siapa-siapa. Semua hanya sementara. Semua titipan belaka. Begitu pula yang Bapak punya.

Pak, jangan kau jaga tinggi hatimu. Lihatlah ke sekelilingmu. Arogansimu dapat membunuhmu. Hentikanlah, Pak. Terimalah apa adanya. Usah menghalangi aku. Biarkan ku melangkah kemana aku mau. Tokh, kau akan baik-baik saja. Tiada kurang harta benda juga rasa hormat dari semua.

Aku tahu kau tak mengira. Tapi percayalah ini nyata. Kejujuran memang mahal harganya. Terbukalah, jabatlah tanganku seerat dulu ia menjabatku. Tepuk dadaku. Ucapkan selamat kepadaku. Esok akan jadi hari besar bagiku dan itu berkat dirimu.

---------

Karadenan, 23 September 2017

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post