Neneng Noeraeni A, M.Pd

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
JURNAL REFLEKSI PGP MODUL 1.1 REFLEKTIF FILOSOFIS PENDIDIKAN NASIONAL KI HADJAR DEWANTARA

JURNAL REFLEKSI PGP MODUL 1.1 REFLEKTIF FILOSOFIS PENDIDIKAN NASIONAL KI HADJAR DEWANTARA

Menurut saya pentingnya melakukan refleksi dalam segala kegiatan. Mengingat – ingat kembali apa yang telah dilakukan, bagaimana dampaknya untuk diri sendiri dan orang lain serta sejauh mana perubahan diri ini memberi kebermaknaan . Terutama sebagai pendidik, refleksi merupakan upaya untuk dapat mengetahui kekurangan dan kelebihan diri baik ketika berperan menjadi guru di kelas saat membersamai murid maupun berperan menjadi rekan bagi rekan sejawat lainnya. Tentunya ada banyak hal penting yang perlu menjadi perhatian dalam pengembangan kualitas diri karena sejatinya guru adalah tauladan baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Namun demikian, sejujurnya, saya belum sepenuhnya konsisten melakukannya walau saya memahami pentingnya melakukan refleksi diri.

Selanjutnya, melalui pendidikan guru penggerak ini, saya mencoba untuk berkomitmen melakukan refleksi dalam pembelajaran saya baik sebagai calon guru penggerak, guru maupun rekan sejawat. Berawal dari hanya penyelesaian tugas pada LMS menjadi suatu kebiasan baik yang insyaallah terus diupayakan. Kemudian, untuk memudahkan saya menyusun refleksi ini saya saya menggunakan model 4F (Facts, Feelings, Findings, and Futures) yaitu sebuah model refleksi yang dikembangkan oleh Dr.Roger Greenaway. Berikut adalah refleksi terkait Keikutsertaan saya pada kegiatan Pendidikan Guru Penggerak dan kegiatan belajar pada modul 1.1 Refleksi Filosofi Pendidikan Nasional – Ki Hadjar Dewantara dengan menggunakan model 4F.

Kamis, 31 Agustus 2023

Berawal dari ucapan selamat sambil membagikan surat penetapan peserta PGP angkatan 9 yang saya dapatkan pada tanggal 12 Agustus 2023 dari salah satu rekan sejawat melalui WA, saya merasa sangat bersyukur akhirnya saya akan melaksanakan pendidikan guru penggerak yang saya sudah tunggu kurang lebih dua bulan sejak pengumuman lulus seleksi tahap 2 diumumkan. Selanjutnya, kurang lebih dua minggu saya mengikuti pendidikan guru penggerak yang difasilitasi dan didampingi oleh guru – guru hebat, saya merasa kerdil sekali sebagai guru. Ditambah konsep – konsep pemikiran Ki Hadjar Dewantara menampar kesadaran saya. Bagaimana tidak, pembelajaran yang dilakukan selama satu bulan terakhir ini dirasa pasif, hanya berfokus pada diri saya sebagai center. Saya menjelaskan materi, memberi tugas dan mengoreksi. Saya kurang memperhatikan kebutuhan murid saya, yang saya ukur hanya sejauh mana mereka menguasai materi yang saya berikan dengan berlabel nilai diatas KKM. Selain itu, target materi terselesaikan tepat waktu menjadi acuan saya sukses memberi pembelajaran tanpa memikirkan apakah potensi murid berkembang melalui pembelajaran yang saya hadirkan?. Pelan – pelan saya memahami kembali pemikiran Ki Hadjar Dewantara yang salah satu pemikirannya. Salah satunya yaitu bahwa murid memiliki kodratnya masing – masing. Mereka lahir dengan eksistensi diri yang sudah ada namun samar, dan peran gurulah yang mengarahkan mereka untuk menebalkan potensi mencapai eksistensi dirinya menjadi manusia merdeka. Pemikiran tersebut yang menyentil saya bahwa apa yang saya lakukan dalam pembelajaran terkesan memaksa anak untuk menjadi seperti yang kita harapkan, saya lupa jika mereka punya minat dan bakat masing – masing.

Setelah saya memahami pemikiran – pemikiran Ki Hadjar Dewantara, saya mencoba merefleksikannya dalam pembelajaran saya di kelas. Saya melakukan aksi nyata dengan merencanakan pembelajaran yang berpihak pada murid, tentu sebelumnya saya mencari tahu dulu dengan berdiskusi berbagi pengalaman dengan rekan sejawat yang sudah menyandang predikat guru penggerak di sekolah saya, mengeksplore lebih dalam dengan berselancar di dunia maya terkait praktik pembelajaran berpihak pada murid melalui youtube ataupun video pada aplikasi PMM.

Selanjutnya hari ini tepatnya tanggal 31 Agustus saya melakukan aksi nyata saya. Diawali dengan membaca asamaul husna bersama , kemudian saya mencoba mengimplementasikan pembelajaran dengan differensiasi proses menggunakan wordbox, gambar, video, dan role model dengan dilanjutkan kerja kelompok menyatukan puzzle dan menulis informasi terkait gambar yang dihasilkan dan mempresentasikannya, sesekali saya berikan ice breaking di awal pembelajaran dan di tengah pembelajaran serta melakukan penguatan dan refleksi diakhir pembelajaran. Dan ternyata kelas sangat ramai, anak – anak antusias untuk berperan aktif dalam setiap kegiatan. “Seru bu”, “Main puzzle lagi bu” ucap beberapa anak. Respon tersebut tentunya menambah semangat saya untuk lebih kreatif lagi merancang pembelajaran berbasis permainan. Namun, ada kendala yang dihadapi yaitu managemen waktu, tidak semua murid dapat mempresentasikan hasilnya di depan kelas saat itu sehingga mereka sedikit kecewa. Sehingga ini menjadi catatan untuk saya untuk mengalokasikan waktu dengan mempertimbangkan tingkat kesukaran masing – masing kegiatan atau tugas.

Melalui aksi nyata tersebut, saya merasa sangat antusias dan senang melihat murid yang bersemangat mengikuti setiap kegiatan. Sejujurnya baru kali pertama saya mengajar di kelas 7, mereka lebih bersemangat belajar walaupun sudah ada di jam terakhir pembelajaran dibanding murid kelas 8 atau 9. Tapi kemudian saya berpikir lagi faktor yang membuat mereka tidak semangat apakah karena pembelajaran saya yang monoton?. Saya baru menyadari bahwa selama ini saya terlalu serius dan monoton dalam pembelajaran sehingga murid pun enggan dan merasa terbebani khawatir saya marah jika mereka melakukan kesalahan. Dari pengalaman aksi nyata yang saya lakukan tersebut, saya belajar lagi bagaimana mempraktikan pembelajaran sesuai dengan pemikiran KHD. Saya pun berupaya untuk bisa membaur menjadi guru, orang tua, dan teman yang memberikan arahan baik untuk murid saya tentunya dengan terus belajar dan berkolaborasi dengan rekan sejawat melakukan refleksi pembelajaran.

Selanjutnya, setiap kejadian akan menjadi pengalaman terbaik untuk saya, menjadi bahan refeleksi untuk melakukan peran saya sebagai guru, orang tua, dan rekan dengan lebih baik lagi. Hal yang saya garis bawahi juga dari aksi nyata saya adalah pembelajaran dengan media tercanggih pun akan kurang bermakna jika tidak didampingi dengan hati, sehingga saya sebagai guru pun harus cerdas mengelola emosi saya agar bisa masuk ke dunia murid, ke hati mereka agar saya dapat membimbing mereka dan mengajak mereka belajar dengan hati ikhlas, nyaman, dan bersemangat dengan tetap menunjukan adab yang baik karena guru tidak hanya mengajar tetapi juga mendidik. Sehingga kedepannya, selain saya mencoba untuk menghadirkan pembelajaran berpihak pada murid, saya pun mencoba selalu hadirkan CINTA (Cukup Allah sebagi Niatnya, Ingat selalu nasihat guru dan orang tua, Namanya belajar butuh pengorbanan, Terus semangat berkreasi, dan Adaptif terhadap perubahan) dalam pembelajaran saya.

Demikian refleksi yang dapat saya samapaikan, mohon maaf jika ada kesalahan dalam penggunaan kata dan tulisan. Terima kasih Ibu…

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post