Neneng Rohayati

Guru Kimia di SMAN 5 Bekasi ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Pesona Ummul Mukminin 'Aisyah Radhiallahu Anha Binti Abu Bakar Ash-Shiddiq
Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan dari pada istrinya (QS 2:282)

Pesona Ummul Mukminin 'Aisyah Radhiallahu Anha Binti Abu Bakar Ash-Shiddiq

Ujian paling berat tetapi semakin mengukuhkan kebesaran jiwa 'Aisyah adalah tatkala ia dituduh berselingkuh dengan seorang sahabat yang bernama Shafwan bin Mu'athal. Pengaruh fitnah tersebut luar biasa dalam dan menyakitkan bagi 'Aisyah. Tetapi dengan berbekal sabar, Allah SWT yang membuktikan bahwa 'Aisyah bersih dari fitnah keji tersebut.

Nama dan Nasabnya

Nama lengkapnya adalah 'Aisyah binti 'Abdullah bin bin 'Utsman bin 'Amir bin 'Amru bin Ka'ab bin Sa'ad bin Taim bin Murrah bin Luay bin Ghalib Al-Qursy At-Taimi. Ayahnya dijuluki Abu Bakar, Al-'Atiq, Ash-Shiddiq, Ash-Shahib, Al-'Atiq dan Al-Awwah. Semua julukan itu menunjukkan tingginya derajat, kedudukan, dan kemuliaannya. Ibunya bernama Ummu Ruman binti 'Amir bin 'Uwaimir. Beliau ikut hijrah ke kota Madinah dan meninggal dunia di kota tersebut pada masa Rasulullah masih hidup.

'Aisyah merupakan sosok wanita cerdas dinikahi Rasulullah di bulan Syawal. Rasul menjuluki dengan sebutan Ummu 'Abdullah. Kecintaan Rasulullah merupakan teladan kehidupan rumah tangga yang baik.

Sanad hadis yang berasal dari 'Aisyah sebanyak 2210 hadis. Bukhari dan Muslim sepakat terhadap 174 hadis darinya. 'Aisyah hidup selama 63 tahun dan wafat pada tahun 57 H dan tidak dikaruniai keturunan.

Pesona 'Aisyah Radhiallahu Anha Binti Abu Bakar Ash-Shiddiq

1. Keelokan Budi dalam Rumah Tangga Bersama Rasulullah

Bertepatan dengan meninggalnya Khadijah, Khaulah binti Hakim mempertemukan Aisyah dengan makhluk terbaik di muka bumi ini, di Bulan Syawal, Rasul meminang 'Aisyah. 'Aisyah pernah berkata , "Rasulullah menikahinya di Bulan Syawal dan membuatkan rumah untukku di Bulan Syawal. Istri yang mana yang lebih beruntung dari diriku? (HR. Muslim).

Bulan Syawal adalah Bulan yang penuh kenangan dan keberkahan bagi 'Aisyah. Termasuk Bulan Syawal adalah Bulan yang penuh kebaikan dan kemuliaan yang tak terhitung jumlahnya.

Selama mengarungi bahtera rumah tangga dengan Rasulullah dengan kesederhanaan dan kebahagiaan, 'Aisyah juga banyak mendapatkan ilmu, hingga kaum Muslimin dapat mempelajari Ilmu Agama melalui 'Aisyah. 'Aisyah dimuliakan oleh Rasulullah sebagai wanita paling pandai diantarakaum Muslimah lainnya.

Rasa cinta 'Aisyah pada Rasulullah begitu kuatnya dan Rasulullah senantiasa membalas rasa cinta 'Aisyah dengan rasa cinta yang mendalam dan terbaik,

seperti lirik lagu 'Aisyah

Mulia berani lembut hatiAmat cerdas ilmu seluas samuderaYaa Sayyidah putri Abu Bakar istri Rosululloh"Sungguh Nabi memuliakanmuHingga Nabi minum di bekas gelasmuBila marah, nabi kan memanjaSejukkan hatinyaUmmana sungguh terpuji akhlakmu dengan NabiDengan Baginda bunda slalu berseri-seriSelalu bersama hingga ujung nyawa kau disamping RosulullahSayyidah Aisyah sungguh manis shirah cintamuBukan persis novel yang kadang cerita semuKau istri mulia, yaa Aisyah Ummanaa Allah Rahman pilih Rasul untukmu....

2. Patriotisme yang Tinggi dalam Jihad Fi Sabilillah

Sifat kepahlawanan yang ditunjukkan oleh 'Aisyah adalah mengobati pasukan yang terluka dan menyiapkan makanan untuk para pasukan.

Dikisahkan oleh Anas bin Malik, Aisyah dan Rumaisha ikut berperang dalam Perang Uhud selain itu dalam perang Ahzab.

3. Saat Menghadapi Ujian Hadis Ifki (Berita Bohong)

Pada tahun keenam setelah Hijrah, 'Aisyah bersama Rasulullah dan pasukan kaum Muslimin pergi ke Negeri Marisi untuk memerangi Bani Musthaliq.

Setelah gagal menyulut sentimen kesukuan ditengah para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kaum munafik tidak lantas putus asa. Mereka memanfaatkan insiden lain untuk menyebar racun di tengah kaum Muslimin. Peristiwa ini terkenal dengan “haditsul ifki” (berita dusta).

Kisah ini bermula ketika istri Nabi yang mulia Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mendapat giliran menyertai beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam perang Bani Mushthaliq pada bulan Sya’ban tahun ke 5 hijriyah, yaitu ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha kehilangan kalungnya saat perjalanan menuju Madinah pasca peperangan.

Dalam perjalanan pulang itu, mereka beristirahat di sebuah tempat. Saat itu ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha keluar dari haudij/sekedupnya (semacam tandu yang berada di atas punggung unta) untuk suatu keperluan. Ketika kembali ke sekedupnya, beliau radhiyallahu ‘anha kehilangan kalung, akhirnya beliau radhiyallahu ‘anha keluar lagi untuk mencarinya. Saat kembali untuk yang kedua kali inilah beliau radhiyallahu ‘anha kehilangan rombongan, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan pasukan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berangkat.

Para sahabat yang menaikkan sekedup itu ke punggung unta tidak menyadari bahwa ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha tidak ada di dalamnya karena dia masih ringan. Beliau radhiyallahu ‘anha tentu gelisah karena ditinggal rombongan, namun beliau radhiyallahu ‘anha tidak kehilangan akal. Beliau radhiyallahu ‘anha tetap menunggu di tempat semula, dengan harapan rombongan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam segera menyadari ketiadaannya dan kembali mencarinya di tempat mereka istirahat. Akan tetapi yang ditunggu tidak kunjung datang, sampai akhirnya beliau radhiyallahu ‘anha tertidur.

Salah seorang sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bernama Shafwan bin Al-Mu’aththal As-Sulami Adz-Dzakwani radhiyallahu ‘anhu lewat di tempat itu dan mengenali ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, karena Shafwan radhiyallahu ‘anhu pernah melihat beliau radhiyallahu ‘anha saat sebelum hijab diwajibkan, dan Shafwan ini tugasnya membawa minum Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam setiap peperangan dan juga tim penyapu di bagian belakang pasukan.

Ketika melihat bahwa yang tertidur itu adalah ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, maka beliau mengucapkan kalimat istirja :

إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ

Shafwan radhiyallahu ‘anhu kemudian membantu beliau radhiyallahu ‘anha . Shafwan menderumkan untanya agar ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bisa naik unta sementara Shafwan menuntunnya sampai ke Madinah. Sejak bertemu dan selama perjalanan, Shafwan radhiyallahu ‘anhu tidak pernah mengucapkan kalimat apapun kepada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, selain ucapan “istirja” tadi, karena kaget saat mengetahui ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha tertinggal.

Peristiwa ini dimanfaatkan oleh kaum munafik. Mereka membubuhi kisah ini dengan berbagai cerita bohong. Diantara yang sangat berantusias menyebarkan cerita bohong dan keji itu adalah ‘Abdullah bin Ubay Ibnu Salul. Cerita bohong itu menyebar dengan cepat, dari mulut ke mulut, sehingga ada beberapa shahabat yang terfitnah dan tanpa disadari ikut andil dalam menyebarkan berita ini. Mereka adalah Misthah bin Utsatsah (sepupu Abu Bakr Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu), Hassan bin Tsabit dan Hamnah bintu Jahsy radhiyallahu anhum.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedih dengan berita yang tersebar, bukan karena meragukan kesetiaan istri beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam percaya ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha dan Shafwan radhiyallahu ‘anhu tidak seperti yang digunjingkan. Berita yang sangat menyakiti hati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ini memantik kemarahan para sahabat dan hampir saja menyulut pertikaian diantara kaum Muslimin.

Sebagai respon dari berita buruk ini, Sa’ad bin Mu’adz radhiyallahu ‘anhu menyatakan kesiapannya untuk membunuh kaum Aus yang terlibat dalam penyebaran berita dusta ini, sementara Sa’ad bin ‘Ubadah radhiyallahu ‘anhu tidak setuju dengan sikap Sa’ad bin Mu’adz ini, karena diantara yang tertuduh terlibat dalam penyebaran berita ini berasal dari kaum Sa’ad bin ‘Ubadah radhiyallahu ‘anhu. Hampir saja kekacauan yang diinginkan kaum munafik menjadi nyata, namun dengan petunjuk dari Allah ta’ala, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tampil menyelesaikan permasalahan ini dan berhasil meredam api kemarahan. Sehingga kaum munafik harus menelan pil pahit kegagalan untuk kesekian kalinya.

Aisyah Radhiyallahu ‘Anha Sakit

Awalnya, ‘ Aisyah radhiyallahu ‘anha tidak tahu kalau banyak orang yang sedang menggunjing beliau. Beliau radhiyallahu ‘anha menyadari hal itu, ketika jatuh sakit dan meminta ijin kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk tinggal sementara waktu di rumah orang tua beliau yaitu Abu Bakar As-Shiddiq radhiyalla ‘anhu. Betapa sakit hati beliau radhiyallahu ‘anha mendengarnya. Sejak saat itu, beliau radhiyallahu ‘anha susah bahkan tidak bisa tidur. Beliau radhiyallahu ‘anha berharap dan memohon agar Allah ta’ala memberitahukan kepada nabi-Nya melalui mimpi perihal permasalahan yang sedang dipergunjingkan khalayak ramai. Beliau radhiyallahu ‘anha merasa tidak pantas menjadi penyebab turunnya wahyu. Oleh karenanya beliau radhiyallahu ‘anha berharap ada pemberitahuan lewat mimpi kepada nabi-Nya.

Peringatan Dari Atas Langit

Sebulan penuh, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha merasakan kepedihan dan juga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam akibat ulah orang-orang munafik ini. Sampai akhirnya, Allah ta’ala menurunkan sepuluh ayat Al- Qur’an perihal berita dusta ini. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :

إِنَّ الَّذِينَ جَاءُوا بِالْإِفْكِ عُصْبَةٌ مِنْكُمْ ۚ لَا تَحْسَبُوهُ شَرًّا لَكُمْ ۖ بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَكُمْ ۚ لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ مَا اكْتَسَبَ مِنَ الْإِثْمِ ۚ وَالَّذِي تَوَلَّىٰ كِبْرَهُ مِنْهُمْ لَهُ عَذَابٌ عَظِيمٌ ﴿١١

11. Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu, tiap-tiap orang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bagian terbesar dalam penyiaran berita bohong itu, maka baginya azab yang besar. (QS. An-Nur : 11)

لَوْلَا إِذْ سَمِعْتُمُوهُ ظَنَّ الْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بِأَنْفُسِهِمْ خَيْرًا وَقَالُوا هَٰذَا إِفْكٌ مُبِينٌ ﴿١٢

12. Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohong itu orang-orang Mukminin dan Mukminat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan (mengapa tidak) mengatakan, “Ini adalah berita bohong yang nyata.” (QS. An-Nur : 12)

لَوْلَا جَاءُوا عَلَيْهِ بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ ۚ فَإِذْ لَمْ يَأْتُوا بِالشُّهَدَاءِ فَأُولَٰئِكَ عِنْدَ اللَّهِ هُمُ الْكَاذِبُونَ ﴿١٣

13. Mengapa mereka (yang menuduh itu) tidak mendatangkan empat orang saksi atas berita bohong itu? Karena mereka tidak mendatangkan saksi-saksi, maka mereka itu di sisi Allah adalah orang- orang yang dusta. (QS. An-Nur : 13)

وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ لَمَسَّكُمْ فِي مَا أَفَضْتُمْ فِيهِ عَذَابٌ عَظِيمٌ ﴿١٤

14. Sekiranya tidak ada kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu semua di dunia dan di akhirat, niscaya kamu ditimpa azab yang besar, akibat pembicaraan kamu tentang berita bohong itu. (QS. An-Nur : 14)

إِذْ تَلَقَّوْنَهُ بِأَلْسِنَتِكُمْ وَتَقُولُونَ بِأَفْوَاهِكُمْ مَا لَيْسَ لَكُمْ بِهِ عِلْمٌ وَتَحْسَبُونَهُ هَيِّنًا وَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمٌ ﴿١٥

15. (Ingatlah) di waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit juga, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja, padahal dia di sisi Allâh adalah besar. (QS. An-Nur : 15)

وَلَوْلَا إِذْ سَمِعْتُمُوهُ قُلْتُمْ مَا يَكُونُ لَنَا أَنْ نَتَكَلَّمَ بِهَٰذَا سُبْحَانَكَ هَٰذَا بُهْتَانٌ عَظِيمٌ ﴿١٦

16. Dan Mengapa kamu diwaktu mendengar berita bohong itu tidak mengatakan, “Kita sama sekali tidak pantas untuk mengucapkan ini, Maha Suci Engkau (Ya Rabb kami), ini adalah dusta yang besar.” (QS. An-Nur : 16)

يَعِظُكُمُ اللَّهُ أَنْ تَعُودُوا لِمِثْلِهِ أَبَدًا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ ﴿١٧

17. Allah memperingatkan kamu agar (jangan) kembali memperbuat yang seperti itu selama-lamanya, jika kamu orang-orang yang beriman. (QS. An-Nur : 17)

وَيُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآيَاتِ ۚ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ ﴿١٨

18. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu. Dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. An-Nur : 18)

إِنَّ الَّذِينَ يُحِبُّونَ أَنْ تَشِيعَ الْفَاحِشَةُ فِي الَّذِينَ آمَنُوا لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ۚ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ ﴿١٩

19. Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. dan Allâh mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui. (QS. An-Nur : 19)

وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ وَأَنَّ اللَّهَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ (۲۰

20. Dan sekiranya bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu semua, dan Allah Maha Penyantun dan Maha Penyayang, (niscaya kamu akan ditimpa azab yang besar). (QS. An-Nur : 20)

Dengan turunnya ayat ini, maka permasalahan ini pun menjadi jelas. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Ummul Mu’minin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha merasa lega. Begitu juga yang dirasakan oleh kaum Muslimin, namun mereka merasa berang dengan orang-orang yang ikut andil dalam mencoreng nama baik ummul Mu’minin. Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu tersulut emosinya ketika tahu bahwa Misthah bin Utsatsah, sepupu beliau radhiyallahu ‘anhu yang selama ini dibantu ekonominya ternyata ikut andil dalam menyebarkan berita yang telah melukai hati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan seluruh kaum Muslimin ini. Bahkan beliau radhiyallahu ‘anhu sampai bersumpah tidak akan membantunya lagi. Lalu turunlah firman Allah ta’ala :

وَلَا يَأْتَلِ أُولُو الْفَضْلِ مِنْكُمْ وَالسَّعَةِ أَنْ يُؤْتُوا أُولِي الْقُرْبَىٰ وَالْمَسَاكِينَ وَالْمُهَاجِرِينَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۖ وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا ۗ أَلَا تُحِبُّونَ أَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ﴿٢٢

“Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin Allah mengampunimu? dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nur : 22)

Akhirnya Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu membantu Misthah kembali karena mengharap ampunan dari Allah ta’ala.

Dalam ayat-ayat di atas, Allah ta’ala mencela mereka yang terperangkap dalam jebakan orang-orang munafik dan memuji kaum Mu’minin yang tidak termakan isu ini dan menyikapinya dengan bijak sembari menyakini kedustaan berita ini. Diantara yang tersanjung dengan ayat ini adalah Abu Ayyub Al-Anshari radhiyallahu ‘anhu. Imam Al-Bukhari rahimahullah meriwayatkan sebuah hadits yang memberitakan bahwa salah shahabat Rasulullah dari kaum Anshar saat mendengar berita ini, beliau radhiyallahu ‘anhu mengatakan :

“Kita sama sekali tidak pantas untuk mengucapkan ini, Maha Suci Engkau (Ya Rabb kami), ini adalah dusta yang besar.” ([HR. Al-Bukhari, Al-Fath, 28/110, no. 7370)

Ibnu Hajar rahimahullah menjelaskan bahwa orang ini adalah Abu Ayyub radhiyallahu ‘anhu.

Setelah perkara ini menjadi jelas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian menuntaskannya dengan memberikan sanksi kepada mereka yang terlibat.

🌹 Hanyalah sikap sabar yang paling indah,dan الله tempat memohon pertolongan terhadap apa yang kamu jelaskan🌹

4. Lebih Memilih Rida الله dari pada Materialisme dan Hedonisme

Sungguh mulia sikap 'Aisyah yaitu menunjukkan kemuliaan,keagungan dan kecintaannya pada الله dan Rasul-Nya, kerinduannya terhadap akhirat, dan ketidaktergantungannya akan gemerlap dunia. 'Aisyah lebih memilih kehidupan yang sederhana, bersahaja dan zuhud

5. Sepenuh Hati Kala Berontak di Jalan الله

"Urwah bin Zubair pernah menceritakan sebuah hadis, Dia mengatakan, "Aku pernah melihat 'Aisyah menginfakkan uang sebesar 70.000 dirham hingga saku pakaiannya terangkat" (HR.Bukhari dan Muslim)

Didikan dari sang ayah agar selalu berinfak tanpa ada rasa takut akan kefakiran hingga beliau tumbuh sebagai orang yang gemar infak dan akhlak yang sangat baik. Bahkan Abu Musim menggambarkan 'Aisyah dalam kitab Al Hikmah bahwa beliau adalah sosok yang tidak tamak terhadap kehidupan dunia dan mengganggap kebahagian dunia hanyalah fatamorgana.

6. Pandai Berhias Untuk Menyenangkan Suami

'Aisyah berhias dan mempercantik diri hanya untuk Rasulullah, selalu berpakaian fan berpenampilan yang rapi dan bersih tidak pernah lalai mengurus diri.

7. Tidak Mudah Terhasut

Ketika Rasulullah wafat, 'Aisyah sudah banyak memperoleh ilmu, sehingga rumahnya menjadi pusat informasi Islam. Tidak lama setelah itu terjadi fitnah ketika khalifah Utsman bin Affan terbunuh. Ketika peristiwa itu Kota Madinah sedang dikuasai oleh para pembangkang yang telah membunuh Usman bin Affan. Hingga Beliau berhasil mendamaikan kubu yng sedang bertikai.

Wallahu a'lam

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post