Nenny Litania

Guru SD Muhammadiyah 019 Bangkinang Kota, Kabupaten Kampar...

Selengkapnya
Navigasi Web
Mereka adalah Diri Mereka

Mereka adalah Diri Mereka

Dalam kurikulum 13 (kurtilas) tidak ada lagi pengumuman ranking kelas saat penyerahan rapor tiap semester. Sebelumnya selalu ada momen dimana anak dan orang tua dibikin deg-degan menunggu hari penyerahan rapor. Apalagi yang sudah biasa menyabet gelar juara kelas, akan bertanya-tanya apakah semester ini menjadi juara bertahan atau sebaliknya.

Orang tua juga tidak sabar untuk tampil di depan kelas dengan bangganya mendampingi putra-putrinya mendapat gelar juara. Meskipun bukan juara satu, paling tidak juara dua dan tiga juga dipanggil ke depan kelas. Aah...benar benar suatu kebanggaan tiada tara.

Jadinya orang tua nanti punya jawaban bagus ketika liburan semester, saat berkumpul dengan sanak saudara, bertemu karib kerabat. Biasanya mereka akan bertanya, bagaimana rapor anaknya.

Begitupun dengan si anak, akan dengan bangganya menjawab jika om dan tante bertanya, bagaimana rapor mereka.

Kronologis di atas akan sangat bertolak belakang dengan anak yang mempunyai kemampuan biasa-biasa saja di kelas. Apalagi kalau sudah langganan dapat ranking satu dari urutan bawah. Sungguh di hari penyerahan rapor seperti momen dimana guru akan membuka semua aibnya selama satu semester. Setelah semua aib itu dibuka dan disampaikan kepada orang tua, masalah belum berakhir. Sesampai di rumah akan ada pengadilan, dimana anak akan menjadi terdakwa dan divonis dengan berbagai tuntutan. Sangat menyedihkan.

K 13 tidak lagi menetapkan ranking, karena dengan penetapan ranking diambil berdasarkan rata rata, menyebabkan penilaian tidak obyektif. Contoh, seorang anak unggul dimata pelajaran Matematika dan mendapatkan nilai 100, jika mata pelajaran lain ada yang di bawah 70 bisa jadi rata ratanya menjadi jatuh. Akan tetapi untuk siswa yang tidak begitu unggul di Matematika, misal hanya mendapat nilai 90, dan mata pelajaran lain rata rata di atas 70, meskipun tidak ada yang begitu menonjol hingga mencapai nilai 100, maka besar kemungkinan ia berkesempatan menjadi juara kelas.

Anak yang pertama tadi seharusnya mendapat penghargaan untuk prestasinya di bidang Matematika, meskipun dia bukan juara kelas. Hal ini dapat membuka mata kita bahwa tiap anak mempunyai kemampuan yang tidak sama, sehingga tidak adil rasanya kalau kita menetapkan ranking dengan membandingkan mereka satu sama lainnya yang pada dasarnya memiliki kemampuan berbeda beda.

Di kelas, biasanya ada anak yang tidak hebat berhitung, namun dalam mengemukakan pendapat dan menyusun kalimat ketika berdiskusi sangat baik. Jago IPA, tapi tidak suka menggambar dan olahraga. Kutu buku, tapi tidak bisa bergaul. Kurang di mata pelajaran umum, namun pelajaran agama dan tahfiz luar biasa. Jarang sekali menemukan siswa yang benar-benar unggul di semua bidang. Apalagi untuk sekolah umum dengan siswa yang memiliki latar belakang beragam, baik itu dari segi ekonomi, pendidikan, dan pekerjaan orang tua.

Nah, bagaimana dengan tetap adanya penetapan ranking di setiap perlombaan seperti olimpiade Matematika atau IPA. Adanya juara satu sampai harapan tiga untuk lomba menyanyi, menggambar, dan bidang olahraga.

Untuk perlombaan, tentunya peserta adalah mereka yang mempunyai kemampuan sama di setiap bidang yang diperlombakan. Contoh olimpiade Matematika, siswa yang diutus lomba adalah siswa yang berbakat dan berprestasi di bidang Matematika. Sehingga ketika lomba maka ia berada di antara peserta yang mempunyai kemampuan kurang lebih sama dengannya. Oleh karena itu tak masalah penetapan juara dalam perlombaan ini.

Berbeda sekali konteksnya dengan siswa yang berada dalam satu kelas di sekolah, mereka memiliki kemampuan yang berbeda. Tiap mereka istimewa dengan bakat mereka masing-masing. Sehingga tak bisa mereka kita bandingkan satu sama lain. Kalau dibandingkan, maka yang akan menjadi juara tetap yang itu-itu saja. Apalagi jika dari awal sekolah hingga tamat mereka selalu tergabung dalam kelas yang sama. Pergeseran ranking tidak akan signifikan.

Oleh karena itu, alangkah bijaknya ketika kita ingin mengetahui perkembangan siswa adalah dengan membandingkan prestasinya di semester ini dengan semester sebelumnya. Jika nilainya lebih baik dari sebelumnya, berarti ada peningkatan, begitu pula sebaiknya.

Bukankah ketika kita bertanya pada diri sendiri, apakah kehidupanku lebih baik hari ini, maka kita akan tahu bila membandingkannya dengan hidup kita sendiri di hari sebelumnya. Bukan dengan kehidupan orang lain!

So...Hargailah siswa kita, anak kita dengan usahanya selama ini. Mereka adalah diri mereka yang akan terus berkembang dengan bimbingan guru dan orang tua yang setia mendampingi mereka penuh cinta dan kasih sayang. Semoga kelak mereka akan menjadi pribadi tangguh yang siap menjalani kehidupannya yang masih panjang.

#NennyMenulis

#SalamLiterasi

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

ok,Bun. Bila orang tua minta ranking yha kasih saja. Nominal nilai bisa dilihat pada buku penilian guru. Salam sukses.

19 Dec
Balas

oke, Pak. Sip. Merubah paradigma memang tidak semudah membalik telapak tangan. Terimakasih. Salam sukses.

19 Dec

Betul sekali Bunda, dalam K-13t tidak tertulis ranking, karena Kurtilas bukan hanya memandang kemampuan siswa hanya dalam pengetahuan, namun dalam hal lain juga yaitu keterampilan dan sikap, bahkan amat mengedepankan karakter. Berarti Kurtilas memang memandang setiap anak berbeda dengan masing-masing kelebihan mereka dengan slogan memanusiakan manusia. Bahkan kemudian muncul SRA Sekolah Ramah Anak. Dengan demikian ranking bukan menjadi satu-satunya tolok ukur keberhasilan siswa. Oleh karenanya pertanyasn yang diajukan kepada seorang anak bukan lagi memanyakan terkait rangking, mamun tanyakan pelajaran yang mendapat nilai tertinggi, misalnya. Ini mungkin lebih bijak. Sukses selalu dan barakallah

19 Dec
Balas

Terimakasih, Bunda. Salam sukses.

19 Dec
Balas



search

New Post