Neti Muliati

Menulis sebagai bagian dari dakwah yang bernilai ibadah dan bermanfaat meski hanya lewat kata-kata tanpa makna...

Selengkapnya
Navigasi Web

Al-Maut (2)

"Assalamu'alaikum," terdengar suara sangat jelas di telinga. Batinku pun mendengar suaranya.

'Wa'alaikum salam," jawabku separuh kaget.

"Saya mau mengambil ruh pria di kasur depan," jelasnya lagi.

Ya Allah, hati siapa yang tidak merasa ngeri mendengar ucapannya.

Saat itu aku sedang menemani anak pertama yang sedang rawat inap pascaoperasi usus buntu.

Kondisi keuangan terbatas memaksa kami untuk dirawat di kelas III. Kamar berisi delapan tempat tidur yang penuh dengan berbagai penyakit.

Andai saja ada rezeki lebih, ingin rasanya memindahkan ke ruangan yang lebih baik dan tidak banyak pasien lain.

Malam kedua menginap di rumah sakit, tempat tidur kosong posisi paling depan terisi kembali dengan cepat dalam satu jam. Pasien lelaki yang terlihat tua wajahnya dan badan yang kurus kering. Kami tidak banyak bertanya karena ia terlihat tidak mau diganggu. Yang mendampinginya pun, seorang ibu muda terlihat tidak banyak bicara hanya diam saja.

Malam pun berlalu, tiba-tiba kami mendengar ibu muda tersebut seperti kebingungan. Ia bergegas keluar dan memanggil perawat yang jaga. Bapak yang terlihat tua tadi tampaknya pingsan. Tidak ada reaksi apa-apa saat disentuh atau dipanggil namanya.

Hingga dokter kamar pun datang tidak ada perubahan. Sekitar jam sebelas siang, pasien ditinggal pergi oleh ibu muda yang menjaganya. Tak lama kemudian, saya pun mendengar suara tersebut.

Sebagai sesama muslim saya berkewajiban membimbingnya membaca tahlil. Meski masih merinding dan ngeri, perlahan saya membantunya mengucapkan kalimat ‘lailahaillallah’ perlahan dan terus diulangi.

Jujur hati tak sanggup menatap wajahnya. Perlahan kulihat ada gerakan halus seakan menarik ruh dari bawah kaki. Terus naik perlahan sedikit demi sedikit hingga batas lutut. Aku terhenti meminta tolong dicarikan ibu muda yang mendampingi. Ternyata ia pergi sedang membeli obat.

Gerakan perlahan seperti tarikan halus yang membuat kaki dingin dan hilang rasa. Hingga batas perut aku tak mampu menahan rasa sedih. Nyaris berteriak kupanggil kembali orang sekitar agar membantuku mencari ibu muda tadi. “Percuma, tidak usah beli obat,” teriakku tanpa bisa ditahan.

Bersambung

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post