“Peristiwa itu tidak terelakkan. Mungkin ini yang dikatakan takdir. Dilvica dan Akhyar berencana ingin melangsungkan resepsi pernikahannya di sini. Sembari memperkenalkan kepada wisatawan bahwa beliau menjadi pewaris tunggalnya. Antara Tuan Mahmud dan orang tua Dilvica sudah menjalin kerja sama yang baik dalam memanajemen istana air ini. Termasuk paman. Pernikahan berlangsung di India. Usai ijab kabul dilakukan, kami bergegas menuju kapal yang bersandar di dermaga India, Pelabuhan Mumbai. Kapal ini disulap bagaikan istana yang menyambut kedatangan peri dan pangeran seperti cerita di dalam dongeng. Bayangkan betapa mewah, megah, dan indahnya dekorasi kapal saat itu. Sebuah keinginan almarhum orang tua Dilvica. Mereka ingin melihat Dilvica merayakan pernikahannya di kapal pesiar ini. Ketika Euforia berlangsung, tanpa disadari Akhyar naik ke panggung, ingin membuat sebuah kejutan pada Dilvica. Beliau menghidupkan kembang api yang sudah direncanakan dengan penata panggung di ujung kapal. Ketika menuju ujung kapal, beliau hilang keseimbangan, tiba‐tiba terjatuh, dan kepalanya serta tulang punggungnya terbentur pada besi yang berada di ujung kapal. Pendarahan hebat terjadi. Suasana saat itu kacau balau, termasuk kedua orang tua Akhyar pingsan, dan Dilvica mengawali kesedihannya di saat itu dan sampai saat ini. Bukan kebahagiaan yang dirasakan, namun kesedihan yang berkepanjangan. Penyebab jatuhnya belum terungkap. “Masyaallah. Di luar dugaan semua.”

Bersambung....