Nike Ringgawany

Penyuka rindu, alat musik, especially piano, biola, gitar akustik dan saxophone. Nggak pernah kenyang untuk soal nulis dan baca. Hobi nonton film horor dan dram...

Selengkapnya
Navigasi Web

Belajarlah, Sebelum Terlambat

Bahagia dan sedih itu bedanya setipis kulit ari. Waktunya tanpa bisa kita duga sama sekali. Bisa jadi hari ini kau bahagia, esoknya ada air mata. Aku percaya. Bahkan teramat percaya sebab ini bukan cerita dongeng semata.

Kemarin, masih ada tawa. Masih duduk berdua di atas kereta. Tanganmu masih rekat di bawah tali ranselku, sebab aku tahu, kau melindungi tanganmu dari teriknya sinar mentari. Dan itu adalah kebiasaanmu.

Kemarin, hingga pagi tadi senyummu masih merekah. Tak ada beda. Semua sama seperti semula. Lepas dan mengalir begitu saja.

Namun, saat mentari mulai tertawa, aku tak melihat senyum yang lepas seperti sediakala. Aku terdiam di depan layar yang tak bisa bicara. Ada puluhan, bahkan jutaan pikiran yang memaksaku untuk diam seribu bahasa. Tersebab suatu hal, tanpa kusadari, ada hati yang terluka. Ada wajah yang tak biasa. Ada kata yang menghujam dada. Sekali lagi, aku terdiam tanpa kata saat kau berlalu dengan cara yang sekali lagi kusebut tak biasa.

Ya. Aku melepasmu. Aku melepas kepergianmu tanpaku. Setelahnya, aku diam dan duduk di atas kursi itu. Aku memainkan layar ponselku. Aku melihat kembali pesan-pesan kita terdahulu. Tiba-tiba ada rasa yang menyerangku secara mendadak. Rasa yang entah pantas disebut apa. Di sudut mataku mereka ingin bebas secepatnya. Ingin cepat-cepat turun. Namun, otakku memerintahkan tanganku untuk mengusapnya dengan cepat.

Lagi-lagi aku kalah start. Mereka lebih cepat dari gerakan tanganku.

***

Aku terus menekan tombol demi tombol huruf-huruf itu. Sesekali jemariku menekan tombol tanda silang layar ponselku. Ketika tengah berkonsentrasi menyusun aksara, namamu tertera pada layar ponselku. Ternyata ada yang terlewatkan. Aku harus bertindak secepatnya. Barang-barangku yang berserakan di atas meja tak kubiarkan begitu saja. Aku membereskannya. Setelah semuanya kupastikan rapi, aku mengikat tali sepatuku. Pertanda aku harus pergi. Aku yang selalu tak pernah melewatkanmu jadi terdiam seribu bahasa. Saat mendengar kata-kata yang berbeda.

"Nanti jika kamu sudah selesai, hubungi aku ya." ujarnya.

"Apakah tidak sebaiknya sekalian saja?" aku menawarkan pilihan.

Aku mengatakan demikian karena kupikir kita akan pergi berdua. Namun, semua pradugaku salah alamat.

"Bagaimana denganku?" Aku yang masih bingung masih saja bertanya padamu.

"Suka hati kamu." jawabmu langsung dengan cepat.

Oh. Enteng sekali ucapan itu keluar dari bibirmu. Bahkan sambil tersenyum. Aku yang mendengarnya terhenyak dan memilih untuk segera melangkahkan kaki dan membereskan semuanya. Aku sama sekali tak menyangka ucapan itu melesat keluar darimu, secepat roket yang hendak menuju ke luar angkasa. Lagi-lagi. Kata-katamu sangat berbeda. Kata-kata yang sungguh tak biasa.

"Kita pergi sekarang?"

Itulah ucapan yang sering keluar darimu sebelumnya. Namun, kali ini, tak sama.

***

Setelah aku membereskan semua, aku tak serta merta meneleponmu. Aku memilih kembali. Berharap kalau-kalau ada keajaiban. Berharap ada perubahan pikiran.

Namun, aku lupa. Aku hidup di negeri dongeng. Kau tetap pergi setelah memberikan kue yang memang sengaja kubelikan tadi pagi untukmu kepada yang lain. Lagi-lagi, pantaskah aku patah hati sebab melihat itu terjadi?

Akhirnya. Kulepas dirimu dengan hati yang ikhlas saja.

***

Keretaku terus melaju. Sang pemilik, yaitu aku tengah amburadul pikirannya. Sadar atau tidak aku melajukan keretaku perlahan, namun tanpa tujuan yang jelas. Aku menurutkan apa kata hatiku. Sambil mengingat setiap obrolan-obrolan hangat ketika ban keretaku melaju di tempat yang sering kita lewati. Lagi-lagi. Aku tersenyum kecut. Mulutku terasa pahit. Dadaku terasa sesak. Ada genangan lagi di sudut mataku.

Setibanya di tempat itu, aku yang awalnya percaya diri melangkahkam kakiku. Jadi diam mematung. Setiap centimeter lantai marmer indah ini adalah tempat ayunan langkah kaki kita. Toko, lift, cafe dan restoran bahkan tangga eskalator pun tertawa terbahak-bahak melihat keadaanku. Mereka adalah memori kita. Lalu aku mengayunkan langkah kakiku menuju tempat duduk marmer abu-abu. Aku mengistirahatkan pikiranku. Mataku memandang ke arah depan dengan lama. Ternyata kesendirian cukup membuat aku menderita. Meski kelihatan manusia di sana padaku baik-baik saja. Tak ada yang aneh.

Setelah cukup lama di sana, aku rindu suatu tempat. Ya. Suatu tempat yang kita singgahi tepat di hari ulang tahunku. Waktu itu kau sedikit memaksaku menuju ke sana. Padahal kau tahu, tubuhku tengah tidak baik-baik saja. Namun, karenamulah aku berusaha baik-baik saja.

Aku memilih meja di mana kita duduk waktu itu. Sambil mengenang apa yang bisa kukenang. Lagi-lagi jika kuteruskan akan ada genangan-genangan lainnya. Untuk itu, aku memilih menyibukkan diri. Aku menyelesaikan tugasku di tempat itu. Tanpamu.

Sementara, meja-meja lainnya mengejekku.

"Hei, sendirian ya? Kasian!"

Ah tidak. Sebenarnya tidak. Aku hanya merasa cemburu dengan pengunjung-pengunjung lainnya. Yang bisa menggenapkan hari ini dengan perasaan bahagianya. Bersama dengan orang-orang yang mereka cinta. Sementara aku, duduk dengan keganjilan dalam kesendirian. Menunggu kedatanganmu. Berharap pikiranmu berubah haluan.

Aku mulai lelah menunggu. Aku sandarkan tubuhku di atas bantal kursi empuk itu sambil menutup mata. Aku harap ini adalah episode kesekian kalinya yang tidak pantas berputar dalam playlist video hidupku. Namun, aku sadar. Jika tidak karena hari ini, aku tidak akan pernah belajar, bahwa setiap kata harus ditata dan ada hati yang harus dijaga.

Medan, 27 Februari 2021

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post