Nike Ringgawany

Penyuka rindu, alat musik, especially piano, biola, gitar akustik dan saxophone. Nggak pernah kenyang untuk soal nulis dan baca. Hobi nonton film horor dan dram...

Selengkapnya
Navigasi Web
Pahitnya Kopi

Pahitnya Kopi

"Jika saling melupa adalah jalan kita, maka sia-sia segala impian dan cita- cita."

**

Hai.. masih kuingat dengan jelas gadis berkepang dua dengan rambut hitam legam tebal sempurna. Kulit kuning langsat idaman para pria. Kedua bola mata nan bening, sebening hatimu yang penuh cinta. Menggetarkan hatiku yang melihatnya, hingga serasa ditimpa bencana yang tiada habisnya. Suara nan lembut, menyesakkan dada, merasuki telinga.

Tiap kupandang kau, ada rasa perih yang menusuk jantung, meninggalkan duka cita karena seribu prahara.

Dulu, kita terikat tawa. Kini, hanya tinggal buliran air mata. Dulu, hanya ada kita. Kini, ada dia. Dulu, aku tak sempat berpikir untuk terbagi apalagi berbagi. Kini, aku merasa sendiri. Sendiri dalam sunyi yang tak bertepi.

Aku yang merasa atau kau yang tak berasa. Aku yang tahu atau kau yang tak pernah tahu. Aku tersesat dalam diamku. Aku tersesat dalam cintaku.

Kini, kau mulai menua. Aku pun sama. Jangan pernah mengira cintaku sama dengan kondisi kita. Ia tak pernah ikut menua. Ia masih muda, selalu muda dan akan tetap muda. Hingga dunia akan runtuh dengan sendirinya.

Hai.. untukmu apa yang tidak. Jika aku mampu, aku akan selalu ada untukmu. Tapi tidak ragaku. Aku hanya sanggup menghiburmu dengan doa karena kita pun sama-sama tahu, ada mereka yang mengelilingi kita.

Hai.. masih bolehkah aku menyapamu dalam rapalan doa sepertiga malamku? Hh.. rasanya terlalu naif, terlalu munafik bukan? Aku.. kau.. hanya dua orang yang saling menjaga dalam maya. Semu.. tak pernah nyata. Bila saja waktu dapat diulang kembali, tentu aku tak boleh menyiakan waktu, membiarkanmu tersesat dalam pencarianmu.

Kini, sembilan belas tahun sudah. Kau telah menemukan dermagamu. Sementara aku masih terombang ambing di tengah lautan yang entah kapan berakhirnya. Ada namun tiada. Terikat lalu terlepas. Hidup tetapi mati.

**Dalam secangkir kopi nan pahit, dengan sebatang rokok yang terus kukepulkan asapnya, aku duduk di pinggiran bukit ini. Memandang suatu titik di kejauhan.

Mengenangmu.

Puncak Pato, 30 Januari 2019.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post