Tak ada yang bisa mendefinisikan tentang kita, sebab hanya kita yang berada pada dunia berbeda. Tak ada yang mampu mendefinisikan kita sedekat apa, sebab bagai berjalan di lorong rahasia. Teruntuk engkau yang dikaruniai keteduhan pada mata, tak ada lagi yang dapat kusimpan segala, sebab aku hanya ingin engkau yang tahu pertama. Bukan dia atau mereka.

Mungkin, segala aksara yang ada, tidak dapat kurangkai, tidak dapat kutuliskan, sebab engkau selayaknya sosok yang sulit kupahami, sosok yang sulit kutaklukkan, sosok yang mampu menuai prahara dalam dada, entah itu kisah bahagia atau kisah yang mengundang air mata. Rasanya tidak akan pernah usai, tidak akan pernah selesai sebab aku ingin terus menulis tentangmu.

Dengarkan, aku tidak tahu apa akhir kisah dari episode kita, tetapi di dalam hati ini, di dalam jiwa ini, aku ingin terus berjuang menuliskan segala kisah kita, aku ingin terus berjuang menjadi seseorang yang engkau butuhkan, meskipun pada tiap-tiap lembaran nanti akan terselip sebuah kisah yang mampu menitikkan air mata.

Aku hanya ingin kau tahu, sesederhana ini aku menuliskannya. Sesederhana ini aku menjadi seseorang yang berantakan hatinya. Sesederhana ini aku tidak dapat memejamkan mata dan sesederhana ini aku bahagia, padahal hanya melihatmu online saja ketika malam tiba.

Hanya padaNya kutautkan namamu pada tiap-tiap doa. Kuselipkan harapan pada saat sepertiga malam tiba. Hingga tak sadar kutitikkan kesedihan itu lewat bening-beningnya. Oh ya, apakah boleh aku meminta? Temani aku menuliskan cerita. Temani aku menghadapi dunia. Atau sudikah kau menjadi penggenap cerita?

Teruntuk pemilik sepasang mata yang teduh, aku hanya ingin engkau saja dalam kisah kita. Aku hanya ingin kita saja yang menjadi tokoh utama. Sesederhana itu.

Medan, 17 Desember 2020