Guru

Menjadi guru adalah cita-citaku, apalagi menjadi guru IPA. Ini terinspirasi ketika aku sekolah di SMA kagum dengan kepribadian guru IPA ku yang tegas dan berwibawa. Banyak masalah yang bermunculan dan harus diselesaikan dengan bijaksana.

Menjadi guru adalah orang tua di sekolah sehingga harus bisa mendidik anak menjadi pintar dan membimbing anak mempunyai akhlak mulia sesuai dengan tujuan pendidikan sekarang ini yaitu pendidikan karakter. selain itu aku juga harus bisa menjadi contoh dan tauladan bagi siswa. Sesuai pepatah ing ngarsa sung tulada ing madya mangun karsa tutwuri handayani. Dan itu ternyata tidak mudah karena latar belakang pendidikan orang tua dan ekonomi yang berbeda. Karena sering kutemui siswa tidak konsentrasi belajar karena adanya masalah keluarga, antara lain percekcokan pada kedua orang tuanya, ada juga yang tidak mengerjakan PR karena kecapean membantu orang tua, yang lebih parah lagi anak dititipkan pada asuhan nenek dan kakeknya sedangkan orang tuanya merantau dan pulang hanya saat lebaran saja. Tetapi selalu mentransfer uang dalam jumlah banyak. Siswa cenderung akan menjadi anak yang bertindak seenaknya sendiri, malas belajar, senang hura-hura bahkan merokok dan minum minuman keras karena salah pergaulan.

Ibaratnya seorang dokter aku harus dapat membuat diagnosa yang tepat agar obat yang aku berikan sesuai dengan kebutuhan pasien sehingga tidak terjali maal praktik. Ketika bisa membantu siswa keluar dari masalah rasanya lega. Pendidikan yang berhasil bukan ditentukan dari tingginya nilai rapot, akan tetapi ditentukan dari kemampuan siswa dapat menyelesaikan masalah sendiri.

(Nining Sri Purwanti, S.Pd. / Peserta Sagu Sabu Sukoharjo)