Nining Suryaningsih

Guru Bahasa Inggris SMP di Bandung Barat ini tak pernah merasa bisa menulis, sampai akhirnya MediaGuru mendongkrak rasa percaya dirinya untuk menghasilkan karya...

Selengkapnya
Navigasi Web

Berikan Pelajaran Seperti Berikan Camilan

Memasuki kelas 7A kusapa para siswa dengan Bahasa Inggris sederhana. Lalu aku mengambil tempat duduk di kursi paling belakang. Semua mata siswa memandang. Aku yakin mereka heran. Ada guru lain yang akan melihat pembelajaran mereka, selain guru yang sudah berada di depan.

Aku lalu menyilakan sang rekan untuk memulai pelajaran. Sang rekan pun mengangguk lalu mulailah ia beberapa saat kemudian. Kuperhatikan setiap langkah yang dia sampaikan. Kuperhatikan pula reaksi dan respon para siswa. Aku sangat menikmati saat-saat seperti ini. Saat supervisi ke kelas, melihat rekan mengajar, menjadi hiburan tersendiri bagiku yang diminta Kepala Satuan Pendidikan. Saat ini bisa menjadi saat aku melakukan refleksi diri, walau sang rekan yang sedang diperhatikan.

Melalui guru yang sedang mengajar aku tahu banyak hal yang sering kita abaikan. Dan hari saat supervisi aku selalu mendapat pembelajaran lebih dari yang kudapatkan di perkuliahan. Saat sang rekan menerangkan kemudian membagi siswa menjadi beberapa kelompok aku masih nyaman duduk di pojok. Saat siswa mulai gelisah karena latihan yang diberikan sepertinya sulit dikerjakan aku mulai tertarik memperhatikan cara sang guru merespon kesulitan.

Sang rekan kembali menerangkan dengan beberapa hal yang kutahu merupakan bagian dari pembelajaran. Sayang, pengetahuan yang diberikan terkesan dijejalkan. Saat siswa baru memahami bagian satu atau dua dan mulai melatih pikiran mereka untuk menyambungkannya dengan latihan di awal mereka sudah dijejali dengan konsep lain. Memang sih konsep yang diajarkan berikutnya adalah sambungan dari konsep sebelumnya. Namun sangat jelas bagiku tampaknya mereka sedikit kesulitan. Aku pun mencatat ini sebagai temuan.

Tak dapat dipungkiri tugas guru saat mengajar selain memberikan pengetahuan adalah juga melatih keterampilan. Aku ambil contoh dalam pelajaran Bahasa Inggris. Saat aku pernah mengajarkan pola kalimat yang menyatakan sesuatu yang dilakukan pada waktu lampau (Simple Past Tense) tanpa disadari aku suka menjejalkan jenis kata kerja yang berbeda. Dalam Bahasa Inggris kita mengenal ada Kata Kerja Beraturan (Regular Verb) dan Kata Kerja Tidak Beraturan (Irregular Verb). Aku sering tergoda untuk mengenalkannya secara bersama-sama. Padahal mereka perlu waktu untuk memehami keduanya, secara tenang.

Nafsu untuk menyelesaikan satu kompetensi dasar dalam satu atau dua pertemuan sering mengelayuti angan. Aku jarang membayangkan diriku sebagai anak SMP yang mungkin saja baru tahu ada pembagian kata kerja. Untuk mereka itu pastilah hal baru mendapati konsep jenis-jenis kata kerja yang tdiak ada dalam bahasa yang biasa mereka gunakan. Aku sering lupa kalau memberi pengetahuan itu sering dikatakan temanku hendanya kita bayangkan seperti proses makan camilan.

"Kalo mengemil bikin gemuk maka ngemil pengetahuan ini dianjurkan." Itulah kata-kata yang menyihirku beberapa waktu lalu. Lalu aku mulai mengingat-ingat 'dosa'ku selama menjadi guru. Dengan gagahnya semua konsep kujejalkan pada siswa. "Yang penting aku sudah mengajarkannya," begitu pikirku. Bahwa mereka mengerti atau tidak sepertinya tidak terlalu kupikirkan. "Lha kalau dipikirkan kapan kita selesaikan seluruh materi dari kurikulum ini?" Begitulah pikiranku lainnya menangkis pikiran sebelumnya.

Kini aku mulai menyadari bahwa cemilan pengetahuan jauuuh lebih penting dari sekadar selesainya seluruh materi. Aku mulai membuat perencanaan pengajaran yang 'kupotong' kecil-kecil untuk 'kusuapkan' sedikit demi sedikit pada para siswa di kelas. Kuberi mereka waktu mengunyah dengan hitungan waktu sekian agar hasilnya memuaskan. Beberapa di antara mereka memang cepat mengunyah, jadi sebagai guru yang dituntut untk memahami karakter peserta didik di kelas aku harus menyiapkan amunisi 'cadangan' saat beberapa siswa yang dikenal sebagai fast learner atau pembelajar cepat akan segera melumat makanan pengetahuan, lalu menelannya hingga melewati kerongkongan. Mereka ini sering kulupakan. Alih-alih, aku lebih sering memperhatikan (plus memarahi dan memaksa) para siswa yang memiliki kemampuan menerima makanan dengan lambat. Kuberi mereka makanan tambahan dengan remedial. Aku ngotot agar mereka tahu dan merasakan betapa berharganya pengetahuan, tanpa kutahu kapasitas organ penerimannya. Karena sibuk dengan siswa yang lambat aku jadi sering lupa pada siswa fast learner yang sebenarnya juga butuh makanan lebih banyak. Dalam konsep pendidikan anak-anak seperti itu mestinya diberi makanan tambahan bernama Pengayaan. Ah, tapi kan jadi repot gurunya. Ya nggak? Hahaha ....

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Inspiratif...

13 Aug
Balas

Inspiratif...

13 Aug
Balas

Great idea teh

26 Jan
Balas

Thanks

26 Jan

Bagus bu

27 Jan
Balas

Terima kasih.

27 Jan

Betul..mba nining

26 Jan
Balas

excellent

26 Jan
Balas

Thank you .. ..

26 Jan

Betul sekali ...

26 Jan
Balas

good job. miss

17 Nov
Balas

camilan yang baru aku tahu.... mantaaap jiwa

17 Nov
Balas



search

New Post