OJO DIBANDINGKE YO MESTI MENANGE

LITERASI HIJAU

Literasi selalu identik dengan membaca dan menulis. Siswa yang lancar membaca dan mahir menuangkan ide dalam bentuk tulisan selalu menjadi yang terbaik dalam kelas literasi. Memahami informasi dan menyampaikan informasi adalah bagian yang sering diabaikan. Pemahaman mengenai dunia literasi tidak sekedar kertas, pena dan gawai.

Dulu, kita belajar menulis dengan menebalkan titik dan menghubungkan titik satu dengan yang lainnya membentuk pola tertentu. Kita menyebutnya huruf. Saya mengadaptasi filosofi batik yaitu menulis dalam titik untuk mengajarkan literasi di sekolah. Hal ini dimaksudkan agar semua siswa bisa berliterasi sesuai bakat dan tahap perkembangannya. Sebagai sekolah yang sudah lolos adiwiyata propinsi, siswa harus paham seluk beluk tanaman. Saya biasa meminta siswa memilih satu jenis tanaman sebagai bahan tulisan mereka.

Literasi di sekolahku sangat ramah anak dan ramah lingkungan. Sebagai sekolah hijau, literasi di kembangkan lewat selembar kain. Proses literasi di mulai ketika siswa mencari dan menemukan ide daun atau bunga yang akan di gunakan. Setelah itu, mereka menata dan menyusun daun beserta aneka bunga di atas kain polos yang cerah. Selembar plastik bening di hamparkan di atas daun dan bunga yang telah di tata. Lalu, mereka mengambil palu sebagai ganti pena untuk melukiskan ide yang telah tersusun tadi di atas selembar kain. Bunyi palu yang bertalu-talu adalah proses mengeluarkan warna pada daun. Corak dan warna yang di hasilkan adalah bacaan yang bisa di nikmati oleh mata kita. Jadilah literasi di selembar kain yang ku sebut ecoprint.

Literasi hijau yang saya lakukan di sekolah bermanfaat ganda bagi lingkungan dan pengembangan budaya baca serta menulis. Literasi hijau adalah kemampuan berbahasa dan menyelesaikan masalah yang di suarakan lewat alam. Dunia literasi butuh kerja nyata, bukan hanya kalimat indah di atas kertas.

Ide tidak harus di tuangkan di kertas tapi bisa juga lewat kain maupun benda lainnya. Mengetahui informasi tentang aneka daun dan bunga adalah tujuan literasiku. Palu dan uleg-uleg sebagai ganti pena. Proses menata daun adalah kerangka karangan. Warna yang keluar dari daun dan bunga adalah tintanya. Membaca tak selalu huruf yang menari-nari di pelupuk mata. Jika dirimu memandang langit yang kelabu dan angin yang bertiup kencang, berarti dirimu telah membaca tanda – tanda akan turun hujan. Alam adalah sumber belajar yang tidak ada habisnya.

Saya tidak punya jejak literasi yang membanggakan dalam bentuk piala maupun piagam. Jejak literasiku tertuang pada tiap pohon dan bunga di halaman sekolahku. Aku memberi label dan menamai setiap tanaman. Tak lupa aku menyisipkan kisah dari tiap tanaman dan manfaatnya. Setiap tanaman punya kisah sendiri. Legenda bunga Amarilis adalah kisah yang aku sematkan pada bunga Amarilis. Ketika mereka memandang tanaman, tanpa sadar mereka telah berliterasi. Label dan tulisan yang tergantung pada tanaman menarik perhatian mereka untuk membaca.

Pepohonan yang menjulang tinggi adalah deretan piala dalam literasi hijau. Jejak literasiku ada pada setiap tarikan nafasmu. Oksigen. Ada namun tak terlihat. Literasi hijau itu abadi. Jejak literasi setiap orang berbeda. OJO DIBANDINGKE YO MESTI MENANGE.

Nama saya Nining Wahyu Haryani. Tempat tanggal lahir Tulungagung, 28 Mei 1977. Saya bekerja sebagai guru di SD Negeri Teja Barat 3 Pamekasan. Email [email protected]

WA 081335666292