NISRINA,S.Pd

Nisrina,S.Pd. Kab Bireuen...

Selengkapnya
Navigasi Web
IBLIS BA’DA MAGRIB

IBLIS BA’DA MAGRIB

Azan asar telah berkumandang, Ririn tetap saja menatap televisi tanpa beranjak. Rasa malas tak terkira seakan mendekap erat tubuhnya sore ini. Tubuhnya yang berat di angkatnya pelan-pelan untuk menunaikan shalat asar. Setelah itu diapun berbaring lagi seperti tak ada pekerjaan yang menunggunya.

Jam 05.00 wib, suara kereta terdengar sangat jelas berhenti di garasi rumah. Ririn terpaksa beranjak bangun lagi dari tidurnya. Langkahnya lunglai menuju ke pintu depan menyambut suami tercintanya pulang.

“Kok agak sorean Mas? Di kantor banyak kerjaan ya?” tanya Ririn dengan tersenyum.

Suaminya mengangguk sambil membalas senyumnya Ririn seakan mengiyakan semua pertanyaan istrinya. Dengan langkah lunglai Ririn mengikuti langkah suaminya menuju kekamar tanpa basa sedikitpun. Ditunggunya suaminya mandi dengan setia karena dia ingin mereques sesuatu gara-gara tidak memasak untuk makan malam.

“Mas, Mimi sore ini gak masak. Kita beli nasi goreng aja ya untuk makan malam?” kata Ririn dengan menunjukkan muka memelas.

“Ok, Mas juga kepingin nasi goreng. Jadi mimi mo reques apa lagi,” jawab suaminya dengan senang.

“Terserah mas lah. Jangan lupa beli martabak satu gak pekek cabe buat si adek ya,” timpal Ririn dengan semangat.

Suami Ririn kembali mengangguk dibarengi senyum manis yang khas. Perasaan Ririn akhirnya kembali tenang. Rasa bersalah yang menghantuinya tadi seakan mencair menjadi air yang mengalir tanpa hambatan menuju muara.

Tak lama kemudian suaminya pulang membawa nasi goreng plus martabak yang di pesan Ririn tadi. Namun azan magrib keburu bertandang menandakan bahwa makanan tersebut harus menunggu untuk di santap setelah shalat.

Selesai shalat semua penghuni rumah sudah berada di meja makan, menyantap nasi goreng dengan lahapnya. Namun tidak demikian yang terjadi dengan suaminya Ririn. Baru beberapa suap memakan nasi goreng, suaminya bangun memanaskan air dan membuat air gula panas tak seperti biasanya.

“Kenapa Mas?” Tanya Ririn dengan rasa penasaran.

“Gak papa, cuma perutnya mas rasanya mual gak karuan. Entah kenapa?. Mungkin lambung mas lagi berulah.” jawab suaminya sambil mengelus perutnya yang sakit.

Ririn melihat gelagat suaminya aneh. Namun dia terus saja bersemangat melahap nasi goreng didepannya dengan santai tanpa berpikir hal-hal yang aneh.

Selesai mengaduk air gula, suaminya membawa gelas itu masuk kekamar. Ririn berpikir suaminya mungkin mau kekamar mandi. Tak lama kemudia suaminya keluar dengan mata melotot seakan ada yang mencekik.

Putra Ririn yang masih balita dengan cekatan berlari kearah ayahnya.

“Papa, gendong..,” rajuknya manja tanpa tau apa yang sedang terjadi.

Tiba-tiba…

“Mi, ambil adek ini bukan diriku. Cepat!” kata suami Ririn yang setengah sadar.

Segera Ririn menggendong anaknya dan dia pun berdiri mematung tak bisa lagi menggerakkan kakinya untuk menjauhi suaminya yang mulai merancau tak karuan. Kakinya tiba-tiba seakan seberat batu. Namun dia masih saja sempat bertanya “Kenapa?,” kepada suaminya.

“Oh, sedihnya aku.., ayahku mati beberapa hari lalu. Kemana aku harus pergi. Sedihnya aku…tak tahu aku harus pulang kemana, meminta apapun yang kumau” teriak suaminya tanpa kontrol.

Ibunya yang sedari tadi berdiri mematung melihat kejadian langka itu memutuskan mengambil anak Ririn yang masih di gendong Ririn. Ibunya pun keluar berlari mencari bantuan kepada tetangga dibelakang rumah dengan muka pucat pasi karena ketakutan.

Kemudian suara senyap terdengar. Suami Ririn tenang kembali seperti tidak terjadi apa-apa. Begitu juga Ririn kakinya yang tadi tak bisa di gerakkan kini kembali seperti biasa tanpa rasa sakit.

“Ada apa kak, siapa yang sakit?” tanya adiknya yang datang secara tergesa-gesa langsung masuk kedalam dengan muka cemas.

“Kita ke Pasantren Abu sebentar takutnya abang kerasukan lagi entar. Namanya juga setan bisa bolak balik sesuka dia,” jawab Ririn dengan kecemasan yang tersirat dari raut wajahnya yang nampak pucat.

“Kok bisa kerasukan bg?” tanya adik Ririn kepada abang iparnya.

“Gak tau, tiba-tiba saja kaki dingin seperti terendam dalam sumur es semakin lama semakin dingin dan terus menjalar ke kepala. Kemudian ucapan mulut dan gerakan tubuh tak dapat terkontrol lagi,” cerita suaminya Ririn kepada adik iparnya.

Disepanjang jalan didalam mobil, Ririn mencoba menghalau rasa khawatir yang mendekap semua urat sarafnya. Sesekali dia menatap wajah suaminya dengan lekat dengan hati yang bertanya-tanya kenapa?. Adakah hubungannya dengan kematian raja sihir di kampungku?

Memang beberapa hari yang lalu ada isu orang yang meninggal di kampungnya Ririn adalah seorang dukun besar jebolan tempoe dulu. Setiap malam jumat selalu duduk bersemedi di kuburan untuk menambah ilmu sesatnya. Membuat sesaji untuk makanan setan dengan memelintir kepala ayam yang tanam di atas kuburan.

Cerita itu memang sudah menjadi rahasia umum. Tentang sepak terjang seorang kakek tua yang sudah renta yang suka memakai ilmu tenung untuk menyakiti masyarakat.

Dan cerita kematian yang berhembus, mengisahkan kesedihan tentang sarakatul maut yang dahsyat. Raganya sudah meninggal namun ada beberapa anggota badannya yang bergerak. Seakan dia masih hidup.

Ustad kampung tak habis pikir, kenapa masih saja ada orang-orang yang menjadi pengikut setan di zaman now bengini. Akhirnya Ustad pun mengkhatam quran dan menyiramkan air untuk mensucikan raga yang masih berpenghuni setan. Ketika erangan dahsyat terdengar dari raga manyit itu. Yang terjadi malah mengerikan lagi. Mata yang melotot sudah bernanah, mulut yang tak lagi berkomat-kamit itu mengeluarkan belatung dengan jumlah yang tak terhingga.

Banyak tetangga yang tinggal di sekitar rumahnya berlari menggungsi mendengar kabar kematian sang raja dukun. Apalagi saksi mata yang menceritakan langsung kejadian itu dengan ekspresi muka ketakutan.

Tak terasa Ririn sudah memasuki kawasan pasantren Abu. Di sana suaminya menceritakan apa yang yang terjadi di rumah.

“Perbanyaklah istiqfar, setan itu bisa saja mempengaruhi pikiran kita yang sedang kosong. Berdoalah orang yang mencari kesesatan dalam hidup mendapatkan pencerahan agar sebelum waktu ajal menjemput dia sudah bertaubat,” kata tengku Abu dengan bijak.

Setelah di ruqiah, merekapun di ijinkan pulang. Suami Ririn yang masih lemah pun diwanti-wanti agar jangan lupa berzikir tanpa henti agar setan-setan yang ingin mengubah hati itu menjauh pergi.

Di dalam mobil suami Ririn pun menebak cerita tentang apa yang telah terjadi. “Mungkin setan-setan yang di pelihara oleh mbah itu sedang kocar-kacir mencari tuan yang baru. Pas tadi sehabis beli nasi goreng, abang pulang lewat lorong rumah itu lagi. Dikira tuannya. Ya dia ikut pulang deh sama abang kerumah.”

Candaan-candaan kecil menjadi bahan tawa disepanjang perjalanan pulang. Padahal tadi wajah-wajah kecemasan terlihat jelas dari urat-urat wajah yang ketakutan.

Di malam yang tenang Ririn berdoa kepada Ilahi agar kejadian tadi tidak lagi menimpa suaminya. Karena dia tidak ingin berurusan dengan hal-hal yang membuat bulu kuduk tak henti berdiri.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren Bu, cerpennya kalau tulisan misterinya banyak dijadiin buku, wow saya pesen 1 bukunya

29 Dec
Balas

Insya Allah, Moga jadi motifasi agar bisa di bukukan tahun 2018. Amin

02 Jan
Balas



search

New Post