NISRINA,S.Pd

Nisrina,S.Pd. Kab Bireuen...

Selengkapnya
Navigasi Web
IBLIS PESISIR PENGAYUH PERAHU

IBLIS PESISIR PENGAYUH PERAHU

Kakek Yaya adalah seorang nelayan yang terkenal di kampungnya. Di usianya yang senja dia masih terlihat segar. Keramahan yang dimilikinya membuat masyarakat sangat menghormati kakek Yaya tersebut. Apa lagi ketika hasil tangkapan kakek Yaya banyak, mereka akan mendapat limpahan rizki darinya.

Beberapa hari yang lalu perahu yang di tumpangi kakek Yaya menabrak kayu besar yang mengapung di laut. Untungnya ada nelayan lain yang melihat kejadian itu dan menolong kakek Yaya dan membawanya kedaratan. Kakek Yaya yang belum siuman di bopong oleh beberapa nelayan ke rumahnya. Sesampainya di rumah, kakek Yaya dibaringkan di kamarnya dan di rawat oleh anaknya.

Keesokan harinya kakek Yaya terbangun dan meminta di sediakan ayam goreng dengan bumbu kacang yang di sangrai. Anaknya yang bernama Surmi pun menyanggupi permitaan itu asalkan kakek Yaya kembali sehat. Setelah melahap semua makanan yang di sajikan oleh anaknya kakek Yaya kembali merebahkan badannya ke kasur. Melihat kakek Yaya kembali sehat anaknyapun kembali bekerja seperti biasanya.

Azan magrib telah berkumandang, hawa dingin yang tiba-tiba datang membuat bulu kuduk berdiri, seakan ada mahluk yang kasat mata yang bertandang ke rumah kakek Yaya. Surmi yang peka akan hal itu melanjutkan bacaan Al-Quran secara khusuk namun tetap saja dia merasa hal aneh sedang terjadi.

Teringat ayahnya, Surmi bergegas berlari kekamar kakek Yaya. Di sana dia melihat kakek Yaya sedang duduk di ujung tempat tidur sambil berjongkong, tangannya mengayuh seakan akan dia berada di perahu yang sedang belayar di laut.

“Ayah, kenapa? Istirahat gih!.” Ucap Surmi sambil mencoba membaringkan kembali kakek Yaya.K

Kakek Yaya melotot melihat kearah Surmi seakan dia sangat marah Surmi menyuruhnya untuk istirahat. Suara gauman seperti sedang membaca mantra terdengar samar di dalam suara gauman yang keluar dari mulut kakek Yaya.

“Pak…” Suara Surmi pecah memanggil suaminya.

“Ada apa Sur?” tanya suami Surmi dengan nada cemas.

“Bapak bang…, bapak kerasukan syetan”

Suami Surti diam, menatap lekat ke arah kakek Yaya dengan lekat. Seakan hatinya mengiyakan hal yang sama seperti perkataan Surti istrinya. Dia melihat Kakek Yaya tetap dengan matanya yang melotot namun kosong seakan dia dikendalikan oleh makhluk lain yang menyuruhnya melakukan gerakan di luar ambang batas kewajaran tersebut.

Surmi berlari keluar kamar, membawa al-quran dan membacanya di kamar kakek Yaya. Tubuh kakek Yaya bergoncang hebat, asap hitam keluar melalui ubun-ubun kemudian hiang dengan robohnya tubuh kakek Yaya ke kasur.

Dibaringkan kakek Yaya secara perlahan lahan, namun isak tangis Surmi masih terdengar riuh menyapu suasana malam.

“Kenapa ayah bertingkah begitu Pak?” tanya Surmi kepada suaminya.

“Apakah ayah pernah menuntut ilmu hitam Dek?” Suaminya membalas pertanyaan Surmi dengan pertanyaan baru.

“Setahu Surmi tidak ada pak, namun Ayah setiap malam jumat selalu membawa pulang ayam hitam dan di masukkan ke dalam kamar tidurnya dan tidak ada yang boleh mengganggunya. Keesokan harinya Ayah terlihat segar dalam melakukan aktivitasnya.” Jawab Surmi dengan hati-hati.

“Mungkin itu wujud persembahan untuk setan bu?, Namun kita harus mencari tahu lebih dalam lagi sebelum menuduh ayah begitu.” Jelas suaminya Surti dengan bijak.

Tiga malam berlalu, bau busuk yang mulai menusuk hidungpun mulai sangat menyengat hidung. Kejadian demi kejadian di luar nalar selalu terjadi. Surmi yang malu dengan apa yang terjadi menutup erat cerita itu dari tetangganya yang ingin tahu keadaan kakek Yaya.

Tak habis pikir, Surmi menelepon anaknya Andi yang sekolah di sebuah pasantren di luar kota. Surti mengabari keadaan Kakek Yaya yang terbaring sakit di rumah sambil menangis pilu. Andi yang mendapatkan kabar itu segera mengganggukkan untuk segera pulang.

Sore hari Andi pun tiba di rumahnya. Tanpa basa dia segera berlari menuju ke kamar kakek kesayangannya. Dia menemukan ibunya yang masih menangis menatap Kakek Yaya yang duduk di ujung pembaringan sedang mengayuh perahu tanpa memperdulikan kedatangannya.

“Ada apa bu?, Mengapa kakek begini?” tanyanya dengan linangan air mata.

“Sini sayang, ibu juga tidak tau. Paman bilang kakekmu memelihara iblis untuk membantunya ketika berlayar. Sekarang iblis itu tidak lera meninggalkan tubuh kakekmu. Iblis itupun mau mendapatkan tuan baru dan tetap berada di rumah ini.” Cerita Bu Surmi sambil terus memeluk tubuh Andi.

Andi yang mendengar cerita itu mencoba dengan segala cara agar ibunya tenang. Kemudian Andi mengajak ibunya untuk istirahat sejenak dan keluar dari kamar kakek Yaya. Jujur Andi sendiri saja tidak sanggup melihat penderitaan yang dialami oleh kakek Yaya.

Setelah ibunya tenang, Andi mengajak bapaknya untuk melantunkan ayat suci Al-quran agar iblis itu keluar dari tubuh kakeknya. Baru langkah pertama mata kakek Yaya melotot melihat kedatangan mereka berdua. Mereka duduk tenang, baru hendak membuka al quran kakek Yaya mengamuk dengan sejadinya. Entah dari mana lahirnya tenaga itu. Yang jelas kakek Yaya terlihat memiliki energi lebih untuk mengangkat mereka berdua keluar dari kamar. Dengan ketakutan mereka berdua keluar dari kamar kakek Yaya. Suara teriakan itu akhirnya mereda dengan semakin menjauhnya langkah mereka dari kamar kakek.

Andi dengan rasa takut bercampur dengan rasa penasaran akhirnya memutuskan menghubungi ustad yang berada di pasantrennya. Andi bercerita banyak tentang kejanggalan yang terjadi. Kakeknya yang tidak makan dan minum namun mampu duduk mengayuh tanpa henti tanpa jeda dengan mata yang melotot.

Ustad Heri yang mendengar cerita Andi mengerti betul apa yang sedang terjadi. Dan dia memutuskan untuk segera berangkat menuju rumah santrinya. Ba’da magrib ustad Heri tiba di rumah Andi. Hawa asing semakin terasa ketika langkah ustad Heri memasuki halaman rumah itu.

Dengan langkah tak berpantang ustad Heri menggetok pintu. Suara-suara aneh terdengar lirih tak bersumber.

“Assalamuaikum..” Ucap ustad Heri sembari mengetok pintu rumah kakek Yaya mengabaikan apa yang di tangkap oleh indera pendengarannya.

“Waalaikumsalam, Ustad Heri. Silahkan masuk.” Jawab Andi menyambut kedatangan Ustad Heri dengan antusias.

Semua anggota keluarga terlihat senang akan kedatangan ustad Heri, mereka bercerita banyak tentang apa yang terjadi pada kakek Yaya. Hingga akhirnya setelah shalat isya Ustad Heri meminta izin untuk melihat kakek Yaya di kamarnya.

Isak tangis mulai terdengar lirih, pedih terdengar dari kamar kakek Yaya. Namun semakin dekat langkah ustad Heri bersama Andi suara isak itu hilang. Bau amis bercampur bau busuk sudah sangat mengganggu pernafasan. Ustad Heri yang ditemani Andi tetap masuk kekamar sembari terus berzikir dan membaca ayat kursi dengan suara yang di keraskan.

Kakek Yaya yang masih berjongkok, mengayuh perahu dengan semakin cepat, suara isak mulai terdengar lagi, semakin keras yang disertai dengan jatuhnya benda-benda yang berada dalam kamar kakek Yaya. Zikir dan lantunan ayat kursi yang terdengar di sambut dengan teriakan dari kakek Yaya “Panassss, hentikannn…”

Teriakan dan erangan kesakitan yang keluar dari mulut kakek Yaya tak menyurutkan suara zikir dan lantunan ayat suci Al-quran. Hingga tepat di tengah malam ustad Heri meminta Andi untuk menyediakan wadah yang berisikan air yang telah di berikan campuran jeruk purut dan bunga melati.

Andi bergegas melakukan apa yang disuruh oleh ustad Heri. Wadah yang telah di siapkan semenjak tadi isya kini di serahkan ke tangan ustad Heri. Dengan si gap air jeruk purut itu di sebarkan keseluruh kamar kakek Yaya. Hingga air sisa tersebut di siram ke ubun-ubun kakek Yaya yang masih sibuk mengayuh perahu dengan teriakan teriakan kesakitan.

Asap hitam tiba-tiba keluar dari ubun-ubun kakek Yaya. Semakin lama semakin besar membentuk sosok yang kemudian hilang. Dengan hilangnya sosok hitam itu robohlah tubuh kakek Yaya ke lantai. Belatung belatung keluar dari kelopak mata dan mulutnya. Kakek Yaya sudah meninggal beberapa hari yang lalu. Dan yang menghuni tubuh kakek Yaya sehingga masih bergerak adalah iblis yang menjadi pelayan kakek Yaya selama ini.

Tiba-tiba angin datang masuk ke kamar kakek Yaya. Lemari bajunya terbuka, tercium aroma yang agak aneh. Kepulan asap hitam muncul keluar dengan jumlah yang sangat banyak yang kemudian hilang bersama dengan hilangnya angin.

Ustad Heri dengan sigap menuju lemari baju yang terbuka. Dia mendapati sesajen yang sudah busuk dan beberapa bongkahan yang di balut kain kafan.

“Astaqfirullah, tengkorak bayi siapa ini.” Suara ustad Heri terkejut melihat isi kain kafan.

Semua mata keluarga kakek Yaya yang sudah berada dalam kamar juga ikut terkejut. Tangisan Surmi kini semakin menjadi meratapi ayahnya yang telah hidup dalam jalan kesesatan. Menyembah selain Allah dan mati masih dalam kesesatan.

Waktu hampir subuh, segala bentuk kemusrikan yang ada di dalam kamar dan rumah kakek Yaya telah di musnahkan. Kini tinggal menunggu proses pengurusan jenazah yang langsung di tangani oleh ustad dan anggota keluarga kakek Yaya saja. Agar aib kakek Yaya tidak menyebar luas dan menyebabkan rasa malu yang berkepanjangan.

Setelah selesai penguburan kakek Yaya, ustad Heri berpamitan kepada keluarga Andi. Dia sangat bersyukur kemusrikan yang terjadi tidak di ikuti oleh anggota keluarga lainnya.

*******

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post