Noer Hamid S Ag Pd SH MM

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
kubu politik bukan laten  setelah komposisi bubar

kubu politik bukan laten setelah komposisi bubar

Pasca reformasi 1998, PKB muncul sebagai salah satu partai yang memperoleh reputasi luas. Hal itu paling tidak disebabkan dua hal pokok, yaitu perolehan suaranya yang cukup signifikan pada Pemilu 1999 dan 2004 serta kehadirannya sebagai partai politik yang muncul dari rahim NU, organisasi muslim terbesar di Indonesia yang sejak 1984 keluar dari percaturan politik praktis. Yang menarik, berbeda dengan NU tahun 1940-an s/d 1970-an, ketika aktif berkiprah dalam politik praktis, yang jelas mengusung agenda formalisasi Islam dalam kehidupan kenegaraan, PKB berupaya mensintesiskan unsur keislaman dan keindonesiaan dalam konteks kenegaraan yang plural serta memberi perhatian terhadap isu-isu sekuler seperti pendidikan politik. Di Probolinggo, isu tentang pendidikan politik menjadi salah satu isu politik yang dominan pasca reformasi. PKB merupakan partai terkuat di daerah ini dengan memenangi dua kali Pemilu. Keberhasilan PKB tidak bisa dilepaskan dari struktur sosial dan keagamaan masyarakat Probolinggo yang notabene merupakan pengikut NU yang taat. Akan tetapi, menarik mencermati bagaimana agenda pendidikan politik, yang relatif baru bagi dunia kepartaiaan di Indonesia, dimplementasikan oleh partai politik yang mengalami kendala struktural dan kultural. Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan pendidikan politik sebagaimana terdapat di dalam platform PKB, dan berikutnya mengukur sejauhmanakah rumusan ideasional tersebut mampu dimplementasikan pada tataran praktis dan lokal di Probolinggo. Adakah kesenjangan yang muncul antara platform sebagai konsep pokok di dalam menuntun kinerja partai dengan kerja partai pada tingkat praktis. Data-data yang diperoleh kemudian dianalisis dalam tiga konteks, yaitu konteks konfigurasi sosial dan politik di Probolinggo, konteks transformasi di tubuh NU, serta konteks perubahan artikulasi Islam politik pasca reformasi. Meskipun demikian, dua analisis yang terakhir tetap dilakukan dengan tujuan memperluas analisis dan menunjukkan adanya kontinuitas di dalam dinamika politik dan sosial di Probolinggo. Untuk mendapatkan data dan hasil yang akurat, penulis menggunakan pendekatan sosiologi politik yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai interaksi politik dan sosial, dinamika serta konflik yang terjadi di Probolinggo. Penelitian dilakukan dengan memanfaatkan data-data primer dan sekunder. Data primer berupa hasil wawancara dengan responden, dokumen atau arsip organisasi, dan hasil-hasil keputusan penting, sedangkan data sekunder berupa hasil-hasil penelitian, buku, jurnal, dan lainlain. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pendidikan politik PKB di Probolinggo diaplikasikan dalam enam model pokok, yaitu (1) Kampanye Pemilu dan Pilkada, (2) Pelatihan politik kader dan diskusi publik, (3) Pembentukan organisasi tani dan nelayan, (4) Penghijauan lingkungan, (5) Patronase kyai dan kegiatan keagamaan, dan (6) Pemberdayaan masjid. Enam model pendidikan politik tersebut merupakan implementasi dari platform PKB yang pada tingkat praktis dihadapkan pada sejumlah kendala pokok, baik sruktural maupun non-struktural, di anataranya; tidak adanya dokumentasi, analisis dan pengelolaan yang profesional terhadap kegiatan tersebut, minimnya kader profesional di PKB, ketergantungan terhadap aktor, kegagalan dalam membangun aliansi dengan kelompok lain, serta munculnya kecenderungan oligarki. Namun bukan berarti bahwa pendidikan politik yang telah dilaksanakan sepanjang pendirian PKB tahun 1999 sampai dengan 2008, ketika penelitian ini dilakukan, kehilangan relevansinya dengan dinamika sosial dan politik di Probolinggo. Relevansi pokok dari pendidikan politik tersebut adalah memberikan kontekstualisasi terhadap reformasi yang berlangsung di tingkat nasional serta meningkatkan kualitas demokrasi yang sedang berjalan. Pendidikan politik PKB sekaligus menandai pergeseran paradigma politik NU, yang juga berarti pergeseran paradigma Islam politik. Islam politik pasca reformasi relatif tidak mempermasalahkan posisi formal Islam dalam NKRI, suatu fenomena yang belum pernah terjadi dalam sejarah perpolitikan di tanah air pada periode sebelumnya

Politik sistem Kubu kubuan

Partai Golkar adalah salah satu dari berbagai partai besar Indonesia yang sudah senior. Pasca pemilu 2014 lalu perpecahan dalam tubuh Partai Golkar segeramengemuka ke publik. Salah satu petinggi Partai Golkar, Agung Laksono yang menjabat sebagai wakil Ketua umum partai Golkar mengadakan munas tandingan dengan alasan adanya perbedaan pandangan dengan Ketua umum partai Golkar, Abu Rizal Bakrie. Dengan adanya munas tandingan yang diselenggarakan di ancol Jakarta para kader-kader partai Golkar pun sebagian mendukung, yang berdampak pada terbelahnya partai Golkar menjadi dua kubu. Upaya Agung Laksono ini karena menganggap kebijakan yang dilakukan Abu Rizal Bakrie merupakan kebijakan secara sepihak dan tidak melalui mekanisme yang sesuai. Adapun jenis penelitian skripsi ini adalah penelitian pustaka (library research) yaitu penelitian yang dilakukan untuk memperoleh data-data dengan menjadikan pustaka sebagai sumber utama (primer), berupa buku, ensiklopedi, jurnal, majalah, surat kabar dan lain-lain yang berkaitan dengan topik penelitian. Sifat penelitian ini adalah deskriptif analisisya itu mendeskripsikan latar belakang konflik, dan proses penelitian.Untuk menjawab pokok masalah yang terjadi di internal Partai Golkar dalam hal ini perlawan kubu Agung Laksono Terhadap ARB (Munas Bali). Bentuk konflik yang terjadi di internal Partai Golkar dalam hal ini di langkah dan taktik kubu Agung Laksono dalam menjatuhkan kepemimpinan ARB adalah bergabung dengan JK selaku orang dalam pemerintah. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori konflik dalam kriteria Right, Power, dan Interest. Selain itu penulis menggunakan teori penyelesaian konflik dalam islam (Al-Tahkhim) guna menjawab peperangan dua elite politik partai Golkar. Penelitian ini menunjukkan bahwa konflik di internal Partai Golkar bersumber dari perbedaan pandangan antara Agung Laksono dengan Abu Rizal Bakrie tentang dukungan KIH dengan KMP yang melahirkan peperangan elite di internal Partai Golkar. Jika dilihat sekilas konflik ini termasuk kedalam konflik permukaan dan konflik laten karena akar yang pada awal masih dangkal dan muncul hanya karena kesalah pahaman mengenai sesuatu yang dapat diatasi dengan menggunakan komunikasi. Karena ternyata hal tersebut tak kunjung terselesaikan dalamwaktu singkat sehingga keduanya berujung dalam ranah konflik Right, Power, Interest yang saling mempengaruhi. Penelitian ini untuk menjawab pokok masalah yaitu kubu Agung Laksono dengan melakukan langkah-langkah merebut kantor Golkar di DPR, sehingga hal ini membawa dampak pada politik Golkar dalam perpolitikan di Indonesia. Konflik itu berakhir dengan cara Al-Tahkhim (Penengah) dimana pemerintah yaitu Yusuf Kalla mampu menciptakan rekonsilasi diantara keduanya, sebagai mana dianjurkan dalam islam. Kata Kunci : Konflik Internal Partai Golka

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post